Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bahu Membahu Menghapus Jejak Likuifaksi di Palu, Donggala dan Sigi

9 Oktober 2018   23:57 Diperbarui: 10 Oktober 2018   17:24 3214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : redaksiindonesia.com

Tulisan dalam foto yang terpasang menjadi saksi bisu. Antara bahagia telah selamat dari bencana. Sekaligus duka melihat tempatnya beraktifitas kini rata. 

Reruntuhan rumah itu hanyalah secuil dari gambaran bencana yang melanda Palu, Donggala dan Sigi. Sementara di beberapa lokasi lain, bekas reruntuhan terkubur dalam lumpur yang menyembul.

Alam kembali memberi cobaan bagi Indonesia. Bertubi bencana melanda. Mencari pahlawan atau kambing hitam atas kondisi yang porak poranda tentu bukanlah hal yang patut dikedepankan. Jerit ketakutan, isak tangis, kepanikan  terekam dalam ingatan. Awalnya, saya  hanya mengira bencana itu  hanya gempa, tak ubahnya gempa Lombok sebelumnya.

Hingga kabar tsunami tersiar resmi. Gambaran kejadian tsunami Aceh pun kembali lekat. Doa-doa dan ucapan turut berduka atas peristiwa alam yang mengguncang beberapa wilayah Sulawesi Tengah merebak di hampir semua media, tak terkecuali media sosial.

Tsunami ternyata  belum cukup menjelaskan apa yang melanda 3 wilayah yang tampak parah. Palu, Donggala dan Sigi alami Likuifaksi. Awam kami menyebut fenomena alam yang mengakibatkan daratan seketika berubah menjadi lumpur, menelan semua apa yang berada di atasnya. Sungguh bukan tsunami terlebih gempa biasa. Detik-detik pergerakan tanah yang disertai angin kencang beredar dalam bentuk rekaman video. 

infografis beritagar.id
infografis beritagar.id
Hampir dua minggu likuifaksi berlalu. Nama likuifaksi yang terkesan apik diucap secara ilmiah. Sungguh sangat  tidak  ramah. Jejaknya tinggalkan duka mendalam bagi para warga. 

Beberapa Lokasi yang alami likuifaksi, kini rata seperti mengubur peradaban yang pernah ada. Masyarakat tentu tak berdaya menghadapi pilunya duka kehilangan sanak keluarga. Meski sejatinya para pendahulu warga Palu mengenal Likuifiksi dalam istilah lokal yang disebut Nalodo.

Ribuan nyawa menjadi korban jiwa. Belum lagi yang mengalami luka-luka, tentu berkali lipat jumlahnya. Belum lagi harta benda dan aset yang belum terhitung secara materil telah musnah ditelan gejolak alam dan likuifaksi dan menyertainya. Hanya keikhalasan dan ketabahan mendalam yang dibutuhkan oleh para handai taulan. 

Apa yang tersisa kini, harus menjadi titik awal bagi warga Palu, Donggala dan Sigi bersiap untuk berbenah. Menghapus jejak likuifaksi, tak bisa dengan serta merta dalam sekejap mata. Perlahan tapi pasti. Kenangan warga akan harta benda dan kerabat yang hilang bak ditelan bumi itu harus dihapus meski tak mudah.

sumber Infografis BNPB
sumber Infografis BNPB
Gerak Cepat Pemerintah  

Dalam suasana duka, pemerintah hadir di tengah warga. Itu yang kerap menjadi sorotan media. Dari sosok Menteri sosial yang menggendong anak korban gempa.

Hingga Presiden Jokowi yang ditanya anak bernama Izrael apakah bisa diajak serta ke Jakarta saat berada di lokasi bencana. Anak-anak tidak mungkin berbohong. Kejujuran dan kepolosan mereka itulah yang menjadi  bukti bahwa pemerintah sudah sedemikian tanggap atasi bencana. Menyentuh tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat fisik-materil semata, melainkan pula mengedapankan keagungan jiwa-jiwa pasca trauma.

Tidak bisa penanggulangan korban tsunami yang disertai likuifaksi dilakukan dengan Grasa Grusu. Pendekatan kemanusiaan tentu berbeda dengan pendekatan kekuasaan. Penanganan bencana tidak bisa diskenario sedemikian rupa dalam batas waktu tertentu. Kesabaran, keseriusan dan kekompakan untuk kerja bersama itulah menjadi sisi lain penanggulangan bencana.

