[caption caption="dok.pri pulau bali dari pelabuhan ketapang"][/caption]Siapa yang tidak heboh mempersiapkan keberangkatan menuju Bali dalam rangka Eksplorasi Pesona Budaya Ubud Bali?. Kebetulan, tulisan tentang eksotika budaya Papua masuk di 10 besar blogtrip Kompasiana. Setelah membaca email konfirmasi berisi lampiran general brief dan menerima telepon dari mbak Widha, admin kompasiana yang mendapat tugas mengawal terselenggaranya eksplorasi Budaya, saya pun mulai bersiap.
Rencana awal sekedar ingin menguji stamina dengan menempuh perjalanan darat dengan trayek Madiun-Surabaya-Jember- Banyuwangi-Denpasar. Namun dengan mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi tenaga, waktu dan biaya tentunya, akhirnya saya memesan penerbangan Surabaya-Denpasar. Apalagi meeting point awal para peserta ada di Bandara Ngurah Rai- Bali. Tiket keberangkatan dengan penerbangan paling pagi tanggal 5 November pun sudah dikantongi.
Tapi apa dinyana, letusan anak Gunung Rinjani di Pulau Lombok dengan disertai hembusan angin ke arah barat mengakibatkan Penutupan Bandara Ngurai Rai dari yang semula tanggal 4 November berlanjut hingga pada saat jadwal keberangkatan yang sudah saya pesan tiketnya. Kehebohan lain juga terjadi di dunia Whatshaap, Grup komunikasi antara peserta kemudian saling bertukar informasi tentang penutupan Bandara Ngurah Rai yang berakibat pada pembatalan maskapai yang dinaiki masing-masing peserta. Siapa yang menyangka jika akhirnya keputusan untuk memilih jalan darah akhirnya ditempuh oleh para peserta bahkan admin kompasiana yang bertugas beserta personal dari pesona Indonesia pun menjadi titik paling aman untuk mencapai Bali demi terwujudnya eksplorasi budaya.
Beberapa alternatif keberangkatan pun dibahas dalam sharing grup. Mau tidak mau, suka tidak suka, semua harus menempuh jalur darat. Bagi yang berangkat dari Jakarta disarankan bisa mengambil tujuan transit Surabaya atau malang. Kemudian bertolak dari titik pemberangkatan Malang atau Surabaya menuju Bali dengan beberapa alternatif :
- Kereta Mutiara Timur Surabaya-Denpasar berangkat jam 22.00 dari stasiun Gubeng hingga Stasiun Ketapang Banyuwangi, lanjut shuttle bus damri menuju Denpasar dengan jarak tempuh perjalanan kurang lebih 12 jam. Biaya berkisar 190-300 ribu;
- Bus Jurusan Surabaya - Denpasar dari terminal Purbaya Bungurasih menuju terminal Mengwi Badung- Bali atau terminal Ubung Denpasar dengan jarak tempuh 12-14 Jam dalam perjalanan. Biaya berkisar antara 190-240 ribu
- Travel mini bus dari Malang atau Surabaya dengan jarak tempuh yang relatif sama hanya bedanya bisa diantar hingga ke lokasi tujuan di Bali. Tarif travel ini berkisar 210-300 ribu.
Sebagian peserta khususnya yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya masih mencoba peruntungan dengan melakukan penjadwalan ulang penerbangan. Harapannya Bandara Ngurai Rai akan kembali normal beroperasi pada keesokan harinya. Meski konsekuensi dari force major ini adalah diundurnya pelaksanaan blogtrip eksplorasi pesona budaya Ubud Bali dari yang semula 5-6 November, menjadi 6-7 November. Hal tersebut merupakan keputusan bijaksana yang diambil pihak pelaksana sesuai kesepakatan tim kompasiana dengan pihak Perwakilan Kementrian Pariwisata.
Untuk mengakhiri kegamangan, saya pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke rencana awal. Menikmati perjalanan panjang menempuh jalur darat. Awal Perjalanan saya tempuh dengan menggunakan bus Madiun-Surabaya. Tengah malam saya tiba di Bungurasih. Bus langsung ke Denpasarpun sudah tidak tersedia. Beruntung saya bertemu kondektur bus Damri jurusan Jember yang mau berkomitmen memberangkatkan saya hingga Denpasar. Konsekuensianya saya akan berpindah bus ketika sampai di Jember nanti.Â
Menjelang subuh bus sampai di Jember, di depan terminal Tawang Alun saya pindah menggunakan bus Margahayu tujuan Denpasar. Sepanjang perjalanan hingga Banyuwangi saya memilih untuk tidur. Hal itu mengingat jarak tempuh yang cukup jauh. Baru setelah memasuki antrian di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, saya terbangun oleh deru kendaraan akibat antrian panjang memasuki Fery bersiap melakukan penyeberangan. Sopir bus menawarkan kepada penumpang, bagi yang ingin turun dan naik ke Fery di Kabin Penumpang. Sang Supir menambahkan sedikit keterangan bahwa ombak lumayan besar. bagi yang tidak kuat akan berakibat mabuk laut yang sedikit merepotkan. Maklum saja Bus berada di geladak dasar kapal.Â
[caption caption="dok.pri | bus dan kendaraan lain di geladak bawah fery"]
Lebih di dasarkan pada kepenatan akibat terlalu lama duduk, saya kemudian mengikuti sebagian penumpang yang lebih memilih turun. Penyeberangan memakan waktu kurang lebih 1 jam. Berada di atas kabin Penumpang sedikit terasa lebih menyenangkan. Selain bisa melihat pemandangan laut di Selat Bali, fasilitas dalam kabin pun cukup mengurai lelah di badan. Tersedia toilet dengan air besih. Kursi dalam Kabin pun berjejer longgar. TV yang menjadi pemutar alunan video musik dangdut Banyuwangian. Hingga kantin yang menyediakan aneka minuman hangat dan dingin atau sekedar camilan dan mie instan seduhan. untuk segelas teh manis hangat, cukup membayar 5000 saja.
[caption caption="dok.pri"]
[caption caption="dok.pri suasana dalam kabin fery"]
[caption caption="dok.pri kantin dalam feri"]
Menikmati pemandangan dan suasana di atas Fery lumayan dapat mengusir penat. Tak terasa Feri hampir sandar di Pelabuhan gilimanuk. Semua penumpang kembali ke kendaraan utama masing-masing. Baik itu Bus, kendaraan pribadi ataupun pengendara sepeda motor. Antrian mengular kembali terjadi. Beruntung Bus yang saya naiki memperoleh parkir tak jauh dari pintu geladak. Bus bergerak lamban namun kemudian mengambil arah lahan parkir. Pak kondektur berteriak lantang perihal pemeriksaan KTP penumpang diharapkan turun dan menyiapkan KTP untuk di periksa di jalur yang tersedia. Tanpa Ba Bi Bu saya berbaur dengan antrian penumpang melewati beberapa pos pemeriksaan hingga akhirnya kembali naik ke dalam Bus yang berjarak sekitar 300 meter dari pos akhir pemeriksaan KTP.
[caption caption="dok.pri pos pemeriksaan"]
[caption caption="dok.pri pos awal pemeriksaan"]
[/caption][caption caption="dok.pri antrian panjang pemeriksaan KTP penumpang bus"]
Bus Melaju kencang di Jalan beraspal di Ujung pulau Dewata. Melintas wilayah Jembrana,tersaji pemandangan elok luar biasa. Di kiri jalan tampak hamparan pantai yang membiru, sementara di sisi kanan menjulang bukit meski tampak hijau menguning akibat kemarau berkepanjangan. Sesekali melintas bangunan arsitektur dengan detail ukiran yang khas. Tampak rumah-rumah bergaya arsitertur Bali. Di samping depan halaman rumah terlihat bangunan Pura yang menambah kesan estetis. Selama hampir 3 jam perjalanan, tersungguh pemandangan alam yang luar biasa. Padahal baru berada di daerah pinggiran Bali. Terkadang terlihat dari jauh sapi-sapi yang merumput. Nuansa yang jarang bisa ditemui mungkin selain di Bali.
[caption caption="dok.pri"]
[caption caption="dok.pri pantai di sepanjang jalan Jembrana"]
Memasuki wilayah Tabanan, pemandangan di kanan kiri sudah mulai berganti. Jalanan yang semula lengan menjadi sedikit padat oleh lalu lintas kendaraan pribadi. Sepintas saya melihat ada museum Ogoh-ogoh yang dilewati. Hingga kemudian tak terasa memasuki kawasan Badung yang artinya perjalanan akan berakhir tak seberapa lama lagi. Dan Bus yang saya naiki pun memasuki pelataran terminal Mengwi. Dan ternyata bus hanya sampai di terminal ini. Beruntung teman seperjalanan dari Banyuwangi mengajak saya menggunakan Apv (sebutan untuk taksi plat hitam, semacam travel dalam kota yang menggunakan mobil jenis yang disebut) menuju terminal Ubung Denpasar. Waktu tempuh hanya sekitar 30 menit, kami turun di seberang terminal Ubung. Berhubung ponsel saya lemah batere maka saya memilih untuk singgah di toko retail sembari numpang men-charger ponsel.
Lagi-lagi banyak dinamika terjadi tak hanya di aktifitas nyata, namun juga di Grup WA. Sekian banyak percakapan saya baca semua berisi saling support, meberi petunjuk dan harapan agar tetap bisa berkumpul di Bali. Lega rasanya, saya sudah melewati jalan panjang hingga akhirnya sudah berada di Bali. Tinggal selangkah lagi menuju ke lokasi penginapan di Courtyard by Marriot yang terletak di Jalan Camplung tanduk, Dhyana Pura- Seminyak. Dan jujur saja, keberadaan Grup WA eksplorasi pesona budaya mempunyai manfaat untuk saling mensuport satu sama lain. Sehingga untuk urusan transportsi menuju hotelpun tidak perlu repot dengan sendirinya. Sore itu Perjalanan Menuju seminyak penuh obrolan seputar wisata Bali bersama Ojek yang mengantarkan saya. Atas Bantuan Mas Nuz yang juga salah satu peserta saya diantar ojek yang cukup piawai mengenal daerah Bali.
Rembang Petang, lobby courtyard menjadi saksi perenungan jalan panjang menuju eksplorasi pesona Budaya Ubud Bali. Sore itu baru dua peserta yang hadir di Bali. Selebihnya memiliki jalan panjang yang harus ditempuh dengan ceritanya masing-masing. Sembari menunggu koordinasi dengan panitia, saya menyempatkan diri melihat sekeliling hotel yang marak dengan pusat pelayanan jasa Spa, resto bergaya manca, hingga penjul pernak pernik Bali yang di display di tiap toko. Setelah menikmati makan malam yang cukup menghangatkan perut. Akhirnya informasi kamar sementara saya dapat dari mbak Wida. Syukur tak terkira, malam ini saya menikmati istirahat bersama mbak Widha dan mbak Kiki.
Sungguh pantas kiranya menempuh jalan panjang untuk sebuah pesona Budaya yang konon menarik mata dunia
mari kita tunggu cerita berikutnya!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H