Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Satu Kalimat Bijak Jenderal Soedirman Ada Pada Diri Jokowi

23 September 2018   00:44 Diperbarui: 23 September 2018   01:18 2312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
josefshomperlennews.com

Saat melihat gambar Panglima Besar Jenderal Soedirman bersanding dengan Jokowi dengan atribut dan gaya yang sama apa yang anda fikirkan?. Tentu bermacam tanggapan mulai dari yang lurus, tanda tanya hingga komentar miring akan bermunculan .Mari sejenak kita santai mamandang dua  foto yang bersanding diatas. Bukan untuk menyamakan keduanya, lha wong memang sosoknya jauh berbeda. 

 Gambar bersandingnya Jenderal Soedirman dan Jokowi bukan dibuat untuk menjadi media kuiz menakar ketelitian dalam mencari perbedaan atau persamaan diantara keduanya. Serupa tapi tak sama. Begitulah realitas jelas berkata. Sejauh kita membandingkan keduanya, sejauh itu pula ada persamaan yang tampak. Kemiripan fisik, tentu bukan hal yang istimewa. 

Sebagai orang yang pernah berproses di sebuah universitas negeri yang menandang nama Jenderal Soedirman saya pun tertarik untuk menelusuri apa kiranya yang membuat Jokowi terlihat pas ketika mengenakan atribut Jenderal Soedirman. Bahkan sekelas aktor pemeran dalam Film Soedirman pun kurang "kewes" membawakan perawakan dan perwatakan Jenderal ahli gerilya yang lahir di Purbalingga. Lagi-lagi bukan ditilik dari segi fisik.

Jokowi yang berperawakan tipis, maaf kata "kerempeng" , (nuwun sewu lho pak), bukanlah sosok tinggi tegap berisi yang selama ini dimiliki oleh figur-figur top leader yang kesannya ideal. Tentu perawakan yang jauh dari unsur berisi itu yang membuat Presiden RI bisa sedemikian lincah. dari blusukan, naik motor cross hingga bersiap memenangkan pilpres 2019 nanti. Perawakan ini tidak berbeda jauh dengan sosok Jenderal Soedirman.

Mungkinkah postur Jokowi yang demikian itu memang telah ditempa oleh sekian banyak laku kehidupan?. Maklum selama mengalami kenaikan level jabatan dari mulai Walikota Solo- Gubernur DKi hingga Presiden RI, berat badan Jokowi terlihat stabil. Badannya ya segitu-segitu saja. Tidak ada lonjakan berat badan efek terlena oleh fasilitas atau pola konsumsi menu makanan. Stabilnya fisik Presiden kita menjadi tanda pengelolaan managemen diri yang patut untuk ditilik. 

Ekspresi wajah Jokowi yang bagi sebagian hatersnya kerap menjadi cemoohan, adalah bentuk ekspresi alami yang tidak dibuat-buat. Jokowi yang apa adanya justru membuat banyak orang bertanya : Jokowi ada apanya?!. Kenapa dia bisa sekuat itu bertahan menghadapi cibiran yang ditujukan untuk menggoyang pemerintahannya?.  Jokowi bukan pula orator ulung mampu memainkan dinamika nada suara yang berapi-api di atas podium. Suara pak Jokowi cenderung cempreng. Kecemprengannya tertutup dengan nada rendah yang mendominasi ada suara Jokowi. Kadang-kadang medok Jawanya menyembul diantara bahasa Ibu yang resmi dia gunakan. 

Tak ingin berlarut-larut menulis sesuatu yang dianggap kekurangan  dalam sosok Presiden Jokowi saya pun beralih ke prestasi Jenderal Soedirman. Taktik perang Gerilya ala Soedirman meninggalkan jejak perjuangan yang sedemikian luas. Jejak perjuangan PB Soedirman tidak hanya berada di kawasan Jawa Tengah - Daerah Istimewa Jogjakarta saja saja, namun juga meluas hingga ke wilayah Jawa Timur tepatnya di sebagian wilayah Pacitan, Ponorogo, Kediri, Nganjuk hingga Madiun. 

josefshomperlennews.com
josefshomperlennews.com
pinterest.com/akoito2791
pinterest.com/akoito2791
Gerilya ala Jenderal Soedirman, Jokowi dengan Gaya Blusukan

Perang gerilya begitu lekat dalam sejarah perjuangan Jenderal Soedirman. Begitu juga istilah Blusukan yang melekat pada sosok Jokowi selama menjalankan kepemimpinan semenjak di Ibukota Republik. Taktik Soedirman  begitu senyap melawan penjajah. Sementara spontanitas Jokowi kerap mengundang tawa dan bahagia warga yang bertemu dengannya. Keduanya jelas berbeda dan tidak mungkin persis sama.

Sebuah novel sejarah berjudul 695 KM Jejak perjuangan Gerilya Sudirman terbit tahun 2015.  Akankah pula disusul terbitnya sebuah buku bertajuk ribuan KM Jalan di Pedalaman timur Indonesia yang dibangun atas kebijakan insfrastruktur pemerintahan Jokowi. Kebijakan Infrastruktur era Jokowi tak sebatas pada jalan dan jembatan saja. Rilis PUPR 19 September 2018 lalu menyebut bahwa rentangwaktu 5 tahun pemerintahan Jokowi telah melakukan pembangunan 65 bendungan.  

Total bendungan tersebut akan mampu mengairi 482.751 Ha sawah produktif yang terdiri dari 16 bendungan lanjutan dan 45 bendungan baru. Keseimbangan insfratruktur di garis perhubungan dan ketahanan pangan merupakan kombinasi pembangunan yang visioner. Inilah sebuah jejak pembangunan Jokowi dengan ciri khasnya selama ini.

Performa fisik, jejak perjuangan dan kebijakan pembangunan antara Jenderal Soedirman dan Jokowi coba saya ungkap dalam kacamata sederhana. Terlepas bahwa keduanya tumbuh di sebuah entitas masyarakat yang berbeda budaya, bukanlah sesuatu yang saling bertolak belakang. 

Jokowi lahir dan tumbuh di lingkup eks- karasidenan Surakarta (Boyolali hingga Solo). Sementara Soedirman lahir dan bertumbuh di wilayah eks- karasidenan Banyumas (Purbalingga hingga Cilacap). 

Entitas budaya yang saray akan kearifan lokal membentuk kepribadian dan jatidiri yang saling menguatkan. Kedua nya mampu menjadi sosok terbaik putra bangsa pada era dan bidang yang berbeda. 

Jenderal Soedirman ditempa melalui perjuangan militernya. Sementara Jokowi memiliki anugerah talenta wirausaha. Bukan sebuah dikotomi miter- sipil yang dimunculkan untuk menarik garis pembeda. 

Bukankan negeri tercinta ini disatukan oleh semangat Bhineka Tunggal Ika.  Perbedaan itu sebuah kekuatan yang harusnya menyatukan. Satu hal yang patut direnungkan, diantara sekian banyak kata-kata bijak Jenderal Soedirman yang terpatri menjadi semangat bagi generasi penerus, adalah 1 kalimat yang diam-diam melekat pada sosok Jokowi.

"Tak ada yang lebih kuat dari kelembutan, tak ada yang lebih lembut dari kekuatan yang tenang.

Satu kalimat Bijak Soedirman  itu yang saya lihat ada pada Jokowi

Satu kekuatan Jokowi yang selama ini membuatnya kuat ditengah turbulensi kepemimpinan Republik

Satu sikap, sifat dan karakter Tenang

Satu dan memang hanya Satu Presiden seperti Jokowi

itulah kenapa setidaknya untuk 5-6 tahun kedepan,  Indonesia masih membutuhkan kepemimpinan# Jokowi1xlagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun