Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Cerita Dalam Sepotong Martabak

19 April 2020   17:53 Diperbarui: 19 April 2020   17:51 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.pri Martabak Kekinian naik kelas

Tahun 2005, kali pertama saya ke Jaya pura- Irian Jaya (waktu itu belum bernama Papua), kaget sekaligus terharu ketika ternyata penjual kue terang bulan, alias martabak manis disana adalah orang Lebaksiu. 

Berbeda halnya dengan Om Udin yang tidak bisa survive berjualan martabak di Kota Tegal, para perantau dari Lebaksiu pada umumnya justru survive dan berhasil di perantauan hanya dengan berjualan martabak. Harga martabak  yang dijual kota-kota besarpun cukup bersaing. Apalagi kue terang bulan yang saya beli waktu itu Timur Indonesia sana, harganya sudah mencapai Rp 25.000 untuk isi Cokelat -Keju. Wajar, harga bahan mentahnya saja sudah mahal, berbeda dengan di Pulau Jawa.

Kini, puluhan tahun sudah saya mengakrabi citarasa Martabak manis. Hadirnya inovasi martabak manis kekinian, bukan saja menjadi variasi menghindarkan kebosanan, melainkan menjadi penanda level kenaikan kelas bagi mereka yang bergerak di dunia usaha kuliner Martabak. Petang ini saya menikmati seporsi martabak manis yang saya beli secara online. 

Harga yang tertera untuk seloyang martabak manis adalah Rp 78.000 (wow ,untuk ukuran saya). Beruntung ada promosi yang menyertakan diskon 50% sehingga saya cukup membayar Rp 38.000+ ongkos kirim.  Saya membaca keterangan lengkap jenis dan ukuran martabak yang saya pesan, Large (besar) , Cheese(Keju) , Cokelat (menyebutkan merk cokelat premium).

Kurang lebih 15 menit pesanan saya diantar oleh jasa ojek online. Memberi tips, uang tambahan pada pengemudi Ojol disaat begini, menjadi keharusan tersendiri setiap saya memesan makanan. Meski ongkos kirim sudah terbayarkan melalui dompet digital yang terkoneksi dalam satu sistem. 

Ucapan terima kasih seraya menerima bungkusan kemasan ibarat menjadi rangkaian yang menggenapkan cerita. Berat, batin saya menenteng bungkusan kemasan martabak.

 Kemasannya yang rapi dengan kotak pembungkus kekinian yang ramah lingkungan. Tertulis merk/brand martabak tersebut lengkap dengan alamat beberapa gerai dan nomor kontaknya. Eksklusif memang, beda jauh dengan martabak konvensional era tahun 90-an.

Aroma wangi seketika menyeruak ketika kotak pembungkus saya buka. Glowing alias mengkilap, tekstur kulit martabak tanda dioles mentega atau butter.

Irisannya cukup presisi dengan ketebalan yang cukup membutuhkan mulut terbuka maksimal untuk merasakan nikmatnya. Tiga potong martabak manis kekinian sungguh membuat saya kenyang. 

Jika dulu tahun 90-an saya kerap menyantap martabak kekunoan sebagai menu sarapan pagi, maka kini tahun 2020 saya menyantap martabak kekinian sebagai menu pengganti makan malam.

Salam nikmat sehat...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun