Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Erick Thohir, "Political Darling" dan Sukses Jokowi Pada Pilpres 2019

13 September 2018   17:37 Diperbarui: 13 September 2018   18:37 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika bintang sudah menempati  orbit yang tepat, sinarnya tidak hanya mampu menarik perhatian semua kalangan. Konon, perpindahan gerak sang bintang (dimana para awam menyebutnya dengan bintang jatuh) pun diyakini akan membawa keberuntungan bagi orang yang melihatnya.

Demikian saya meng-ibaratkan kemunculan sosok  Erick Thohir yang belakangan menjadi sorotan banyak pihak.  Dari para pengusaha ,politisi, tanpa kecuali kalangan emak-emak hingga generasi zaman now. 

Hadirnya Erick Thohir (ET) di jagad perpolitikan nasional  menjadi sebuah  fenomena politik masa kini yang menarik untuk dicermati. Tak Ubahnya kemunculan Jokowi pada Pilgub DKI tahun 2012 lalu. 

Jokowi  mampu tampil beda dengan trend blusukan dan menjadi media darling. Nyata, Jokowi membawa keberuntungan politik hingga sukses meraih kursi Presiden tahun 2014. .

Lantas bagaimana dengan ET? Sukses memegang tongkat komando perhelatan  Asian games 2018, tentu bukan prestasi yang bisa dianggap biasa-biasa saja.  Semoga dibalik segala prestasi yang dimilik ET, dia juga bisa menjadi "ndaru"(bintangjatuh) yang membawa sukses 2 periode bagi Jokowi.

ET terbukti mampu meracik ruang sportifitas dengan  sangat spektakuler.  Kiprahnya sebagai ketua pelaksana, tidak saja mampu memanage kompleksitas kebutuan event secara internal, tetapi juga mampu menggaungkan nama Indonesia sebagai tuan rumah ajang olahraga terpercaya di mata dunia. Asian Games 2018 boleh saja berakhir, tidak demikian halnya dengan kiprah  Erick Thohir.

Erick Thohir, Sebuah Fenomena "Political-Darling"

sumber : today.line.me
sumber : today.line.me
Integritas  pengusaha muda yang belum genap berusia 50 tahun ini tentu tidak diragukan lagi. Banyak pihak telah  mencatat rekam jejak  Erick Thohir dalam lingkup nasional bahkan internasional.

Dari Bisnis Olahraga hingga kepemilikan jaringan media. Tidak ingin menebar garam di lautan, saya pun mencoba menghadirkan sudut pandang yang sedikit berbeda dalam tulisan ini. Sehingga catatan kesuksesan seorang ET bukan hanya merupakan perulangan cerita yang yang sudah ada sebelumnya.

Ketiban sampur,  demikian istilah Jawa yang saya gunakan  manakala Erick Thohir didaulat menjadi Ketua Tim Sukses Jokowi - Amin Ma'ruf pada Pilpres 2019. Bukan sebuah kebetulan,tentu sudah melalui sekian banyak pertimbangan. Masuknya Erick Thohir di pusaran politik pilpres 2019 tak tanggung-tanggung.  ET pun memegang tongkat komando selevel dengan Panglima perang ala kubu Prabowo- Sandi.

Kejutan politik kembali Jokowi ciptakan dengan memasang ET sebagai Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf Amin. ET mulus mendaratkan jejaknya di "skuadron tempur politik" yang berisi 9 partai politik pengusung. Belum lagi ratusan ribu relawan, ormas, organisasi profesi serta simpatisan pendukung Jokowi.

Kapal suksesi yang dinakhkodai ET tentu jauh lebih besar dari kapal perang yang digadang-gadang tetangga sebelah. Entah kenapa kubu Prabowo Sandi hingga saat ini tak kunjung melakukan serah terima kunci mesin pemenangan kepada Sang jenderal yang Konon didaulat sebagai Nakhkoda. Mungkinkah mereka tengah berebut posisi?. 

Koalisi 9 partai politik dari parpol pendukung lama, pendukung baru hingga pendukung pindah kamarpun tak rewel menerima hadirnya ET. Ada Apa gerangan?. Sementara di Kubu Sebelah saja yang jumlah koalisinya lebih sedikit, terlihat  belum "Greng" dengan penunjukkan Joko Santoso sebagai panglima perang yang hendak mereka ciptakan dalam perebutan tampuk kepemimpinan nasional  pilpres 2019. Mudah-mudahan, kekurang-"greng"an kubu sebelah dalam mengumumkan secara resmi Joko Santoso (JS) sebagai panglima perang bukan semata-mata risau. Sebab usia JS yang jauh dari jangkauan generasi milenial.

Erick Thohir sebagai bos media, bisa saja dengan mudah menjadi media darling melalui pengkondisian sedemikian rupa.. Namun hal itu tidak dia lakukan pada saat posisi strategisnya di Asian Games 2018. ET muncul sesuai porsi sewajarnya. Hal yang membuat kejutan bagi saya adalah, manakala ET muncul sebagai "political darling". ET diterima dengan tangan terbuka di kalangan partai politik, nyaris tanpa cela.

Ini potensi yang luar biasa. Saat politik identik dengan perseteruan, rivalitas tanpa batas, hingga konotasi peperangan yang mencekam yang banyak dimunculkan oleh kubu sebelah, hadir sosok humble, charming yang tak kuasa ditolak oleh para politisi sekelas Cak Imim, Roma Hurmuzy, Airlangga Hartanto Hingga sekelas Megawati.  Tak tangung-tanggung,Konon Jusuf Kalla pun siap menjadi mentor politik  bagi ET.

Tidak mengherankan jika satu persatu figur politik dari pihak lawan memilih untuk merapat ke tim pemenangan Jokowi.

Political Darling memperkuat soliditas internal Timses Yang Berujung Sukses

Sumber. Google searching
Sumber. Google searching

Percaturan politik sudah di depan mata. Pemegang tongkat komando Tim Kampanye Nasional Jokowi - Maruf telah mulai bekerja. Pion-pion berupa peluncur isu dari kubu sebelah berdampak kecil bagi kuatnya tim Jokowi - Maruf. Justru energinya bertambah positif.

Sang political darling akan memperkuat soliditas internal tim sukses. Tidak main-main, head-to head pilpres 2019 hanya diikuti oleh dua kandidat. Bukan hanya siapa calon terkuat, melainkan siapa yang terlibat menggodok dapur suksesi dibelakang Capres-Cawapres.

Figur baru itu muncul dalam sinyalemen politik yang sedemikian mengemuka. Dengan raut wajahnya yang kalem, ET akan menjaga atmosfer  pilpres 2019 tidak dalam proporsi saling serang. Ini tentu berlawanan dengan kubu sebelah yang belum apa-apa sudah memantik mesiu layaknya perang. seperti dilansir dalam portal cnnindonesia.com, Adem ET menegaskan bahwa pertarungan di Pilpres harus lebih bermartabat dan tetap menjaga persahabatan antar kandidat agar persatuan masyarakat tetap terjamin.

"Kalau kita cinta Indonesia kita harus bersahabat tapi juga bermartabat," demikian ucap ET.

Meski bukanlah tokoh politik, ET menyuguhkan kedewasan dalam berpolitik. Dia pun menjamin bahwa persahabatannya dengan Sandiaga Uno yang notabene akan menjadi bagian dari lawan politiknya tidak akan terganggu bergitu saja. Mahfum, saya pun menelusuri latar belakang keluarga yang membesarkan ET.

 Nasihin Masha dalam Republika.co.id menuliskan secuil tentang  Kisah Tohir dari Gunung Sugih. Ya, kisah almarhum Teddy Tohir, Ayah dari ET. "Luwes dan Tidak punya musuh" demikian Peter Gontha yang menjabat sebagai Duta Besar Polandia menyebut sosok Teddy Tohir. Itu pula yang kini mewaris dalam diri ET hingga mampu menjadi political darling.

last but not least,  Soekarno menuliskan sebuah kalimat menyangkut persatuan bangsa. Bahwa Nasionalisme tumbuh subur di dalam taman sari Internasionalisme. tak hanya tersurat, kalimat tersebut kini tercermin dalam pola relasi sosok ET, tak terkecuali Jokowi. Memiliki relasi Internasional yang sedemikian luas, justru memperkuat akar nasionalime dengan tidak mau ribut dengan saudara sebangsanya sendiri.

Adakah logika terbalik dari kubu sebelah yang tetap menabuh genderang perang hanya demi suksesi politik? 

Waallahu A'alam

salam damai penuh kasih

Bacaan :

1., 2,3 , 4dan sumber lain terkait rekam jejak ET

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun