Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Grusa-grusu", Sebuah Pengakuan Capres Ceroboh

8 Oktober 2018   18:55 Diperbarui: 8 Oktober 2018   19:14 1171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiada gading yang tak retak, demikian pepatah bijak mengajarkan kepada kita untuk menjadi pribadi yang berbesar hati atas ketidaksempurnaan. Manusia tempatnya salah dan khilaf, maka memaafkan menjadi sikap terpuji sekaligus menjadi hal yang patut untuk direnungi. 

Terkait pengakuan sekaligus permintaan maaf "Sang Pencipta Hoax"terbaik abad ini, sudah barang tentu menjadi bara panas yang siap membakar siapa saja yang mengikuti pemberitaannya. Tak terkecuali pasangan Capres Cawapres 02, Prabowo Sandi. Jelas-jelas pasangan Capres Cawapres inil telah menyempatkan diri menggelar konferensi Pers.

Hanya berselang kurang lebih 24 jam, Prabowo harus menganulir pernyataan yang ternyata masih dugaan tentang penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet ( RS). Tak tanggung-tanggung, Prabowo menyebut kata Represif sebagai sebuah lontaran.  Itu seolah dtujukan kepada rezim pemerintahan yang menjadi rivalnya pada Pilpres 2019 mendatang. Prabowo seketika itu memperlihatkan betapa dia mengayomi RS sebagai bagian dari badan  pemenangan nasional. 

Malam Tempe, Sore Kedele

Tak dinyana, air susu dibalas air tuba. Falsafah Jawa menyebut Esuk Tempe Sore Dele (kedelai). Menyesuaikan dengan koronologis,  falsafah Jawa tersebut sedikit saya gubah. 

Malam Tempe, Sore Dele. Tidak terbayang sebelumnya di jagad media sosial, seorang Ratna Sarumpaet,  orang yang mendapatkan pengayoman dari Sang Jenderal malah membuat pengakuan 180 derajat dari pembelaan yang dia dapatkan. itulah kenapa saya menyebut Malam itu menjadi Malam Tempe. 

Layaknya tempe, pernyataan Capres malam itu begitu nikmat disantap semua elemen pendukungnya. Terlebih dalam kondisi panas .Meski viliditas tempenya sungguh sepersepuluh kali lebih tipis dari tempe ATM. 

Sekelas tokoh reformasi, Amin Rais pun terlihat turut mendampingi. Peluncuran tempe malam itu didukung penuh segenap barisan pemenangan, dari Panglima tertinggi, para Jubir hingga segenap penggembira.

Hanya keluarga Cikeas saja yang terlihat kurang begitu berselera dengan tempe malam itu. Mungkin karena semasa pemerintahan SBY, RS kerap pula melontarkan kritik pedas, sehingga membuat ring 1 cikeas tak cukup berselera. Hanya satu dua orang pengurus DPP Demokrat saja yang turut meramaikan dramas singkat penganiayaan ala RS di klinik bedah kecantikan. 

Kicauan Hanum Rais, Rachel Maryam,  turut  membuat tempe terus dalam kondisi hangat. Tempe pun laris manis tersuguh di berbagai media, terlebih media sosial.  

Prabowo sukses tampil sebagai "hero" yang mengemas rumors penganiayaan RS lebih dari sekedar empati. Malam Tempe tetap bertahan hangatnya hingga pagi bahkan saat siang menjelang. Turut pula meramaiakan, perang urat syaraf  ala Cebby (cebong) dan Mpret (Kampret).

Riuh Redam malam tempe siapa sangka sore hari berubah menjadi kedelai. Logika terbalik dari proses pembuatan tempe yang prosesnya alami. Harusnya memang Malam Kedelai, Pagi/siang/sore menjadi tempe. Seolah ingin menciptakan Tempe sachet instan, malam itupun simsalabim tempe tercipta tanpa melalui serangkain proses pada mestinya. Logika terbalik bukan saja terkait malam tempe sore kedele. Melainkan saat capres 02 bersedia turun kelas seolah menjadi juru bicara atas kondisi RS. Benar-benar dunia terbalik.

Sumber : Kompas.com
Sumber : Kompas.com
Hingga Malam tempe , sore Kedele pun tiba. Permintaan maaf dengan mengkambing-hitamkan entah setan dari mana, muncul dari mulut RS. Aktivis perempuan seheroik RS juga manusia. Punya khilaf dan salah. Tapi sepertinya, kebohongan yang RS ciptakan bukan lagi khilaf semata, melainkan mental akut. 

Ratna sore itu menggali istana pasir atas sikapnya selama ini. Semua seringai gahar aktifis perempuan yang dia miliki "ambrol" hanya dengan sebuah fakta. Memar dan bengkak diwajahnya  efek Operasi Plastik di RS Bina Estetika. Bukan penganiayaan seperti yang dikabarkan oleh para pentolan tim capres 02, hingga capresnya sendiri pun turut turun tangan.

Tidak dapat dielakkan lagi, jagad medsos geger, gempar menenggelamkan duka bencana di sebagian  Sulawesi sana. Ironis. Tiada hal yang patut ditiru dari lelucon operasi plastik yang dibungkus kebohongan menjadi kabar penganiayaan. 

Celakanya, kebohongan itu begitu sistematis dimunculkan oleh ring satu Prabowo. Ini murni kebohongan RS seorang, atau strategi managemen konflik layaknya artis yang gagal di tengah jalan? Mungkin mereka lupa, zamannya sudah berbeda. Secanggih-canggihnya Kebohongan RS, masih canggih metode dan deteksi data dan fakta dari kepolisian.

sumber : Grid.id
sumber : Grid.id
"Grasa Grusu", pengakuan yang ambigu

Kebohongan RS yang semula dibela penuh oleh Prabowo beserta tim menjadi cermin bagi kita. Tentang keburukan yang melingkupi pucuk pimpinan. Ujian bagi Capres 02 ini dikerjakan beramai-ramai, seolah tengah mengerjakan tugas kelompok saja. 

Kurang dari 2x 24 jam, tokoh sentral dalam kelompok itu kembali muncul. Mengikuti Jejak RS, Prabowo meminta maaf sekaligus turut membuat pengakuan bahwa dirinya "Grusa Grusu".

Reaksioner atau reaktif, begitulah frasa "Grusa Grusu" memiliki sepintas  artian. Selebihnya grusa grusu menjadi bentuk kecerobohan. Tentu hal ini identik dengan sifat negatif yang seyogyanya tidak dimiliki oleh pucuk pimpinan. Apalagi sosok tersebut ikut dalam kontestasi pilpres 2019.  Bila melihat dari latar belakang sosok Prabowo, mustinya grasa grusu itu tidak muncul dalam tindakannya menjelang pilpres 2019. 

Sebagai seorang yang penah menjadi Pangkostrad, Prabowo "kecele".Mestinya dia mampu melawan lupa, bahwa bahwa orde baru telah lama berlalu. aman milenial menjadi babak baru dimana jejak digital bisa dengan mudah terlacak. Kepolisian sudah melakukan reformasi bebsar-besaran dan memiliki nomenkaltur kesatuan hingga masuk wilayah cyber army. Tak pelak lagi, pengakuan Grasa grusu dari Prabowo adalah sebuah uangkapan atas lemahnya kondisi  internal. Baik secara team terlebih personal.

Bagaimana mungkin memujudkan visi misi kepeimpinan untuk Indonesia Raya, jika dalam lingkup kecil saja seseorang kecele, akibat grasa grusunya. Tentu ini bukan semata atas nama Prabowo saja. Melainkan tim yang selama ini melingkupi sosok capres 02. Ambigu memang jika sekelas Prabowo harus menjadi grusa grusu. Sebab hal itu identik dengan sifat ketidaksabaran, ingin cepat-cepat, potong kompas dan sejenisnya.

Nah, terkait pengakuan grusa grusunya Prabowo, mungkinkan ini tidak saja menyangkut hoax Ratna Sarumpaet? Atau jangan-jangan ini makna ambigu bahwa memang Prabowo sejatinya sedang mengakui bahwa secara tidak langsung dia ingin lekas menjadi Presiden. Bahkan dengan jalan potong kompas sekalipun dengan sebuah skenario besar yang belakangan marak diperbincangkan di dunia sosial Media. Bahwa di balik Hoax Ratna Sarumpaet tersimpan sebuah upaya menggoyang Pemerintahan dengan cara yang tidak biasa.

Ya, Grusa grusu itu memang ambigu. Sekelas Prabowo masa begitu?!

Salam Damai Penuh Kasih, 

Love and Peace

sumber bacaan : 

1,2, dll terkait tema diatas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun