Terhitung mulai artikel ini ditulis dan ditayangkan, genap 94 hari menuju Pilpres 2019 yang teramat dinantikan. Masing-masing Capres beserta tim sukses dan para pendukungnya tentu menanti sebuah kemenangan. Namun di balik semua itu ada hal yang teramat saya nantikan, yakni tidak lagi ada kebohongan ala Prabowo sebagai langgam politik yang terus menerus disuarakan. Alih-alih meneruskan laporan warga, hingga narasi tanpa dasar yang membuat hati dan fikir terasa ngilu tiap kali mendengar dan atau membacanya.
Saing seringnya Capres cawapres 02 ini berbohong, sungguh malas untuk mengingat dan menyebut jenis kebohongan apa saja yang selama ini terus dihembuskan. Â Tanpa data yang akurat , ditambah lidah yang kerap keseleo dengan emosi yang jauh dari kata stabil, Prabowo kerap membuat banyak kalangan merasa jengah atas pernyataannya. Antara kesal, jengkel namun juga prihatin dan kasihan.
Kenapa orang terdekat Prabowo atau mereka yang menjadi tim sukses seolah semakin menjerumuskan Prabowo dengan hal sepele yang akhirnya menjadikan bahan olok-olok netizen. Atau memang itulah karma atas ketidaktulusan niat dalam memimpin negeri ini. Bagaimana tidak,lha wong belum apa-apa sudah menyatakan Indonesia bubar 2030? Atau mengharap kepunahan Indonesia saat dia tidak terpilih nanti. Penggunaan istilah dari bubar, punah saja sudah memperlihatkan sejauh mana kadar optimistik yang ada dalam diri Prabowo.
Belum lagi menyoal data. Janganakan pengetahuan geografi menyangkut letak Haiti yang disebutnya masuk wilayah Afrika, padahal jelas-jelas secara detail Haiti berada di Kepulauan Karibia. Letaknya  di bagian utara Kolombia, masuk menjadi negara bagian  Amerika Selatan. Belum lagi menyoal kondisi perekonomian  yang dibandingkan dengan Indonesia yang konon setingkat kemiskinannya. Â
Alih-alih peduli bidang kesehatan, kebohongan dengan mudah Prabowo ucapkan terkait dengan penggunaan selang cuci darah RSCM yang menurut laporan masyarakat 1 selang digunakan untuk 40 orang. Rasanya sulit untuk memhami nalar Prabowo dalam tiap menyampaikan segala sesuatunya. Saya yang dalam  kondisi sehat secara fisik, ikut merasakan dampak negatif dari apa yang disampaikan Prabowo. Mendadak pusing , mual pertanda asam lambung meningkat jika harus mencerna kebohongan yang dikemas seolah fakta. Apalagi mereka yang secara langsung menjadi objek pernyataan Prabowo. Sakitnya tuh disini Pak...
Untuk menghindari kesakitan akibat efek yang ditimbulkan oleh pesakitannya pak Prabowo, saya pun kerap menyeimbangkannya dengan melihat karya kreatif warganet yang masih logis berfikir. Lahirnya meme hingga pelesetan-pelesetan atas kebohongan Prabowo memiliki kadar edukasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan apa yang disampaikan Prabowo sendiri. Jika tidak percaya, sila dilihat beberapa meme berikut :
Meme ini hanyalah bentuk kreatifitas sebagai penyeimbang kejengahan dan keresahan masayarakat yang sudah antipasi terhadap kebohongan terus menerus. Bukan untuk sekedar mendeskriditkan capres tersebut,melainkan sebagai pengingat bahwa bangsa ini bukan republik dagelan. Salah ucap sekali dua kali itu hal wajar. Tapi jika itu sebuah rangkaian skenario yang sengaja digunakan, di mana letak sehatnya psikis?
Tidak ada satu norma atau kaidah moral hingga dogma agama manapun yang membenarkan laku kebohongan sebagai jalan menuju kebaikan.Yang ada kebohongan itu tidak ubahnya lingkaran setan yang membelennggu. Sekali berbohong, maka sulit untuk berkata jujur. Sementara syarat moral menjadi pemimpin antara lain Jujur. Baik Itu Jujur pada orang lain, jujur pada diri sendiri dan Jujur kepada Tuhan yang diimaninya.
Butuh imunitas tingkat tinggi manakala racun tersebut dihembuskan terus menerus sebagai senjata perang urat syaraf demi memenangkan kontestasi Pilpres 2019. Sungguh saya jengah, adakah orang-orang dilingkar capres 02 justru merasa bungah? Jika demikian halnya siapa yng "sakit" di antara kita? Bukankan mewujudkan masyarakat sehat jiwa raga adalah bagian dari misi yang harus diwujudkan seorang pemimpin atas masayarakat yang dipimpinnya?
Semoga Capres Cawapres 02 lekas meninsyafi...sebab jika kebohongan itu terjadi lagi, rasanya para emaks pun akan melakukan dialog imajiner dalam hati sanubari masing-masing. Kurang lebih begini:
"Bang....Adik lelah hayati"..
"mau sampai kapan adik abang bohongi"
"Mending kita End saja nanti"
"Jangan salahkan adik, jika pilres 2019 nanti adik pilih Jokowi"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H