Stabilitas sistem keuangan begitu familiar dalam benak saya selaku ibu rumah tangga. Tanpa adanya Stabilitas sistem keuangan (SSK), maka sebagai ibu rumah tangga niscaya kita akan panik ketika semua harga kebutuhan pokok merangkak naik.Â
Terlebih diikuti dengan berita-berita ekonomi dimana nilai dollar menguat, PHK karyawan yang berimbas suami harus kehilangan pekerjaan, hingga omset usaha baik itu dagang, ataupun usaha umkm menurun drastis. Singkat kata pasar lesu, modal menipis karena transaksi tidak mencapai target. Mengomel, mengeluh hingga curhat di media sosial tidaklah menyelesaikan masalah.
Hingga kemudian muncul istilah "kebijakan Makroprudensial" yang terkesan kurang familiar dikalangan awam.Pada prinsipnya kebijakan ini menyangkut seluruh upaya atau langkah yang ditempuh oleh BI untuk menjaga stabilitas sistem ekonomi. Baik itu di tingkat ekonomi makro mapun mikro.Â
Menyoal keuangan sistem hingga menjangkau keuangan rumah tangga terlebih negara. Tentunya istilah ini bukan saja milik sekelompok golongan yang berada di lingkar pemerintahan dalam hal ini terdiri dari empat instistusi besar. Sebut saja Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lembag penjamin Simpanan (LPS) dan Kementerian Keuangan. Â Kebijakan Makroprudensial wajib pula dipahami oleh perempuan-perempuan kekinian atau yang belakangan ngetrend dengan sebutan emak-emak.
Sehingga terhindar dari kondisi krisis moneter. SSK akan menciptakan sistem keuangan yang kuat,  tahan dan handal dalam menghandapi flustuasi ekonomi regional dunia yang bersifat eksternal, atauypun dampak dari inflasi internal. SSK akan menorong terciptanya mekanisme ekonomi yang stabil dari mulai harga-harga yang tidak terpengaruh oleh kenaikan kurs sehingga justru mendukung  pertumbuhan ekonomi dan pembangunan lainnya.
Kenapa perempuan, ibu rumah tangga dan para emak-emak di kota hingga desa patut memahami Stabilitas Sistem Keuangan dan Kebijakan Mikroprudensial?. Agar perempuan Indonesia semakin cerdas dan tidak mudah dihasut dengan pemberitaan hoax seputar harga sembako dan isue ekonomi keuangan lainnya.
Oleh sebab  Stabilitas sistem keuangan dan Kebijakan Makroprudensial saling berkorelasi, maka memahami kondisi  sederhana yang terjadi disekitar kita akan menjadi cara  mudah untuk mengerti dan merasakan dampak dari keduanya baik itu SSK ataupun kebijakan makroprudensial.
Saya pun teringat sebuah fase yang pernah kami (keluarga) alami. Saat itu ramai orang menyebut istilah krismon (krisis moneter). Sebagai perempuan yang tumbuh di keluarga yang bergerak di UMKM, saya ingat persis tahun 1997-1998 usaha perajin sandal yang banyak dijumpai  Desa  Pepedan Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal, hingga sebagian Desa dan Kecamatan lain banyak yang gulung tikar.Â
Usaha Sandal Bapak sempat terhenti beberapa saat akibat minim pesanan. Mahalnya harga bahan baku barupa kulit, sol hingga lem sangat memberatkan para pelaku usaha. Nilai tukar Dollar yang semula berkisar di nominal Rp. 2500/1 USD melonjak naik hingga mendekati angka RP 10.000.
Krisis moneter yang berimbas pada sebagian besar pelaku UMKM ternyata memunculkan para pialang emas yang kerap merayu para ibu rumah tangga atau perempuan yang gemar menggunakan perhiasan. Satu diantaranya adalah Ibu saya yang akhirnya melepas sejumlah perhiasan emas akibat rayuan para pialang emas dadakan.Â