Hari terakhir di tahun 2019 justru menjadi  awal resolusi tahun 2020 bagi saya. Tidak lagi berupa kata-kata melainkan dengan aksi nyata. Ini kali ketiga saya berkunjung ke Kampung Berseri Astra (KBA) Rawajati. Kenapa kali ketiga? karena sejujurnya kemarin saya telah ke sana. Hanya saja waktu kedatangan sudah terlalu sore, sehingga bank sampah pun tutup.
Jika bukan karena ikut serta dalam Roadshow KBA Astra Rawajati pada akhir November 2019 lalu,mungkin saya tidak akan pernah mengetahui fakta bahwa di Jakarta ada kawasan yang asri seperti ini. Tak hanya rimbun pepohonan yang membuat udara  terasa sejuk saat siang datang, namun aktifitas warga pun teramat menginspirasi.
Jarak sejauh 16 km bukanlah menjadi penghalang. Setelah menempuh perjalanan selama 35 menit dari kawasan Pondok Pinang Jakarta Selatan dengan jasa ojek online, kehadiran saya di KBA Rawajati siang tadi disambut ramah oleh salah seorang warga pegiat bank sampah Rawajati yang tengah asyik memilah sampah plastik.
Tentengan Tote bag berukuran besar berisi aneka sampah plastik yang saya kumpulan selama sebulan menjadi pertanda bahwa saya hendak menabung di bank sampah.
Tanpa ragu saya pun menyampaikan jawaban sekaligus meminta petunjuk  lebih lanjut sebagai orang yang baru pertama kali bergabung di bank sampah ini. Ternyata begitu mudah untuk menjadi nasabah bank sampah di KBA Rawajati.
Tanpa prosedur yang rumit, sampah yang saya bawa langsung ditimbang oleh salah satu petugas. Setelah itu ada satu petugas lain yang mencatat berat timbangan. Barulah saya diantar masuk ke sebuah ruangan untuk bertemu bu Silvy Ermita selaku ketua Bank Sampah di kelurahan Rawajati ini.Â
Senyum dan jabat tangan bu Silvy sangat bersahabat. Apalagi ketika Bu Silvy mengetahui saya datang dari luar Rawajati. Sembari menyiapkan buku tabungan baru dan memasukkan angka pembuka yang menjadi awal komitmen saya, Bu Silvy memberi alternatif pengiriman sampah.
Tak harus datang langsung, Sampah khususnya jenis plastik yang sudah dipilah bisa juga dikirim melalui jasa logistik hingga layanan jasa ojek online. bahkan Bank Sampah menyedikan layanan jemput ke rumah dengan kendaraan operasional bank sampah ketika nasabah akan menabung dalam jumlah banyak.
Tentu ini berlaku bagi warga Rawajati saja. Wajar, jika Rawajati ini mendapat penghargaan bidang lingkungan hidup dari Pemerintah Propinsi Jakarta maupun Kementerian Lingkungan Hidup.
Jangan dilihat dari nominalnya yang kecil. Hal yang lebih penting justru kesadaran akan bahaya sampah plastik khususnya bagi lingkungan itu yang mahal harganya.Kalimat dari Ketua Bank Sampah KBA Rawajati itu menjadi pemecut semangat dan memperteguh komitmen saya.Â
Lagi-lagi menabung sampah bukan semata-mata untuk mencapai terget rupiah semata, ada hal yang jauh lebih penting dan lebih mendasar manakala saya memiliki kesadaran  dan turut berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan dari ancaman bahaya sampah pada umumnya, dan sampah plastik pada khususnya.
KBA Rawajati, Kesan Pertama Teramat Menggoda- Selanjutnya Akan Rutin Berkunjung Kesana
Sebagai salah satu kaum urban yang tinggal di Jakarta, hijau dan rimbunnya pepohonan bagi saya  bisa mendatangkan kesegaran ditengah pemandangan gedung pencakar langit dan lalu lalang kendaraan.
