Pagi menjelang. Selepas sahur semua bersiap menyongsong imsak, tanda kami yang berpuasa harus mengakhiri segala bentuk konsumsi makan dan minum. Sebagian menyiapkan diri untuk shalat subuh. Selepas shalat subuh itulah, setelah kuliah subuh yang berisi ceramah keagamaan diberikan, kami yang berdiam di Istiqlal mulai mengawali pagi dengan ragam aktifitas pilihan. Ada yang memilih tetap beribadah berupa membaca alqura,, bersdikir hingga menunggu waktu shalat duha.Â
Sedikit berbeda dengan saya, pilihan untuk menaiki anak tangga yang menghubungkan lantai utama masjid Istiqlal di lantai dua menuju lantai 3 dan seterusnya menjadi sebuah aktifitas yang cukup menantang. Bukan tanpa sebab saya ingin melihat tiap detail bagian Istiqlal  yang menjadi simbol masjid negara ini.Â
Saya yang hampir tiap tahun menyempatkan diri untuk ber-Itikaf, kerap melihat wisatawan mancanegara berkeliling hingga ke lantai atas. Tak lain tak bukan tujuan turis tersebut adalah untuk  berwisata menikmati keindahan dan kesejarahan masjid yang diarsitekturi oleh Frederick Silaban yang notabene seorang kristiani.
Bagi saya menjalani Itikaf di Istiqlal setiap ramadan datang adalah sebentuk wisata spiritual yang tidak saja bersifat religius, melainkan juga wisata sosial, budaya dan kebhinekaan lintas iman. Ya, Itikaf adalah sebuah kagiatan dimana kita berdiam diri di masjid untuk melakukan totalitas ibadah.Â
Selama Itikaf kita memaksimalkan ibadah baik yang bersifat hablum minallah maupun hablum minannas. Karena Itikaf tidak dilakukan sendiri. Ada beberapa orang yang memang kerap menjadikan Itikaf untuk mempererat tali silaturahmi.
Mereka yang datang ke Istiqlal untuk tujuan Itikaf tidak saja berasal dari sekitar Jabodetabek saja. Hampir dari semua daerah di Indonesia seperti Jawa Timur (Ngawi, Lamongan, Tuban, Madura),Yogyakarta, Jawa Barat (Cirebon, Indramayu, Bogor), Banten, Â Sumatra (Padang, Medan, Lampung), Bahkan Sulawesi (Makassar, Gorontalo) pernah saya temui.Â
Mereka yang beritikaf berasal dari berbagai kalangan. Untuk peserta Itikaf perempuan sendiri kebanyakan sudah berusia lanjut. Namun ada pula beberapa diantaranya yang masih muda. Ada kalanya peserta Itikaf datang bersama anggota keluargany ayang lain. Entah itu suami, anak, cucu atau keponakan.
Karena Itikaf itulah, saya sedikit banyak mengerti detail masjid Istiqlal yang multi fungsi. Bukan sebagai masjid semata yang merupakan tempat ibadah. Namun ada pula lembaga pendidikan keagamaan, Pusat dakwah dan informasi Islam, dll. beberapa momentum berharga itu pun saya dapatkan selama Itikaf di Istiqlal.Â
Halte trans Jakarta tepat melintas di depan salah satu pintu masuk Istiqlal terintegrasi dengan Stasiun Commuterline Juanda. Bahakn Pemda DKI menyediakan bus wisata Gratis yang dapat dinaiki wisatawan dari depan IStiqlal dengna trayek tujuan ke KOta tua. Â Selama beritikaf di Istiqlal saya pun merasa mudah menjangkau tempat-tempat lain di Jakarta untuk aktifitas seperti biasanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H