Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo dalam Falsafah Jawa: Ketika "Dipangku" Jokowi, Dia pun "Mati"

3 April 2019   15:09 Diperbarui: 9 Juli 2022   11:19 2073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber Deskgram @filosofijawa/instagram

" Melalui debat malam ini mungkin kita  banyak perbedaan pendapat.Namun kita jangan pernah lupa bahwa yang terpenting bukanlah tentang debat. Melainkan tentang masa depan dan kesejahteraan rakyat kita Indonesia. Juga tentang memahami dan menyayangi rakyat, negara dan bangsa ini. Juga tentang mendengarkan dan mencarikan solusi bagi persoalan-persoalan negeri ini"

"Pak Prabowo, saya ini senang naik sepeda. Dan sering ketika naik sepeda rantainya putus. Tapi percayalah pada saya pak Prabowo. Bahwa rantai persahabatan kita, rantai persahabatan saya dan Pak Prabowo yakinlah tidak akan pernah putus. Juga tali persahabatan saya ,pak Ma'ruf Amin dengan pak Prabowo dan Pak Sandiaga Uno juga yakinlah insya Allah juga tidak akan pernah putus tali persahabatan dan tali silaturahmi diantara kita"

(Jokowi dalam Closing Statement Debat Capres putaran keempat, 30 Maret 2019)

Rangkaian kalimat diatas disampaikan dengan begitu tenang oleh Jokowi saat sesi closing statement debat putaran keempat capres, akhir pekan lalu. Disusul kemudian Closing statement ala Prabowo yang tampak tidak terkonsep. Prabowo lebih banyak mengiyakan apa yang disampaikan oleh Jokowi. Beberapa diantaranya berupaya mengklarifikasi perihal debat yang menurut Prabowo jika audiens terlalu melihat kedua bersahabat maka bagaimana kesannya begitu. Mimik wajah Prabowo seolah tampak bingung dengan apa yang harusnya disampaikan pada menit terakhir debat. Prabowo sedemikian terbawa suasana dan makna mendalam dari apa yang disampaikan oleh Jokowi.

Ketenangan dan makna mendalam tentang persahabatan yang disampaikan Jokowi membuat Prabowo memunculkan sisi "Jawanya". Khasanah ilmu Jawa  khususnya filosofi aksara jawa "Hanacaraka" beserta sandanganya, terdapat beberapa  istilah dan dan filosofi yang penuh makna. 

Di antaranya tanda "Pangkon" atau dalam bahasa Indonesia disebut "pangku". Secara penulisan dan cara membacanya, tanda pangkon yang diletakkan sesudah akasara Jawa berkonsoan vokal maka  maka aksara Jawa tersebut  tidak lagi memiliki bunyi alias mati.

sumber Deskgram @filosofijawa/instagram
sumber Deskgram @filosofijawa/instagram

Sebuah konsep pemikiran yang luruh bahwa debat hanyalah satu instrumen agar masyarakat dapat memahami sejauh mana kapasitas pemikiran yang mampu melahirkan sikap dan tindakan para calon presiden. Panggung debat sejatinya bukanlah ajang pertarungan layaknya perang. Jokowi tak sedikitpun terpancing secara emosi dan pemikiran dengan gaya retorika berbau sedikit agitasi yang kerap dimunculkan Prabowo dalam debat.

Alangkah sayang, jika dalam panggung debat saja ada kandidat yang belum mampu 100% mengontrol diri. Wajar jika ajang adu gagasan tersebut justru kerap mengundang tawa penontonnya. Sepengetahuan saya, dalam aturan debat, tidak ada larangan khusus bagi penonton untuk tertawa sepanjang tidak mengganggu jalannya debat. Namun entah kenapa, seperti biasa capres 02 cukup heroik memperlihatkan keseriusan sikapnya menanggapi tawa audiens. Ya, tema debat putaran keempat  bisa dibilang cukup serius karena menyangkut ideologi, Hankam dan Hubungan Internasional. Dua kandidat, memperlihatkan dua sisi mata uang yang berbeda akan keduanya, terkecuali menyangkut ideologi Pancasila. Keduanya tuntas sudah tanpa secuilpun patut diragukan. 

Dalam closing Statement Parbowo menegaskan bahwa  ada sebagian darah Jawa, khususnya Banyumas yang mengalir dalam dirinya. Meski dia lahir dari rahim perempuan Manado, namun kesan Jawa Prabowo masih cukup dominan pada beberapa sisi. Terlebih, Prabowo pernah menjadi menantu Soeharto yang begitu memegang teguh prinsip-prinsip budaya Jawa semasa berkuasa. Betulkah darah Banyumas yang mengalir dalam diri Prabowo itulah yang menyebabkan Prabowo menjadi keras? Ah, tidak seperti itu juga sepertinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun