Performa fisik, jejak perjuangan dan kebijakan pembangunan antara Jenderal Soedirman dan Jokowi coba saya ungkap dalam kacamata sederhana. Terlepas bahwa keduanya tumbuh di sebuah entitas masyarakat yang berbeda budaya, bukanlah sesuatu yang saling bertolak belakang.Â
Jokowi lahir dan tumbuh di lingkup eks- karasidenan Surakarta (Boyolali hingga Solo). Sementara Soedirman lahir dan bertumbuh di wilayah eks- karasidenan Banyumas (Purbalingga hingga Cilacap).Â
Entitas budaya yang saray akan kearifan lokal membentuk kepribadian dan jatidiri yang saling menguatkan. Kedua nya mampu menjadi sosok terbaik putra bangsa pada era dan bidang yang berbeda.Â
Jenderal Soedirman ditempa melalui perjuangan militernya. Sementara Jokowi memiliki anugerah talenta wirausaha. Bukan sebuah dikotomi miter- sipil yang dimunculkan untuk menarik garis pembeda.Â
Bukankan negeri tercinta ini disatukan oleh semangat Bhineka Tunggal Ika. Â Perbedaan itu sebuah kekuatan yang harusnya menyatukan. Satu hal yang patut direnungkan, diantara sekian banyak kata-kata bijak Jenderal Soedirman yang terpatri menjadi semangat bagi generasi penerus, adalah 1 kalimat yang diam-diam melekat pada sosok Jokowi.
"Tak ada yang lebih kuat dari kelembutan, tak ada yang lebih lembut dari kekuatan yang tenang.
Satu kalimat Bijak Soedirman  itu yang saya lihat ada pada Jokowi
Satu kekuatan Jokowi yang selama ini membuatnya kuat ditengah turbulensi kepemimpinan Republik
Satu sikap, sifat dan karakter Tenang
Satu dan memang hanya Satu Presiden seperti Jokowi
itulah kenapa setidaknya untuk 5-6 tahun kedepan, Â Indonesia masih membutuhkan kepemimpinan# Jokowi1xlagi.