Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Sandiwara Radio, Inovasi Siaga Bencana dan Live Streaming Melalui Gawai

17 September 2016   23:57 Diperbarui: 18 September 2016   01:59 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terhitung 3 malam ini saya menyediakan waktu pada jam 19.10 - 19.30 khusus mendengarkan sandiwara ADB. Hari pertama terlambat 10 menit. Itupun sudah memasuki episode ke-27. Arrghhh sudah lebih dari separuh jalan cerita saya lewatkan. Kecamuk yang ada akhirnya mereda ketika saya menghibur diri dengan kata-kata bahwa lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Dan saya pun cukup terkesima dengan suara-suara yang memunculkan imajinasi dalam benak saya. 

Suara bass yang kadang terdengar menggelegar berasal dari pembaca narasi. Suara bening lagi lembut muncul dari Setianingsih. Ada beberapa tokoh yang muncul antara lain Sri Gondang, Ki Lurah, Sawung Rono. Hingga nama Kali Ndeles dan Desa Blongkeng. Tersebut juga keris yang bernama Kyai Digddaya. Tanpa kecuali suara jangkring yang terdengar seperti asli.Kejutan berikutnya datang diakhir siaran sandiwara. Ada Kuis yang bisa diikuti oleh pendengar setia sandiwara radio ADB. Jawaban bisa dikirim melalui sms, Twitter maupun Time line Facebook. Pendengar setia sandiwara ADB pasti akan merasa penasaran dengan jalan cerita. Apalagi interaksi kuisnya memancing respon positif dengan menjawab pertanyaan seputar BNPB, kewaspadaan bencana maupun jalan cerita.

Jadi ingat teori jarum hipodermik yang saya peroleh ketika belajar di Ilmu Komunikasi dulu. Bahwa sesuatu pesan yang disampaikan secara berulang-ulang atau terus menerus dalam waktu yang relatif lama akan membawa dampak yang membius. Sehingga pesan tersebut dapat membawa dampak perubahan sikap dan persepsi khalayak pendengar. Dan rasa-rasanya, sandiwara radio yang menumbuhkan ikatan emosional ini menjadi salah satu strategi efektif agar masyarakat khususnya yang berdiam di kawasan rawan bencana dapat benar-benar waspada. Menjadikan alam sebagai sahabat dengan menjaga keseimbagan ekosistem yang ada juga sepertinya menjadi pesan moral yang ditanamkan melalui kisah sandiwara radio ini.

Dan malam ke-3 saya menyimak ADB melalui live streaming gawai sungguh membuat saya semakin menggelora. Mungkin ini efek dari iringan  musik  yang penuh semangat dan menghentakkan jiwa. Meskipun sountrack lagunya terkesan melankolis dan Jawa sentris. Tapi perpaduan keduanya membuat saya mendatangi studia Ge FM yang terletak di Jalan Pesanggrahan V. Ternyata lokasinya tidak begitu jauh dari tempat tinggal kami di Madiun.

Rinai gerimis malam ini tak menghalangi saya untuk mengenal lebih dekat mitra siar sandiwara radio ABD di kota Madiun ini. Beruntung penyiar yang sedang stand by ramah menerima kehadiran saya yang memakai kaos nangkring kompasiana - BNPB sandiwara radio ABD. Awalnya saya dikira sebagai salah satu pemenang kuis. Namun setelah saya jelaskan maksud kedatangan saya, barulah dia meminta saya menunggu beberapa saat agar saya bisa bertemu orang yang tepat.

Mas Dery, penyiar Ge FM menelepon bagian Marketing co Produksi yang bernama Mas Hendrik. Tidak lebih dari 30 menit. Mas Hendrik pun Muncul. Sangat Ramah dan terbuka ketika tahu saya ingin mengulas tentang sandiwara Radio ADB. Dalam hal ini ada kaitanya sebagai bahan tulisan saya di Kompasiana. MEski masih tertinggal jauh secara teknik dan perangkat malam ini saya pun ingin menyertakan apa kata mas HEndrik yang mewakili Ge FM MAdiun tetang Sandiwara ADB dalam video amatir.

Terkait respon pendengar, Mas Hendrik menambahkan bahwa ADB menjadi obat rindu bagi para penggemar sandiwara radio era 80-an. Responnya sangat bagus. Hal itu dari banyaknya penjawab kuis yang aktif melalui sms, twitter maupun FB. Tidak saja mereka yang tingal di Kota dan KAbupaten MAdiun saja yang ikut mendengarkan ADB melainkan juga dari Ngawi, Magetan, Hingga Nganjuk. Rata-rata mereka yang menjawab kuis adalah kalangan perempuan yang berusia diatas 20 tahun.

Harapan kepada BNPB, program semacam ini perlu diteruskan dan disebarluaskan ke daerah-daerah yang memang rawan bencana. Seperti di Ngawi , Magetan Nganjuk sendiri yang rawan tanah longsor ataupun banjir. Ini juga upaya mendekatkan kembali masyarakat dengan ruang dengar radio yang lekat dalam ingatan.

Ketika saya lontarkan sebuah pengandaian. semisal ada program acara off air jumpa pengisi suara di Madiun? Mas Hendrik yang dapat dikatakan representasi dari Ge FM menyambut baik. Kenapa tidak jika itu berdampak positif untuk mendukung program sosialisasi dari BNPB agar masyarakat siaga dalam menghadapi bencana yang datangnya tidak bisa kita duga sebelumnya.

me-ge-57dd77822f9373ba09b7c94b.jpg
me-ge-57dd77822f9373ba09b7c94b.jpg
sebelum pulang mas Hendrik mengijikan saya mengambil foto sebagai tanda kita semua pendengar setia sandiwara radio dan siap siaga menghadapi bencana 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun