Ada pepatah mengatakan banyak jalan menuju Roma. Demikian pula halnya untuk urusan liburan. Sebagai seorang pejalan, lebih tepatnya orang yang hobby dan kerap melakukan perjalanan, saya memaknai setiap perjalanan yang saya tempuh sebagai bentuk liburan  tersendiri.
Bukankah berlibur adalah hak setiap bangsa dan individu yang berdiam di dalamnya. Baik itu perjalanan dengan rombongan ataupun seoarang diri, Â saya selalu menikmati tiap moment yang membuat saya terhindar sejenak dari rutinitas.
Adakalanya saya menempuh perjalan yang tidak lazim. Â Layaknya sebuah liburan anti mainstream, saya pun kerap menjelajah tempat-tempat yang dalam kacamata umum adalah tempat biasa, namun menurut saya tempat itu punya sisi istimewa.Â
 Jika biasanya liburan itu memiliki jadwal khusus, maka saya kerap merubah hari kerja untuk berlibur. Ini salah satu trik agar kita terkesan lebih private ketika  berada ditempat-tempatyang menjadi tujuan liburan. Maklum, biasanya akhir pekan merupakan agenda bersama orang berlibur secara kebanyakan. Seperti misalnya saat libur akhir tahun atau libur tahun baru.
Akhir pekan lalu misalnya. Sesaat setelah merampungkan aktifitas bersama  vlogger Kompasiana di Ibukota, saya memilih untuk singgah terlebih dahulu di Purwokerto , salah satu kota di kawasan Republik Ngapak.
Saya kerap memutuskan untuk pergi ke suatu tempat begitu saja. Biasanya sih tak jauh dari tujuan utama sekedar berwisata kuliner. Seperti yang kerap dilakukan orang Jakarta yang pergi ke Bandung sekedar untuk makan siang atau makan malam. Anti mainstream bukan?.Â
Perjalanan Fantastis dengan Budget Ekonomis :
Banyak  alternatif transportasi untuk menuju Purwokerto, baik itu Bus Antar Kota Antar Propinsi ataupun kereta api baik eksekutif, bisnis atau Ekonomi. Untuk sementara jika ingin naik pesawat maka rute penerbangan ke Jogja bisa menjadi alternatif pilihan. Maklum , Bandara jenderal Soedirman di Purbalingga saat ini masih dalam proses pembangunan. kemudian Yogya -Purwokerto bisa ditempuh dengan bus, kereta atau kendaraan jasa travel dengan waktu tempuh sekitar 4 jam perjalanan.
Waktu yang fleksibel menjadi awal dari cerita perjalanan saya menuju Purwokerto, kota di bawah kaki gunung Slamet yang menjadi tempat wisata lokal di Jawa Tengah Bagian Selatan. Setelah menunda kepulangan beberapa kali, Â tiba saat berburu tiket kereta ekonomi subsidi untuk singgak liburan sejenak dengan perjalanan yang menantang. .Â
Ada prinsip yang selama ini saya pegang, jika bisa menikmati liburan fantastis dengan budget ekonomis  kenapa tidak?. Karena prinsip hemat itu pula, HP saya tersupport dengan aplikasi Pegipegi. Alhasil pemenuhan kebutuhan liburan dari mulai transportsi dan akomodari pun cukup dengan menggerakkan jari jemari. Â
Kereta serayu memiliki 2 kali jadwal keberangkatan , yakni jam 09.15 pagi dan 21.00 malam. Perjalanan pagi sangat recomended jika ingin menikmati suguhan pemandangan yang membuat refresh mata, fikiran dan perasaan. Pilih kursi yang dekat dengan kaca jendela agar mata lebih leluasa. Atau bisa juga memilih gerbong paling belakang, agar bisa melihat pemandangan dari kaca jendela kereta yang membelakangi laju kereta.
Tak sedikit penumpang yang melakukan hal yang sama. Awas jangan sampai ketinggalan kereta ya. Lekas naik kembali ke kereta manakala pihak stasiun mengumumkan bahwa kereta akan kembali diberangkatkan.Â
Memantaatkan waktu 5-7 menit di stasiun Purwakarta untuk mengabadikan pemandangan tumpukan gerbong, bisa dilakukan oleh pejalan yang menyukai tantangan untuk memacu adrenalin. Turun naik gerbong dengan limit waktu sedikit, resiko tertinggal kereta tentu menjadi pengalaman pahit jika hal itu sampai terjadi.
Sesaat setelah jembatan SasakSaat, penumpang kereta akan masuk ke terowongan Sasaksaat selama kurang lebih 8 menit. Lorong gelap menghadirkan nuansa yang berbeda ditengah deru laju kereta.Saya pun menyempatkan diri merekam menit-menit kereta sebelum, pada saat dan setalah memasuki terowongan Sasaksaat, dan mengunggah di Instagram.
Ternyata banyak pedagang di luar pagar stasiun yang menawarkan aneka makanan dan minuman ala kaki lima. Pecel anti maentream menjadi salah satu menu yang sempat saya coba. Seperti pecel dibandrol dengan harga 10 ribu saja.
Rasa segar pecel Cipeundey diakibatkan dominannya  beberapa campuran sayur mentah seperti mentimun dan selada air. tekstur sayurannya pun lebih crunchy karena beberapa jenis sayur seperti Kubis dan taouge dimasak setengah matang.
Percakapan diantara penumpang dengan logat masing-masing pun seoalah menjadi backsound perjalanan yang mengesankan. Keramahtamahan masyarakat Indonesia memang sudah diakui dunia.
Ya, Indonesia kaya akan ragam budaya, termasuk dialek, logat bahasa lokal yang jika kita cermati bisa menjadi kekayaan wisata yang cukup potensial jika disertai dengan inovasi yang menyertai.
Kampung Ngapak, Kampung Nyarios Sunda dan kampung-kampung dengan kultur masyarakat lokal harusnya mampu menjadi tempat wisata unggulan Indonesia. Saatnya kekayaan khasanah budaya  memberi gambaran masa depan potensi wisata lokal meski  belum tergarap dengan maksimal. Di mana orang datang ke kampung tersebut untuk belajar berinteraksi dengan masyarakat lokal, belajar bahasa lokal hingga adanya akulturasi budaya. Semacam wisata edukasi dan wisata budaya. Meski saya yakin, perangkat penunjang seperti kamus bahasa lokal sudah ada di beberapa daerah, antara lain kamus bahasa Banyumasan (ngapak).
Penjalanan panjang anti mainstream yang saya nikmati memerlukan waktu tempuh kurang lebih 11 jam. Lumayan lama namun suasana mampu mengalahkan lelah perjalanan. Menjelang Magrib perjalanan membawa saya memasuki perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah Bagian Selatan. Kelok tajam kereta api dapat dirasakan hampir di sepanjang perjalanan hingga jalur Tasikmalaya-Ciamis- Banjar.Â
Ada Pemandangan yang terlewatkan saat hampir memasuki tujuan akhir. Lepas maghrib kereta bergerak menuju Kroya atau kerap diplesetkan dengan Korea ala Jawa. Sayang, pemandangan bendung gerak kali Serayu sudah tidak bisa dilihat dari kaca jendela akibat hari sudah gelap.Â
Masih di ruang kedatangan stasiun  Purwokerto,Jari jemari saya kembali berselancar di layar ponsel. Mencari akomodasi dengan budget ekonomis terasa menyengkan dengan Pegipegi. Dalam hitungan menit saya pun sudah mendapatkan penginapan hemat di lokasi strategis tak jauh dari jalur wisata terkenal Baturaden.Namun juga tidak jauh dari pusat kota.
Dengan budget sekitar 80 ribuan saja, istirahat malam saya akan maksimal untuk mengumpulkan energi esok pagi menikmati suasana Purwokerto , Kota Ngapak.
 Hanya dengan menunjukkan layar ponsel kepada petugas resepsionis. Kunci kamar langsung saya dapatkan. Kondisi penginapan mulai dari depan , ruang resepsionis , kamar hingga fasilitas lain sesuai dengan apa ang diinformasikan di laman pegipegi. Dijamin memuaskan dan tidak ada komplain. Malam itu pun saya menikmati istirahat di Kota Ngapak.Â
Bugdet penginapan ekonomis membawa saya pada petualangan baru menikmati kamar kapsul yang bersih, nyaman dan mengesankan. Kupon makan yang diberikan membuat saya manggut-manggut, esok ada sarapan yang disediakan. luar biasa hemat bukan?.
Kota kecil sempat menjadi kota yang pernah saya tinggali beberapa tahun lalu. Tentu kondisinya sudah banyak berubah kini. Wisata kuliner, City tour dan mencari destinasi baru selain yang sudah terkenal pun saya lekatkan dalam angan.
Tak Sabar rasanya untuk menikmati Mendoan, Sroto, dan panganan khas purwokerto lainnya. Ya, kota ngapak satu ini terkenal dengan beberapa kuliner khas yang berbeda dari kebanyakan tempat.
Sebut saja Sroto atau soto. Mendoan atau tempe setengah matang hingga getuk yang digoreng. Penasaran bukan? Simak ulasan kuliner dalam tulisan saya berikutnya ya. Hemat dan mudahnya Pegipegi sungguh memanjakan petualangan kali ini. Saya pun bersiap untuk terlelap di hotel nyaman dengan budget ekonomis nan fantantis.
Sssttt mimpi wisata kuliner ekonomis nan fantantis malam ini dulu sebelum esok benar-benar terealisasi..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H