Indonesia negeri seribu tradisi. Sebagai negara dengan jumlah pemeluk Islam mayoritas di dunia, Indonesia kaya akan ragam tradisi masyarakatnya. Terlebih yang terkait langsung dengan bulan Puasa. Tradisi tersebut tak hanya terpusat di Pulau Jawa saja. Saya yang sudah familiar dengan tradisi megengan, munggahan, liwetan, padusan pun seolah ingin mencari sebentuk tradisi di luar yang kerap saya pahami dan sesekali saya lakoni.
 Satu khasanah tradisi dari serambi Mekah membuat saya terpana. Bukan tanpa sebab saya ingin mengulasnya. Bertetangga dengan keluarga asal Aceh, itu salah satunya. Hal ini pula salah satu yang menurut saya, kenapa Aceh disebut sebagai serambi Mekah.
Meski saya sendiri belum pernah berkesempatan melawat ke Aceh, namun tidak ada salahnya menuliskan tradisi masyarakatnya guna memperluas cakrawala tradisi puasa di Indonesia.
Adalah Suluk Ramadan, sebuah tradisi masyarakat Aceh yang pada umumnya dilakukan dalam lingkup pondok pesantren saat bulan penuh ampunan. Awal membaca kata Suluk, yang terlintas dibenak saya adalh semacam puji-pujian. Istilah suluk dikenal juga dalam istilah tradisi Jawa.
Berbeda dengan suluk dalam tradisi Jawa yang pada umumnya berwujud tembang baik berisi pujian, nasehat hingga "mantra" yang diyakini memiliki manfaat tertentu, maka suluk ramadan Aceh merupakan  totalitas ibadah ramadan sebagai wujud kepasrahan, harap pengampunan dan upaya mendekatkan diri kepada Sang kuasa semaksimal mungkin.
Upaya saya untuk mengontak beberapa teman asal Aceh untuk meminta keterangan secara langsung terkait suluk, sedikit terkendala. Dari beberapa kawan yang saya hubungi melalui chat WA, semua no respon. Tak apalah saya hanya berbekal data sekunder dalam memahami sebuah tradisi ramadan yang kiranya menambah pengetahuan bersama.
Imajinasi membawa saya seolah menembus dimensi ruang. Berada di sebuah "Dayah", istilah Aceh untuk menyebut sebuah Pesantren. Biasanya ada satu tempat yang sengaja disiapkan untuk melaksanakan suluk ramadan, misalnya saja surau atau ruang pertemuan. Di tempat itulah para sebagian masyarakat Aceh yang ingin melakukan totalitas Ibadah Ramadan berkumpul untuk bersama-sama melakukan suluk Ramadan.
Dayah Seramoe Darussalam, Desa Beuradeun, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Indonesia, menjadi salah satu tempat berlangsungnya suluk Ramadan.
Berzikir menjadi salah satu ibadah selama berlangsungnya suluk. Bukan seperti zikir yang pada umumnya dilakukan oleh masyarakat kebanyakan, melainkan zikir tasbih yang dibaca dengan tata tertib yang sudah ditentukan. Antara lain dengan menutup sebagian atau bahkan seluruh bagian wajah dengan kain/sorban.
Kesungguhan niat dan pengucapan zikir dalam suluk ramadan di Aceh tercermin dalam tata tertib yang mengikat para peserta suluk untuk tidak meninggalkan lokasi. Zikir terus menerus dilafadzkan, dan hanya berhenti saat melaksanakan kewajiban shalat lima waktu, saat berbuka dan saat sahur.
Totalitas ibadah yang bisa dibilang tidaklah ringan. Komitmen untuk bersungguh-sungguh mengikuti tradisi suluk ramadan jelas akan mengantarkan tiap peserta suluk pada konsidi kejiwaan yang dekat dengan Sang Maha Pencipta. Tak sedikit dari peserta suluk yang berderai air mata selama melafadzkan dzikirnya.
Peserta suluk ramadan tidak saja berasal dari kaum laki-laki, kaum perempuan pun dipersilahkan mengikuti tradisi suluk ramadan sepanjang mereka mengikuti aturan yang diberikan. Ya, ada serangkaian adab dalam tradisi suluk ramadan di serambi Mekah. Sayang, saya hanya bisa menyimak dari tanah sebrang terpentang sekian jarak dan bentang lautan. Dan suluk Ramadan pun menjadi khasanah tradisi ramadan dari ujung pulau Sumatra sebagi bentuk totalitas ibadah masyarakatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H