Rasanya betah berlama-lama di KBA Rawajati ini, sekedar untuk mencari inspirasi menulis. Anggap saja wisata sosial, sambil menabung sampah dapat menikmati nuansa kampung yang tertata asri.
Selain bank sampah, Ada beberapa fasilitas terpadu Masyarat lain yang memiliki nilai manfaat bagi warga sekitar. PAUD dan Taman Kanak-Kanak (TK)Bunga Jati, Taman Bermain dan berolahraga hingga pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos.
Hingga kerajianan dari daur ulang kertas dan kemasan plastik pembungkus menjadi barang bernilai lebih,Adapula  "green house", yang pada kali pertama saya bertandang dengan rombongan roadhow kampung berseri Astra cukup mencuri perhatian saya.Â
Di salah satu taman, anak-anak yang menginjak usia remaja tampak sedang bercengkerama di tempat perosotan. Sebagian orang dewasa mengajak anak balita bermain di depan TK
Antara lain Kumis kucing, Binahong, Cocok Bebek, Pakis, Sirih Merah, JIntan, Myana, Ginseng dan lain sebagainya. Dengan ramah, pak Wawan salah satu warga yang aktif di Bank Sampah Rawajati ini menerangkan masing-masing jenis tanaman yang ada. Ini serupa mini Arborethum di tengah kawasan padat penduduk Jakarta.Â
Antara Saya, Bu Silvy Dan Amilia Agustin
Saya hanyalah segelintir orang yang mulai tergerak untuk ikut serta memerangi sampah plastik.  Sadar bahwa saya belum  bisa lepas 100% dari ketergantungan terhadap benda-benda dari plastik, maka komitmen untuk bergabung di Bank sampah Rawajati ini menjadi aksi nyata.
Lebih baik terlambat dari pada tidak peduli sama sekali. Jika saya baru memulai hari ini untuk bergabung dengan warga rawajati dibawah kepemimpinan bu Silvy yang sudah sejak tahun 2008 mengisiasi Bank sampah,maka ada sekian banyak sosok yang telah menjalani serangkaian aksi sejak usia yang masih terbilang dini.
Adalah Amalia Agustin (Ami), Mojang Bandung kelahiran  20 April 1996 ini telah 10 tahun lalu mengawali aksi nyata memerangi sampah. Diusia yang terbilang muda, Mia mendapat apresiasi dari Astra berupa penghargaan Satu Indonesia Award tahun 2010 bidang lingkungan.
Di support oleh mamanya, Ami menjadi inisiator"Go To Zero WasteSchool"  yang merupakan program pengelolaan sampah yang terbagi menjadi empat yakni  sampah an-organic, organic, tetrapak, dan kertas.Hal itu berlangsung sejak tahun 2005 semasa Mia masih duduk di bangku SMP.
Selepas SMA, status mahasiswa tak menjadikan Ami terlena. Kepeduliannya terhadap situasi anak kos di Universitas negeri ternama di Pulau Dewata kian mematangkan langkah mia akan kecintaan terhadap lingkungan. Uadaya Green Community membuatnya kian terpacu memerangi sampah hingga dia menyandang gelar sarjana.
Kini Ami mengabdikan diri di bagian CSR Astra Corporate. Dalam Momentuk Roadshow KBA Astra, Ami yang hadir menyatakan bahwa dia bersyukur bisa bekerja sesuai passion dan kecintaannya, dimana dia bisa memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat.
Antara Saya, Bu Silvy dan Ami memiliki kesamaan, yakni  terlahir sebagai sesama perempuan. Dengan talenta dan prestasi yang diraih Ami ataupun BU silvy Bu Silvy, saya menjadi perempuan yang jauh tertinggal secara prestasi. Namun diam-diam saya menjadikan mereka sebagai suri tauladan yang memberi semangat untuk memulai memerangi sampah plastik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H