Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ketika Panggung Debat Menjadi Ajang Pijit, Jokowi-Amin Kian Melejit

19 Januari 2019   13:13 Diperbarui: 19 Januari 2019   13:46 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber voaIndonesia.com

Warganet, demikian istilah yang disebut oleh moderator Ira Koesno malam itu. Sontak membuat para pegiat media sosial mendapat tempat tersendiri saat debat Capres dan cawapres putaran pertama dilangsungkan. Selama dua jam, acara yang menjadi awal dimulainya kontestasi konseptual pemikiran kandidat presiden secara resmi disuguhkan kepada khalayak. 

Ajang yang ditunggu tunggu oleh mereka para pemilih rasional. Meski diluar arena debat, ribuan massa yang fanatik kepada masing-masing kandidat berkerumun sedemikian masif sembari meneriakkan yel-yel dan menyebut nama masing-masing pasangan calon capres-cawapres secara bergantian.  Tak hanya dilokasi debat dilangsungkan, beberapa lokasi bahkan menjadi tembat Nobar.Debat kandidat presidenpun tak ubahnya sebuah ajang laga olahraga tingkat dunia yang ditonton oleh ratusan juta pasang mata para warga.

Berbeda halnya bagi warganet, live stream,live tweet hingga bersliwerannya komentar, foto , screen shoot hingga meme di timeline facebook sedemkian mewarnai jalannya debat. Bahkan hingga kini dan mungkin seminggu dua minggu lagi, wacana dan perang urat syaraf masing-masing pendukung melalui media sosial akan terus berlangsung. 

Post Debate Syndrom, begitulah sebagian warganet kini mengidap kreatifitas tingkat tinggi menggerakkan jari jemari untuk menyusun aneka kutipan pernyataan tiap capres dalam debat. Debat kandidat Presiden pun seolah menjadi abadi dalam jejak digital dilengkapi meme yang kerap membuat kita terpingkal. 

Debat sejatinya menjadi awalan untuk membuat peta penambahan dukungan. Khususnya bagi mereka yang masih belum menentukan pilihan. Dari debat itu pula tercermin runutnya logika berfikir. Tidak sekedar koar-koar janji-janji semata. Namun masing-maisng kandidat langung memaparkan apa yang menjadi target capaian atau solusi berdasarkan masalah sesuai tema. Dalam debat pula, tiap kandidat presiden bisa saling mencari celah pemikiran lawan dari apa yang tersampaikan.

Kamis malam Jumat 17 Januari 2019 lalu memang belumlah menjadi malam keramat bagi 2 pasang cawapres dalam berdebat. Sebagian warganet yang meononton dan menjadi pengaman konon merasa kecewa. Berbagai asumsi untuk mengunggulkan kandidat yang didukung ramai bermunculan. 

Malam itu sejatinya tidak ada istilah kalah menang. Toh, pemungutan suara baru akan digelar pada tanggal 17 April mendatang. Masih tersisa kurang lebih 3-4 putaran debat kandidat lagi yang akan dihelat dan diharap lebih "gayeng' dari debat awal kemarin.

Cawapres 01 sebagai petaha tampil prima. Jokowi secara lugas menyerang pertahanan lawan dengan fakta Hoax RS, hingga dicalonkannya kembali para tersangka korupsi sebagai caleg di partai yang dimiliki capres 02. Masih dengan gaya bicara berjeda, sejatinya begitulah memang lazimnya jokowi berkomuhnikasi sehari hari. BUkan karena debat lantas Jokowi memoles diri. Hanya terkesan lebih garang,  ibarat bermain bulu tangkis, bertubi-tubi Jokowi men-smash pasangan Prabowo Sandi.

sumber Courtesey of Youtube Liputan6.com
sumber Courtesey of Youtube Liputan6.com
Sebuah keseimbangan diciptakan oleh kandidat pasangan calon 01 Jokowi-Ma'ruf Amin. Ketika Jokowi tampil maksimal dalam menyampaikan gagasan, sanggahan hingga jawaban, KH. Ma'ruf Amin selaku cawapres yang mendampingi tetap kalem. Sebab keseimbangan itu tidak selalu dimaknai sebagai pembagian 50 :50. Keseimbangan itu bukan semata-mata pemerataan kesempatan berbicara antara Capres dan cawapresnya.

Debat memang menjadi salah satu bentuk kemasan publik speaking. Namun seni berdebat tidak semata semua yang tergabung dalam tim mendapatkan porsi bicara yang sama. Sebab debat bukan semata ajang unjuk gigi kepiawaian public speaking unsich. Tim yang kompak dalam berdebat justru terlihat dari pasangan Jokowi-Amin. Sejatinya nanti posisi Presidenlah yang akan menjadi garda depan  untuk berbicara dihadapan khalayak. 

