Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seporsi Nasi Jagung dan Kartini dari Wonogiri

20 April 2016   12:30 Diperbarui: 20 April 2016   12:32 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Dok.pri. Mbak. Aty Kartini dari Wonogiri melestarikan nasi Jagung wujudkan kemandirian ekonomi"][/caption]Parasnya bisa dibilang cantik, usianya berkisar dibawah 35 tahun. Tampak Kalem dalam balutan penampilan sederhana yang bersahaja lengkap dengan kerudungnya. Perempuan itu hampir setiap hari berada di pelataran pasar Sleko Kota Madiun. Tepatnya di pintu masuk pintu utama pasar persis di bawah tangga depan yang menghubungkan ke lantai dua. Sebuah bakul bambu berukuran sedang menjadi etalase yang memperlihatkan apa yang dia jual.

Sudah lebih dari sekali saya membeli dan menikmati jenis makanan tradisional ini. Seporsi nasi jagung lengkap menjadi salah satu menu alternatif sarapan yang membawa kami pada suasana tempo dulu. Hanya dengan uang sebesar Rp 3.000 saja, nasi jagung bertekstur lembut dengan lauk berupa urap daun pepaya , botok tempe dan 3 potong ikan asin berbalut tepung yang renyah bisa saya nikmati. Inilah jenis makanan tradisional yang bercita rasa istimewa namun harganya teramat bersahaja. Makanan ini sudah jarang dijumpai, apalagi di kota-kota besar yang banyak menawarkan aneka jenis makanan instan.

[caption caption="dok.pri seporsi nasi jagung dengan lauk komplit ini hanya Rp 3000 saja"]

[/caption]Pagi ini saya sengaja berbincang dengan perempuan yang menyebut namanya dengan singkat :"Ati". Begitu dia menjawab tatkala saya menanyakan namanya. Ramah dia menjawab setiap pertanyaan yang saya sampaikan sembari tanganya sibuk melayani pesanan. Dan alangkah terkejutnya saya ketika perempuan ini ternyata berasal dari Wonogiri. Terbelalak, sembari memastikan lagi bahwa mbak Ati benar-benar berasal dari daerah yang terkenal sebagai penghasil gaplek ini.

Percakapan kami pun mengisahkan sekelumit perjalanan hidup perempuan yang kemudian saya sebut sebagai Kartini dari Wonogiri ini. Bentang letak antara Wonogiri- Madiun bukanlah jarak yang jauh baginya. Dekat, demikian dia berujar. Berbekal semangat untuk merantau, 2 tahun lamanya mbak Aty berjualan nasi Jagung. Bahan baku nasi jagung dia bawa langsung dari Wonogiri berupa butiran jagung yang sudah dipipil dan ditumbuk kasar. Untuk menghasilkan nasi Jagung yang lembut, sesampainya di Madiun bahan baku tersebut kemudian diselepkandengan menggunakan sejenis mesin penggiling kopi. Banyak penyedia jasa selepandi pasar-pasar. Demikian juga dengan ikan asin pelengkap menu nasi jagung, sengaja dia bawa dari Wonogiri. Semua itu untuk menjaga citarasa sekaligus kualitas yang terjaga imbuhnya.

Jika persediaan bahan baku jagung yang telah menjadi butiran kasarnya habis, Kartini dari Wonogiri ini melaju dengan sepeda motor menempuh jalur Madiun-Ponorogo-Purwantoro. Hanya 2 jam saja waktu yang dia butuhkan menembus kelok jalan demi keberlangsungan roda perekonomiannya. Baginya tiada soal melakukan perjalanan pulang -pergi Madiun-Wonogiri, asal nasi jagung yang dia jual bisa menjadi pilihan di hati para pelanggan.

Selama berjualan nasi jagung di Kota Madiun, Kartini dari Kota Wonogiri ini tinggal di rumah kontrakan. Bisa saya bayangkan berapa modal yang harus dia siapkan untuk sebuah kemandirian ekonomi melalui seporsi nasi jagung yang dia jual. Saya pun menanyakan perihal omset penjualan. Dalam sehari jika sedang ramai pembeli, 4 kg nasi jagung habis terjual. Sementara jika sepi pembeli, biasanya akan menyisakan separuh dari nasi jagung yang dia siapkan. Kurang lebih 2 kg saja yang bisa habis jika sedang sepi. kira-kira begitu bahasanya penuh kesan tabah. 

Itulah kenapa Kartini dari Wonogiri ini juga menyediakan pilihan menu tradisional lain berupa Tiwul dan Sawut. Dua jenis makanan ini disajikan dalam citarasa manis yang berasal dari campuran gula merah. Taburan kelapa parut yang gurih menjadikan makanan ini banyak dilirik pembeli. Tekstur tiwul dan sawut yang berbahan dasar singkong ini cukup atraktif dimulut. Lembut dan sedikit kenyal.

Duh, tak terasa besok hari Kartini. Saya pun menyudahi waktu bercengkerama dengan mbak Ati, Kartini dari Wonogiri. Sungguh apapun profesimu kini, ada terang tak habis yang tak pernah mengenal gelap dari dirimu. Jika dulu kartini hanya mengajarkan tentang baca tulis kepada sesama perempuan. Kartini masa kini yang saya jumpai ini mengajarkan banyak hal pada sesama perempuan yang berkesempatan untuk mengenal sosoknya.

Teriring salam dan ucap semangat hari Kartini melalui kisah seporsi nasi jagung dan Kartini dari Wonogiri...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun