Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Gerhana Matahari di Langit Madiun, Tidak Membuat Warga Berkerumun

10 Maret 2016   00:51 Diperbarui: 10 Maret 2016   01:55 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya saya pun harus puas dengan hasil jepretan kamera saya dan mengakhiri pencarian, berharap bertemu dengan lokasi yang dipadati massa menyaksikan peristiwa alam raya itu bersama-sama. Gerhana Matahari di langit Kota Madiun, tidak membuat warga berkerumun. Demikian kira-kira kesimpulan sementara yang saya buat berdasarkan pengamatan, penelusuran secara parsial dengan mendatangi 0,1 % lokasi secara acak yang biasa dijadikan tempat warga berkumpul di Kota Madiun. Tidak ada metode khusus dalam saya melakukan pengamatan. Semua mengalir sederhana tanpa direka-reka.

Ah, mungkin Gerhana Matahari yang bertepatan dengan hari libur pelaksanaan Hari Raya Nyepi ini membuat sebagian warga Madiun merasa cukup dengan siaran langsung di televisi. Sehingga tidak ada lagi keinginan untuk mendongak ke atas, melihat dengan jelas apa yang terlihat di langit Madiun. Saya pun tidak bisa memastikan apakah masih ada warga yang menyikapi terjadinya gerhana dengan beberapa tradisi dahulu kala. Seperti yang saya dengar dari penuturan suami, berlindung di bawah kolong meja? atau bahkan menggigit Kreweng?. Saya tidak tahu persis. 

Saya pun mengakhiri upaya menjadi saksi terjadinya gerhana matahari di langit Madiun dengan mengingat peristiwa yang terjadi sehari sebelum terjadinya Gerhana matahari, seperti biasa saya belanja ke pasar tradisional tepatnya di Pasar Sleko, yang berada tak jauh dari kediaman. Tak banyak yang saya beli, diantaranya adalah pisang. Yu Tum, penjual pisang tiba-tiba memaksa saya membeli sesisir pisang susu, padahal saya sudah membeli pisang kepok darinya. Sungguh saya tidak mampu berkata tidak pada Yu Tum, penjual itu terus saja memelas sembari memaksa :

"Iki tukunen murah, sesuk aku gag dodol soale"

(Ini beli saja dengan murah, besok saya tidak jualan soalnya),

"Lha kok mboten sadeyan tho Yu?"

(lha kok tidak jualan YU= sebutan menyerupai mbak dsb)

"Grahono...wedi aku metu ngumah" Gerhana maksudnya.

(gerhana, takut saya keluar rumah)

"Pueteng ndedet mestine" mimik wajahnya lucu membayangkan gerhana dengan suasana gelap

"Wes rapopo, timbangane tak gawa muleh" demikian tambahnya 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun