Dunia politik memang istimewa. Ada istilah yang sering disebut  dalam politik, perhitungan matematika dasar yang paling sederhana menjadikan 1+1 tidak sama dengan 2. Seakan menjadi pembenar dari rumus matematika politik, dabat putaran ketiga yang menghadirkan cawapres 01 versus cawapres 02 menjadi momentum yang banyak ditunggu oleh para penikmat politik .Â
Hanya di dunia politik inilah ada cawapres yang mengaku sebagai "santri" millenial berdebat dengan Kyai "langitan". Sesuatu yang masih jarang dijumpai dalam kehidupan santri manapun. Bukankah sejatinya "santri" tidak  dalam posisi  mendebat apalagi menyerang sosok Kyai?
Semalam, suasana tenang begitu mendominasi berlangsungnya debat cawapres. Tema bidang Pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, serta sosial dan budaya yang menjadi ranah perdebatan sengit dikalangan aktifis sosial, menjadi datar ditangan dua sosok cawapres. Kalimat pembuka berupa motivasi kepada  anak negeri terselip dalam penyampaian visi misi Kyai Ma'ruf Amin yang mendapat giliran pertama.Â
Terselip kalimat-kalimat bernuansa Islami yang menyejukkan. JKN, PKH merupakan dua program yang akan terus dilanjutkan. Hingga 3 kartu yang rencananya akan dikeluarkan saat Jokowi- Amin terpilih nanti  pun sempat diperlihatkan oleh Kyai Ma'ruf Amin. Kartu tersebut terdiri dari Kartu Indonesia Pintar -kuliah, Kartu sembako murah, dan Kartu Pra Kerja. La, Tahzan , Jangan bersedih...begitu ucap cawapres 01 cukup meyakinkan.
Tidak jauh dari pola sebelumnya, yakni menjadikan sampling kasus perorangan sebagai alat ukur kesimpulan universalpun disebut oleh Sandi.
 Nama Ibu Lies di Sragen yang konon disebut pengobatannya di Stop karena pelayanan BPJS tidak meng cover.  Ramai media sosial memperlihatkan  respon langsung dari yang bersangkutan dalam hal ini akun atas nama Bu Lies yang meminta Sandiaga Uno tidak membawa namanya. Â
Reaksi yang muncul justru mematahkan cara sandi menarik kesimpulan. Belanja masalah yang mereka lalukanpun menimbulkan kesan mereka jauh dari kata serius menghadapi permasalahan sosial kemasyarakatan yang terjadi di lapangan.
Karakter Sandiaga Uno memang tidak sama dengan Prabowo. Perbedaan itulah yang membuat Sandiaga Uno mampu tampil kalem mengimbangi sosok Kyai Ma'ruf Amin (KMA).Â
Apa yang disampaikan Sandi, tenang mengalir seiring dengan apa yang disampaikan oleh KMA. Jauh dari kata menyerang. Apalagi menyeringai bak orator panggung dengan gaya menunjuk-nunjuk atau menggebrak meja. Sandi cukup takzim terhadap s0sok lawan debatnya yang notabene Kyai Khos.Â
Wajah dan bahasa tubuh Sandi cukup sopan bahkan terkesan segan saat mencoba menyerang lawan debat saat tema ketenagakerjaan ia kemukakan. Sandi menyebut pengangguran sejumlah 7 juta belum bisa mendapatkan solusi lapangan kerja, sementara sudah ada tenaga kerja asing. Tenang, KMA pun menjawab bahwa tenaga kerja asing di Indonesia terkendali dibawah aturan yang ada. Jumlahnya berkisar 0,01 % dan menjadi angka terendah di dunia. Sandi Uno dan KMA layaknya tidak sedang berdebat,melainkan sedang bertukar fikiran seperti halnya Santri berdasi tengah "berkonsultasi" dan "ngangsu kawruh" kepada Kyai bersarung.
Pertanyaan panjang sang Kyai kepada si Santri terkait instrumen apa yang bisa digunakan oleh pemerintah pusat dalam memantau dana tyransfer ke daerah yang digunakan untuk anggaran pendidikan membuat Sandi kurang pas dalam menjawab. Tak sungkan, Sang Kyai pun sedikit mengulang apa yang menjadi maksud pertanyaan terkait isntrumen untuk pengawasan dan pemantauan agar penggunakan anggaran efektif dan efisien di daerah.Â
Bagi Prabowo Sandi penghapusan Ujian Nasional menjadi hal lain yang ditawarkan yakni penelusuran minat dan bakat agaknya menjadi isu seksi. Isu lainnya mereka menjanjikan pengingkatan kualitas guru.
Sementara Ma'ruf Amin mengedepankan nilai normatif bahwa pembangunan sumber daya manusia berlandas akhlakul karimah . Revitalisasi pendidikan ala "DUDI", yakni penggabungan antara dunia usaha dan dunia Industri menjadi harapan terciptanya perimbangan antara  pendidikan dan ketenagakerjaan.
Sajian debat cawapres Minggu malam membuat penonton lebih fokus pada apa yang disampaian. Sebab keduanya stabil secara emosi. Tidak ada gimmick-gimmick yang memercik akibat ketidakstabilan emosi. Kyai Maruf Amin tampil prima tak kalah dengan lawannya. Bahkan Sandiaga Uno mau tidak mau suka tidak suak teleh terbawa dalam ritme tenang dari KMA.
Unjuk gigi Sandiaga tunjukkan saat memasuki akhir debat. Atraktif si santri milenial mengajak pendukungnya mengeluarkan dompet. Ditanganya dia memegang KTP yang disebutnya sebagai cukup 1 katu untuk semua program kesejahteraan sosial kedepan.Â
Tak mau kalah dengan Sang Kyai. Sandi menutup clossing statemennya dgan kaliamt-kalimat islami dengan sedikit bergelora. Wajahnya tampak lebih bertaring dari sebelumnya.
Tak terpancing dengan gaya Sandi. Kyai Maruf Amin menutup debat tetap dengan kalem. Tak tampak berapi-api seperti Sandi, Ma'ruf Amin menyentil tingkah suksesi ala sebelah yang mengumbar fitnah  atau Hoax.Â
 Hingga sumpah untuk melawan terkait fitnah pelarangan adzan, legalisasi zina dll pun KMA lakukan sebagai komitmen seorang Kyai. Doa teduh KMA pun  menutup debat yang tenang.Â
Sandi Uno nyaris tanpa perlawanan. Biar bagaimana pun Santri Milenial itu telah "kalah Awu" . Demikian saya sebagai orang Jawa menyebutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H