Pemerintah tidak berdiri sendiri dalam hal ini. Segenap jajaran yang menyertainya turut serta mengambil tupoksi sesuai dengan bidang yang dikelola selama ini. Perlahan, pembenahan sarana penerangan, transportasi khususnya ketersediaan BBM, beserta dibukanya akses komunikasi diupayakan semaksimal mungkin.

Belum lagi tingginya nilai gotong royong antar daerah. Inilah wujud nyata bahwa duka Palu, Donggala, Sigi adalah duka Indonesia. Hampir semua pemerintah daerah mengirimkan dukungan bantuan baik itu relawan hingga bantuan untuk pemenuhan kebutuhan korban.

Lapar, haus, dan segala kondisi yang menyertai ketidakstabilan emosi jelas akan dapat diredam tidak saja dengan pasokan bahan makanan. Jaminan bahwa wilayah bencana akan terpulihkan menjadi sebuah optisme yang harus disematkan pada warga yang telah menjadi korban. Pemulihan mental menjadi hal yang harus dikedepankan. Menghapus pesimisme ditengah kesedihan yang mendalam. 

Tidak lagi berfikir tentang berapa besar kerugian akibat gempa. Pemerintah mengoptimalkan kinerjanya melalui sigapnya Kementrian untuk hadir di lapangan, jejaring BUMN, hingga sektor swasta untuk terus meringankan kondisi pasca bencana di beberapa lokasi sentral. 

Ketersediaan BBM di lokasi bencana menjadi sangat vital. BBM berperan penting untuk menggerakkan laju sarana transportasi hingga mendukung sarana penerangan di lokasi fasilitas umum seperti rumah sakit dan tempat-tempat penampungan sementara tentunya.

sumber : redaksiindonesia.com
sumber : redaksiindonesia.com
Ketersediaan BBM di Palu dan beberapa wilayah gempa yang melanda sebagian wilayah Sulawesi Tengah ini menjadi indikator Bangkitnya Palu. Geliat warga yang antri di beberapa terminal SPBU menjadi geliat positif bahwa korban gempa terkuatkan. Nyata, sepekan setelah terjadinya bencana, akses bandara pun dapat menunjang migrasi warga korban bencana yang diungsikan kewilayah Makassar dengan menggunakan Pesawat TNI AU.

Bahu Membahu Lintas Daerah

Seperti halnya syair lagu yang menyebut "sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia", Bencana yang kerap melanda menguatkan gotong royong. Ya, bukan hanya pemerintah pusat yang mengupayakan pulihnya Palu, Sigi dan Donggala pasca bencana.

Satu persatu pemerintah daerah baik itu setingkat Gubernur atau Bupati atau Walikota menunjukkan wujud nyata empati mereka dengan mengirimkan Bantuan. Sebut saja Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang mengirim bantuan berupa uang dan dokter ortopedi ke lokasi bencana. Demikian pun dengan Provinsi Jawa tengah, DIY. Merata, bukan hanya pemerinta daerah di Pulau Jawa saja yang turut meringankan korban bencana Palu, Donggala dan Sigi. Pemerintah Provinsi Maluku misalnya memberikan bantuan uang melalui transfer.

Bantuan dari ujung Papua sana pun turut serta meringankan duka bencana Sulawesi Tengah ini. Tak ketinggalan DKI sebagai provinsi yang menjadi Ibu kota Republik, konon menggelontorkan anggaran sejumlah 60 Milliar Rupiah untuk alokasi bantuan gempa di Palu dan sekitarnya. Tentu dalam suasana pemulihan pasca bencana, tidak dicari siapa yang paling getol menunjukkan bantuan dari segi jumlah terbesar. 

Dalam pemulihan bencana, kecerdasan emosional menjadi unsur dasar yang harus disertakan. Jangan sampai membantu doa dan materil pun tidak, yang ada malah mencela upaya pemerintah dan membuat gaduh di tengah duka. 

sumber beritagar.id
sumber beritagar.id
Referensi Bacaan: Terkait tema 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun