Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Solidaritas Untuk YY: Antara Wacana dan Realita

11 Mei 2016   05:35 Diperbarui: 11 Mei 2016   06:46 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dok.pri poster ini tergeletak dibawah dikelilingi oleh massa yang memukul kentongan

Sore itu, 4 Mei 2016.  saya melangkahkan kaki dengan ringan menuju kawasan Monas. Angan saya melayang pada wacana solidaritas untuk YY dari kaum perempuan. Karena saya adalah perempuan maka hati, fikir dan fisik saya tergerak untuk bergabung pada sebuah seruan atas Nestapa yang menghempas nyawa Perempuan kecil di Rejang Lebong- Bengkulu sana.

Saya Percepat waktu agar lekas sampai ditempat tujuan. Sudut seberang istana. Dari dulu lokasi itu menjadi pilihan sebagian demonstran yang ingin suaranya lebih didengar oleh kalangan istana. Tak pelak ojek online saya paksa menerobos jalan yang tidak biasa sebab kawasan Sudirman-Thamrin tidak memperbolehkan roda dua melintas.

aksi-yy-57325da75a7b61430e11ffbb.jpg
aksi-yy-57325da75a7b61430e11ffbb.jpg
dok.pri suasana aksi sore itu di sudut monas seberang istana negara

Sesampainya disana ada getar luar biasa dari dalam jiwa. Saya melihat kerumun massa yang luar biasa. Bahkan barikade kepolisian lengkap menggunakan kawat berduri untuk melokalisir para penyampai aspirasi. Awalnya saya menangkap nuansa merah putih yang mendominasi. Saya pastikan sekali lagi bahwa wacana solidaritas terhadap Yuyun dari kalangan perempuan ini luar biasa adanya. Saya pun menyeruak masuk. Menembus pagar betis aparat dan menyatu dengan mereka.

Namun saya menyergit ketika atribut baju bernuansa merah putih itu bertuliskan nama salah satu perkumpulan organisasi profesi yang tengah menyuarakan aspirasi mereka terkait tuntutan hak posisi atas profesi mereka. Hah, tidak salah? demikian batin saya. Saya pun mencoba mencari sisi lain dari kerumunan massa

bidan-57325df95a7b614c0e11ffb6.jpg
bidan-57325df95a7b614c0e11ffb6.jpg
dok.pri sebagian massa berasal dari perkumpulan yang berbeda dengan tuntutan aspirasi yang berbeda di luar solidaritas untuk yy

Saya temukan kerumunan perempuan berbaju bebas, bukan seragam dengan nuansa merah putih. Sebagian dari mereka melingkar, sementara tampak ada yang berorasi. Terdengar bunyi-bunyian yang berasal dari alat yang terbuat dari bambu. Berulang kali alat bambu tersebut dipukul.

Rembang petang di sudut Monas waktu itu mengingatkan saya pada sepenggal rekam jejak para demonstran. Meski ini bukanlah catatan seorang demonstran. Saya pastikanm kehadiran saya tidak untuk berdemo. Melainkan untuk menyokong terbentuknya solidaritas yang lebih massif. Memang, bukan banyaknya kuantitas orang semata yang akan dilihat dari makna solidaritas. Kualitas yang berasal dari indikator massa sadarlah yang menjadi penting.

Sebutlah ini aksi massa. Maaf masih dalam kacamata yang tidak sempurna sebut saja demonstrasi. kenapa ada dualisme Issu di dalamnya. Alhasil, massa yang berasal dari profesi itu memang lebih banyak. Bahkan mereka membawa soundysytem dalam mobil terbuka. Sementara para soliditi maker, untuk YY harus diakui tidaklah sebanyak mereka. Memang kuantitas tidak lantas menggambarkan kualitas. Namun lebih elok ketika aksi solidaritas untuk YY lebih fokus dan bisa dilaksanakan terpisah. Meski hanya 10 Orang sekalipun, namun wacana tentang tragisnya kasus yang menimpa YY tidak bias. Bahkan cenderung terkoreksi dengan wacana lain yang terkesan kurang sinkron.

religius-57325e9ab67e61fd0f22c595.jpg
religius-57325e9ab67e61fd0f22c595.jpg
dok.pri ada haru ketika merada diantara mereka para perempuan religius yang memberi warna makna solidaritas  dan doa untuk YY

Meski demikian, ada sisi yang membuat saya terharu. Ketika saya berdekatan dengan perempuan-perempuan religius yang menyalakan lilin. Saya tahu, kehadiran dan doa -doa mereka akan memberi sentuhan warna yang berbeda. Para Perempuan religius itu tidaklah banyak jumlahnya. Namun saya tahu bahwa kehadiran mereka tulus adanya. Doa yang mereka panjatkan menjadi simbol atas rasa terdalam dalam pemaknaan solidaritas.

Dan malam pun menjelang. Aparat keamanan menghimbau massa untuk masuk ke dalam areal monas untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.Di dalam areal monas inilah saya sempat berbincang dengan beberapa orang berjenis kelamin laki-kali yang berbaur dengan massa berseragam merah putih. Saya bisa pastikan mereka adalah Korlap. Biasanya posisi Korlap ini mengetahui detail rencana aksi.

Saya hanya menanyakan apa sebelumnya ada koordinasian  massa untuk solidaritas YY? dari jawaban yang di dapat, kedua belah pihak tidak secara langsung melakukan sinkronisasi wacana. Hmmm wajar, mengingat tujuan mereka jelas beda. Bahkan dari tambahan keterangan yang diberikan, dalam hal penyampaian aspirasi yang diwakili oleh beberapa perwakilan yang diundang ke istana pun ada dualisme muara. Yang satu ke staff khusus presiden bidang apa..sementara yang satunya lagi bertemu staff presiden yang berbeda.  Artinya, solidaritas antar sesama perempuan di sudut monas seberang istana sore itu masih belum menyatu. Masing-masing membawa kepentingan yang berbeda.

Ahhh..solidaritas untuk YY sore itu antara wacana dan realita yang sungguh berbeda

Butuh keseriusan dan solidity maker yang tidak saja mampu menciptakan wacana seolah-olah, melainkan juga mampu merenda jejaring menjadi rajutan dukungan sebenar-benarnya untuk YY dan untuk kaum perempuan Indonesia ke depan, dimanapun mereka berada.

Maafkan kami almarhumah YY, sebagai sesama perempuan upaya kami belumlah maksimal

saya hanya bisa berdoa untukmu. Semoga dimudahkan langkah dan upaya menciptakan perlindungan terhadap kaum perempuan di bumi nusantara yang kita cintai

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun