Apalah arti sebuah nama. Demikian William Shakespeare, Sastrawan Inggris yang banyak  menghasilkan karya sastra luar biasa. Dalam kisah romantis tragis Romeo dan Juliet, Shakespare seolah menisbikan makna dibalik nama yang melekat. Zaman pun berubah. Kini Romeo dan Juliet hanya tinggal romansa cinta yang menjadi kisah lama. Sungguh berbeda dengan era netizen kekinian, yang ketika ditinggal mati pacar atau pujaan hatinya tak turut menyusul mengorbankan nyawa.
Sama seperti halnya kisah  salah satu wakil ketua DPR RI satu ini. Namanya menjadi sering disebut dengan istilah beken si "Zonk". Padahal jika kita menelusuri makna yang terkandung dibalik nama Fadli, jelas ada nuansa doa yang mengharap sosok pemilik nama tersebut menjadi orang yang memiliki kelebihan atau keutamaan. Sementara nama Zon yang menjadi nama belakangnya itu berasal dari nama orang tua yakni Bapaknya yang bernama lengkap Zon Harjo.
Sejak terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019, karier politikmya lansung melejit bak artis yang tengah naik daun. Tak tanggung-tanggung, posisi kursi saah satu wakil ketua DPR RI pun dengan begitu mudah dia dapatkan.Hingga sempat mengisi Plt sebagai Ketua DPR RI kala kasus Setya Novanto mengemuka. Pada Usianya yang belum genap 48 tahun, Zonk tampil bak politisi berprestasi. Meski tak yakin dengan apa yang ada dalam benak kekuasaannya selama ini.
Tercatat sebagai Mahasiswa Universitas negeri Jempolan di Indonesia tidak serta merta membuat Zonk tumbuh menjadi politisi berprestasi di negeri ini. Jejak jurnalistik di beberapa media internal yang pernah Zonk lakoni pun tak membuatnya mampu bertutur bahasa dengan santun dan sempurna secara etika. Itulah kenapa ia kini menjadi beken dengan sebutan Zonk dikalangan Netizen. Apa yang dia ucapkan atau sampaikan hampir tidak ada makna baiknya. Seolah keluar dari proses pemikiran orang yang berotak "Zonk".
Sungguh tidak ingin saya melakukan "body shaming" terhadap Mr. Zonk. Realita berkata hanya fisik Mr Zonk yang memang terlihat kian berbobot. Sangat jauh dibandingkan saat dia belum menjadi pejabat politik. Inikah tanda bahwa Otak Zonk membuatnya mengutamakan kesejahteraan sendiri dibandingkan dengan kesejahteraan rakyat yang diwakilinya di DPR Sana?.
Jejak masa lalu mr Zonk sungguh begitu membanggakan secara intelektual. Bagaimana tidak ? ia mendapatkan beasiswa AFS (American Field Service) selama setahun untuk belajar di Amerika tepatnya di Harlandale High School di wilayah San Antonio, Texas, Amerika. Â Lulus pun dengan predikat Summa Cum Laude. Zonk tampaknya terlahir sebagai seoarang pemikir. Sayang Pemikirannya tidak dibarengi dengan sebuah mental untuk memperjuangkan kepentingan rakyat seperti yang kerap dia kamuflasekan.
Zonk seolah berada dalam buaian kekuasaan politik yang tak sekedar membuatnya menjadi orang besar. Melainkan pula menjadikannya masuk dalam sebuah permainan orang-orang yang kerap memainkan watak "zonk" dalam artian bablas. Zonk kini berada dalam pusaran bola panas mengusung kandidat yang telah menopang kakinya untuk berkuasa selama ini. Apapun harus dia lakukan. Harus dia perankan lakon sedemikian rupa meski untuk kemenangan yang mereka angan-angankan Zonk tampil melompong. Layaknya "zonk' kosong nyaring bunyinya.
Jika Cawapres yang dia dukung hobby berorasi di depan massanya sendiri. Zonk pun memilih jalan yang sedikit berbeda. Alih-alih menjadi sastrawan yang jauh dari kata pujangga, Zonk seakan menempuh jalan sunyi memercik riuh melalui kata-kata deklamasi. Koar-koar di atas mimbar, jelas tak mungkin karena akan menyaingi sang Macan Asia yang harus dipijit untuk sekedar meredakan emosi.
Namamu kini Zonk. Tenar namun selalu menebar cemar. Kata-katamu yang kau anggap sebagai  karya tak ubahnya semburat cerminan Jiwa yang merana karena kuasa. Rintihan pilu bukan untuk mewakili rakyatmu. Hingga siapapun  bisa dihantam dengan kosakata picik bagai palu. Itukah nilai rasa dari sastra Rusiamu?
Duhai Mr. Zonk...
Sastra itu abadi tak lekang oleh waktuÂ
sementara kepentingan politik sesaatmu  itu
tak ubahnya "Zonk" Kosong nyaring bunyinya...
Saat kuasa singgah sebentar,Â
lantang suara menggelegar seakan menjadi petir yang menyambar
Padahal itu hanya sesumbar
yang kan sirna oleh Prestasi kerja Layaknya cahaya yang terpendar...
salam dari saya yang belum pernah ke Amerika..
apalagi Rusia
 Insha Allah Saya Cinta Indonesia
Sehingga Tidak sampai membabi Buta sekedar untuk mempertahankan Kuasa
sumber bacaan :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H