Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Drama

[Bulan Kemanusiaan RTC] Wajah Ceria Tegar Prahara Eps.1

27 Juli 2016   13:01 Diperbarui: 27 Juli 2016   13:10 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wajahnya tampak putih memucat. Gelak tawa sesekali tercipta saat dia merasa ada hal yang lucu. Senyumnya tersungging tanpa ada kuyu layu yang menghantui. Ah, anak itu tetap saja terlihat menggemaskan, meski ada sakit yang sedang menggerogoti sel-sel darah merahnya. rambutnya kini tidak lagi menghias di kepalanya. Bersyukur ia tetap memiliki semangat yang luar biasa seperti apa yang terpatri dalam nama yang sangat dia sukai, Tegar Prahara.

Prahara itu, ah bukan ini bukanlah sebuah prahara hanya cobaan saja sifatnya. Bahwa kita tetap memiliki celah masuknya sebuah penyakit. Seberat apapun penyakit itu,bukankah Tuhan maha menyembuhkan jika memang Dia berkehendak?!. Menatapnya kini sangat berbeda dengan dulu. Anak lelaki yang menjadi pengeran dalam keluarga. Anak yang berjuang keras melawan Leukimia Lymphocitic Akut (ALL). Terekam dalam ingatan pagi itu kisaran 3 tahun yang lalu.

"Pak....!!!Tegar mimisan lagi" teriaknya sembari memegang hidung dengan tanganya yang telah berlumuran darah

"sini lekas dibersihkan, setelah itu tidur siang jangan main di luar dulu ya" pintanya sebagai bapak sembari membersihkan darah yang berasal dari lubang hidungnya

Tiap kali kelelahan bermain, hidung Tegar selalu mimisan. Awalnya semua mengira itu hal wajar yang biasa dialami anak-anak usia 4 tahun. Namun waktu itu kerap kali mimisan datang disertai dengan demam tinggi dan badan yang semakin melemah.

"Dibawa kerumah sakit saja Pak, biar tahu pasti ada gejala apa kok tiap kali mimisan begini" suara istri terdengar menahan tangis melihat anak kami Tegar tampak pucat dengan suhu badan yang tinggi

Sebagai suami -istri yang sama-sama sibuk bekerja, ada rasa bersalah yang luar biasa ketika harus melihat anak dalam kondisi sakit-sakitan.

Pak Mif, begitu panggilan lelaki yang bekerja di dinas Pendidikan. Ia tampak panik namun berusaha tenang sembari menyiapkan keperluan anaknya agar lekas dibawa kerumah sakit

"Kita ke UGD Kardinah sekarang Bu, tidak usah ganti pakaian, anak kita harus cepat diberi penanganan medis" Ajak Pak Mif kepada istrinya

Setibanya di UGD, Tegar langsung ditangani oleh dokter. Kondisinya terlihat lemah. 

Pak Mif mondar mandir disekitar pintu UGD yang tertutup, sementara istrinya duduk bersimpuh di lantai teras UGD dengan wajah cemas.

1 jam berlalu, dokter perempuan yang masih muda itu muncul dan mengajak orang tua Tegar ke sebuah ruangan

"Bapak Ibu, maaf sebelumnya sudah berapa lama Ananda mimisan?"

"sudah lama dok...." hampir bersamaan keduanya menjawab

"sering ..." tambah pak Mif

"Kami akan melakukan pemeriksaan darah terlebih dahulu untuk memastikan diagnosanya ya, sementara anak Bapak dan Ibu harus menjalani rawat inap sembari menunggu hasil tes darah"

Demikian terang dokter itu , masih belum banyak memberi kepastian.

Mereka, orangtua anak yang bernama lengkap Tegar Prahara itu tampak pasrah mengikuti prosedur rumah sakit.

Malam itu, orangtua mana yang bisa tidur lelap dalam kondisi anak yang jauh dari sehat?. Mereka berharap pagi lekas datang, Tangan penuh kelembutan dari sosok Ibu dan Bapak bagi Tegar bergantian mengusap kepala anaknya yang tergolek lemah. Hingga pagi menjelang, mereka tidak lagi berfikir tentang jam kerja seperti biasa. Izin kepada atasan masing-masing adalah langkah bijak yang ditempuh demi mendapatkan kepastian tentang kondisi kesehatan anak lelaki mereka.

Jam menunjukkan pukul 09.30 pagi. Sejak bangun tidur, Tegar menikmati sarapan dengan menu yang disajikan rumah sakit. Tidak ada lagi mie goreng kesukaannya yang tiap pagi selalu ia pinta. Setelah meminum obat penurun panas dan pereda demam, Tegar tertidur pulas. Bahkan ketika dokter anak yang melakukan kunjungan pemeriksaan masuk ke ruangan tempat dimana Tegar dirawat inap.

Setelah memeriksa kondisi Tegar dengan hati-hati, Dokter yang bernama Lusi itu meminta Pak Mif beserta istri untuk berbincang diruang kerjanya. Hati-hati dokter itu membuka percakapan. Sementara kedua orang tua Tegar menginginkan sebaliknya, lekas mengetahui penyakit apa yang menghantui anaknya kini. Ketika tiba dokter itu memberi tahu nama penyakit yang sangat mengejutkan, yang ada keduanya menangis berpelukan. Sementara dokter Lusi yang dengan tenang sembari mengharap keduanya sabar hanya bisa menarik nafas dalam-dalam

"Kanker Darah? tidak salah dok? pertanyaan itu terlontar, seolah masih tidak percaya dengan diagnosa yang diberikan.

"Pak, Bu maaf ini hanya diagnosa sementara dari kami, tim medis dirumah sakit ini" Jawabnya

"Tapi bisa sembuh kan ya dok?" Bu Mif merajuk sembari meremas sapu tangan yang sudah basah dengan air matanya.

"Untuk pengecekan dan penanganan  yang paripurna, jika bapak dan Ibu berkenan bisa kami rujuk ke Rumah sakit khusus kanker di Jakarta" imbuh dokter Lusi

Pagi itu cerahnya mentari pagi seolah berganti dengan badai yang disertai dengan kilat yang menyambar. Meski pasangan suami istri itu cukup berpendidikan , namun istilah kanker darah yang sering juga disebut dengan leukimia seolah menjadi jelmaan dari malaikat izrail yang siap merenggut nyawa anak tersayang mereka dalam waktu yang cepat.

Sungguh orangtua mana yang ingin kehilangan anak. Terlebih Tegar selama ini tumbuh menjadi anak yang lincah dan menggemaskan. Diusianya yang belum genap 4 tahun. Sebuah realita harus dia hadapi. Melawan kanker darah yang telah menggerogoti sel darah merahnya selama ini.

(bersambung yaa..)

karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Bulan Kemanusiaan RTC

dok. sumber FB Rumpies The Club
dok. sumber FB Rumpies The Club

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun