Kalem Jokowi mengambil kesimpulan yang cemerlang. Jokowi menaruh kepercayaan tinggi terhadap TNI dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terkait pertahanan dan keamanan negara ini. Dengan ciri kemeja putihnya, Jokowi mengambil sikap 360 derajat dari pesimisme Prabowo terhadap TNI. Pun demikian terkait anggaran. Saat ini anggaran militer Indonesia untuk pertahanan keamanan disebut oleh  Prabowo hanya sekitar 5 % dari APBN RI, 0,8 % dari GDP. Dibandingkan dengan Singapura yang sudah 30 % dari APBN , 3 % dari GDP Singapura.Â
Dalam hitungan matematis, Prabowo cenderung menilai angka kecil menjadi faktor yang sebanding dengan kinerja yang lemah. Sementara anggaran besar menjadi faktor penentu prestasi militer ala Singapura. Berdasarkan penelusuran data, Militer Indonesia justru berada di peringkat ke-15 berdasarkan kekuatan militer dunia pada tahun 2019. Sementara Singapura yang disebut Prabowo memiliki support anggaran pertahanan keamanan yang jauh lebih besar justru berada di rangking ke 59 dunia (sumber : Spectatorindex)
Hal itu dalam rangka mensupport alutsista yang lebih mumpuni. Jokowi optimis, penguatan dan penguasaan tekhnologi persenjataan beserta dunia cyber juga akan menunjang performa pertahanan dan keamanan kedepan.
Begitulah, semua mata yang menyimak jalannya debat akan sangat paham dengan siapa yang lebih patriotik ketika berbicara dalam kontek pertahanan dan keamanan. Bagaimana TNI akan maksimal menjalankan tupoksinya di ranah Ipoleksosbudhankam, manakala tidak ada kepercayaan dari Presiden selaku pucuk pimpinan tertinggi?
Dan Jokowi menjadikan keyakinan dan kepercayaan penuh terhadap TNI sebagai pondasi yang memperkuat posisi militer Indonesia dalam menjaga wawasan nusantara sebagai satu kesatuan utuh secara Ipoleksosbudhankan di seluruh wilayah NKRI.
Jokowi, Presiden yang telah final meyakini ideologi Pancasila dengan pengejawantahannya. Dalam apa yang disampaikan melalui mimbar debat, tak sedikitpun dia lepas kendali emosinya. Menaruh kepercayaan kepada setiap stakeholder negara.Â
Bahkan optimis dan berfikir positif dalam menjalin kerjasama Internasional. Dalam bahasa yang lebih sederhana, Jokowi jauh dari kesan "Ngayawara". Realistis, Logis, dan kerangka fikir/ ide kebijakannya dapat diterapkan. Sebab negara ini butuh Pemimpin yang "andap asor". Tidak merasa bahwa dirinya lebih dari kebanyakan mereka yang lebih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H