Saat mendapat kesempatan menjawab pertanyaan terkait terorisme, KH. Ma'ruf Amin memaparkan dengan penuh totalitas. Pisau analisa pemikiran yang beliau miliki seakan mampu menghuncam degub jantung warga. Selama ini masyarakat cenderung dihantui oleh kata  jihad yang diatasnamakan untuk melakukan serangkaian aksi kejam , brutal dan biadab terorisme . Fasih disebut bahwa "Terorisme bukanlah Jihad".   Dengan nada bicara khas Ulama besar, kalimat yang disampiakan Maruf Amin terdengar sejuk dan meyakinkan.

Sebagai Kyai Khos, Ma'ruf Amin tentu teramat menjaga ucapan. Apalagi di ajang debat. Apa yang disampaikan Ma'ruf Amin tentu jangan sampai menjadi kalimat mubadzir yang justru mengurangi performa Jokowi , Sang kandidat Presiden yang ia dampingi. Begitulah, malam debat membuat saya kian yakin. Jokowi tidak salah memilih wakilnya. Ma'ruf Amin adalah satu dari sekian simbol penyeimbang yang akan menjadikan pemerintahan Jokowi kedepan sarat manfaat bagi masyarakat Indonesia.

Berbeda halnya dengan paslon capres cawapres 02 yang tampil formal dengan setelah jas dan dasi di arena debat. Gaya bicaya Prabowo yang kerap menyisipkan istilah asing misalnya "chief of low enforcement officer", tentu menjadi tanda ada orang asing yang menjadi tim mentor debat Prabowo Sandi. Bukan rahasia umum lagi, gaya bicara demikian juga sudah sedemikian menjadi ciri khas SBY sewaktu menjabat Presiden. Prabowo pada malam debat pun sedikit terlihat kalem, tidak se-revolusioner ketika dia berpidato di depan massa pendukungnya. 

Tidak berbeda halnya dengan Sandiaga Uno yang terlihat berusaha mengimbangi banyaknya pembicaraan seperi halnya Prabowo. Sepertinya pasangan capres cawapres 02 ingin menunjukkan bahwa antara Prabowo dan Sandiaga Uno memiliki kapasitas yang tidak jauh berbeda. Dengan membagi porsi berbicara sedemikian rupa akan terkesan imbang.

Debat putaran pertama terkesan "flat". Jokowi yang terus terlihat menyerang kubu lawan mendapatkan perlawanan yang cukup siginifikan. HIngga saat tema korupsi dilontarkan. Sebuah kejutan yang menggelikan muncul secara spontan dari pasangan Prabowo Sandiaga Uno. Hal itu dipicu saat Jokowi memaparkan fakta ada beberapa kandidat caleg partai yang dipimpin Prabowo mennjadikan tersangka korupsi sebagai caleg. 

Mekanisme internal partai, bahwa nama-nama caleg tentu telah melalui persetujuan dan ditandatangani oleh Prabowo. Dua kali Jokowi mengulang bola panas tersebut ke Prabowo. Sebab dirasa jawaban Prabowo sangat tidak berpihak pada semangat pemberantasan korupsi.

sumber viva.co.id
sumber viva.co.id
Bagaimana mungkin pelaku korupsi kok disamakan dengan maling ayam. Dan dilihat dari besar kecilnya nilai yang dikorupsi. Emosi Prabowo sudah mulai tersulut sebab Jokowi terkesan memojokkan. Ketika upaya Prabowo memotong pembicaraan Jokowi tidak diperbolehkan oleh Ira Koesno selaku moderator, maka entah disengaja atau tidak Prabowo tampil cukup menghibur dengan gaya jogednya yang kocak. 

"Pak mau debat apa mau melawak?" ingin saya tanyakan hal demikian ke yang bersangkutan

Hingga kemudian tanpa diduga, Sandiaga Uno yang menjadi pasangan cawapresnya pun melakukan gerakan yang jauh dari logika etika diatas panggung debat. Alih-alih ingin membuat Prabowo tenang, Sandi dengan penuh percaya diri memijit pundak Prabowo. Seumur-umur, ini adalah debat kandidat Presiden -Wakil Presiden yang membuat saya "ndomblong".

Apa yang dilakukan Sandiaga Uno dalam kacamata saya sebagai perempuan Jawa adalah bentuk "Nranyak". Ketidaksopanan di tempat umum akibat merasa dekat dengan Prabowo, nyata-nyata Sandiaga lakukan. Bukankan ini terkesan menjatuhkan martabat Prabowo sendiri?. Meskipun pada kenyataannya Prabowo adalah sosok penikmat pijit, namun alangkah kurang elok hal itu diperlihatkan saat diatas pentas debat kandidat.

Melihat hal diatas, ada keprihatinan dan rasa "duh...capres -Cawapres 02 masa gitu?.Tanpa sadar, ketika panggung debat menjadi ajang pijit memijit, maka peluang menang Jokowi -Amin pun kian melejit

salam damai 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun