Kampung Ngadiraja mendadak gempar. Suasana yang semula tenang berubah riuh redam oleh kabar yang lekas tersiar . Anak janda miskin di ujung kampunglah sumbernya.
Sebagian warga kampung seolah tidak lagi menghiraukan puasa. Disaat tenggorokan kering menahan haus, nyatanya sekelompok ibu-ibu asyik memperbincangkan rumors paling gres di kampung mereka
"Paling pake pelet itu bocah" celetuk ibu Tinuk yang berbadan nyempluk karena gemuk
"Lha ya itu...kok bisa dua orang tergila -gila sekaligus...untuk hidup sehari-hari saja sudah susah bagaimana  bisa memberi nafkah setelah menikah?" Cibir Suminem gadis desa yang sudah berumur namun masih saja betah melajang
"Makanya kamu ga usah ikut -ikutan kesengsem ya Sum!" Bu RT ikut menimpali sembari memudingkan telunjuknya mengarah ke Suminem
Ssssttt...ssssttt...pak Ustad lewat..bisik Yu Jum si tuan rumah yang terasnya menjadi tempat perhelatan bisik-bisik tetangga saat siang bolong di bulan puasa.
Pria bersarung yang disebut pak Ustad terlihat melintas dengan santai berjalan menuju langgar kampung tak jauh dari tempat perempuan membahasa gosip yang entah. Melihat gelagat perempuan yang baru saja dilewatinya, lelaki setengah baya itu pun menggelengkan kepala selepas memberi salam. Dan dijawab dengan kompak lagi kerasnya oleh segerombol perempuan.Â
Mungkin itulah yang disebut dengan "the power of emak-emak". Suara mereka mengalahkan toa langgar dalam menyampaikan informasi. Meski hoax sekalipun.
Kumandang adzan sayup-sayup terdengar. Toa langgar Baitul Adab itu memang  sudah uzur. Tidak pula dilengkapi dengan perangkat speaker dan mic yang stereo. Namun entah kenapa, suara sang Marbot  mampu menembus halang rintang tekhnologi perangkat pengeras suara yang jauh dari kata mumpuni.
"Subhanallah..." Tiap dengar adzan dari langgar, rasa tentram gumam kembang desa anak semata wayang Sang Lurah. Bergegas dia mengambil mukena dan sajadah. Setengah berlari dia menuju langgar. Tak sabar rasanya bertemu saat-saat yang membuat hatinya berdesir.Â
Sesaat setelah salat duhur berjamaah, pak ustad memberikan ceramah bagian dari kuliah duhur yang rutin dilakukan selama Ramadan. Meski tak banyak warga kampung yang shalat berjamaah, namun pak ustad tetap bersemangat. Dia selalu mengingatkan bahwa mumpung bertemu dengan bulan Ramadan, perbanyak ibadah.
Purnama, perempuan cantik ala desa yang sederhana. Entah kenapa dia selalu menanti saat bisa bersama Ramadan di langgar kampungnya. Meski hanya saling senyum. Melirik dari kejauhan. Itulah pesona Ramadan, si Marbot yang belakangan menjadi sorotan banyak kalangan.
Sementara, sang lurah sudah terlanjur mengetahui gelagat anak kesayangannya.Dia rela melakukan apa saja agar Ramadan singgah di hati Purnama untuk selamanya. Beberapa program desa sudah disusun sedemikian rupa agar Marbot mendapatkan perhatian lebih. Kesejahteraannya meningkat dengan dibelikannya baju koko ala Black Panther dengan sarung merk ternama.
Ramadan oh Ramadan , janda miskin itu sungguh berbahagia dengan hadirnya  Ramadan dalam hidupnya. Dua puluh lima tahun dia merawat Ramadan dengan kasih sayang berlipat ganda. Mengisi hari-hari dengan balutan doa dan tuntunan agama.
Hingga pada suatu ketika, Saat kampung tepian kali itu dikunjungi warga asing yang menjadi relawan dengan misi kemanusiaan membantu ketersediaan air bersih dan sistem MCK, Purnama pun tersaingi bukan oleh hadirnya matahari. Melainkan oleh kedekatan Ramadan dan Karemia, bule berambut pirang bermata biru yang belajar tentang agama saat Ramadan berada di Langgar desa.
Pak lurah resah dengan purnama yang kerap merajuk. Dia kuatir Ramadan jatuh hati pada Karemia yang pandai mengambil hati. Hingga akhirnya pak Lurah memberanikan diri memanggil Ramadan. Sejurus kemudian bak diintrogasi , Ramadan dicecar perihal kedekatannya dengan Karemia.
Terperangah Ramadan menyikapi suasana malam itu selepas taraweh. Dia tidak mengira, di bulan penuh berkah yang dimuliakan ini dia mendapatkan ujian sedemikian rupa. Perihal rasa yang jika tidak dijaga sedemikian rupa akan bertumbuh layaknya nafsu yang ada pada mereka yang menyebut dirinya muda.
Ramadan pun beri'tikaf. Dilewatinya malam-malam Ramadan dalam langgar yang selama ini telah membesarkannya. dia tidak menyangka anugerah cinta anak manusia begitu tiba-tiba. Haruskah Ramadan memilih berlabuh pada Purnama atau Karemia?.Â
Sungguh tidak mengira...dan butuh waktu untuk memutuskannya.Â
Dalam hening malam Ramadan menanti datangnya malam seribu bulan. Tenggelam dalam qiyamullail dengan lafadz doa memohon ampunan.
Ahh...Ramadan diantara Karemia dan Purnama
Sungguh itu semua tak lepas dari kuasaNya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI