Mohon tunggu...
Hutami Pudya
Hutami Pudya Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Semoga bermanfaat" ^_^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Malioboro, Lebih Bagus Plang Lama atau Baru?

4 September 2012   12:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:56 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_197161" align="aligncenter" width="540" caption="Plang Malioboro versi lama dan baru (Sumber: Merdeka.com)"][/caption]

Rasanya kurang afdol kalau tak jalan-jalan di Malioboro saat berada di Yogyakarta. Kawasan Malioboro memang menjadi salah satu tujuan wisata favorit para pelancong, baik dalam maupun luar negeri, saat berkunjung ke Kota Gudeg itu. Aneka kerajinan tangan tradisional, banyak dijajakan di sepanjang Malioboro. Tidak hanya itu, pelancong yang ingin berwisata kuliner di sepanjang Malioboro, bisa singgah di kedai khas Yogyakarta, angkringan.

Melihat animo wisatawan untuk datang ke Malioboro semakin tinggi, tentu pemerintah Yogyakarta ingin mempercantik kawasan tersebut. Salah satu cara pemerintah Yogyakarta mempercantik Malioboro adalah dengan mengganti plang “Malioboro” yang terletak di ujung jalan.

Sejak plang tersebut dipasang, Malioboro memang tampil beda. Tulisan “Malioboro” lebih terlihat jelas karena ukurannya memang lebih besar. Selain besar, tulisan “Malioboro” juga berwarna-warni. Tampak cerah dengan warna dasar putih. Di atas tulisan “Malioboro” terdapat gambar bangunan kuno tiga pintu, diapit tulisan “Sejak 1755”. Di bawahnya, terdapat tulisan “Kawasan Jalan-jalan”.

Wuiih.... Lengkap sekali tulisan yang terdapat di plang baru “Malioboro”. Tidak seperti plang Malioboro yang lama, hanya ada tulisan “Malioboro” dengan huruf latin dan aksara Jawa kuno, warna dasar hijau dan warna tulisan putih. Ukurannya juga lebih kecil. Pokoknya jauh lebih sederhana dibandingkan plang yang baru.

Menurut Ketua Unit Pelaksana Teknis Malioboro Syarif Teguh, yang dikutip dari Tempo.com, plang baru tersebut menggambarkan Malioboro. Tahun 1755 yang tertera mengacu pada perjanjian Giyanti, warna pelangi memperlihatkan Malioboro yang dihuni oleh masyarakat yang beragam, dan gambar bangunan merupakan simbol dari bangunan cagar budaya.

Bagus juga idenya. Tetapi plang baru yang seharusnya disambut warga Yogyakarta dengan baik, justru menuai protes. Melihat tayangan berita di Metrotv beberapa menit yang lalu, plang baru Malioboro malah ditutup daster lantaran mereka tak suka dengan pemasangan plang baru tesebut. Alasannya, plang baru tersebut tidak mencerminkan Yogyakarta yang bersahaja dan sederhana.

Saya sebagai warga berdarah Yogyakarta, juga tak setuju kalau plang Malioboro warna-warni itu dipasang. Lucu. Itu yang terlintas di benak saya saat melihat plang tersebut. Plang lama, yang sangat sederhana itu, justru merupakan ciri khas Malioboro, ciri khas Yogyakarta. Buktinya, banyak wisatawan yang berfoto di plang lama Malioboro dengan bangganya. Biarkan design Malioboro terlihat jadul (jaman dulu. red). Makin jadul, makin memikat.

Hmmm... mungkin salah satu yang mendorong pemerintah memasang plang baru yang lebih besar, dan berwarna-warni, lantaran kerap melihat wisatawan berfoto di plang Malioboro. Jadi, kalau plangnya lebih besar dan berwarna mencolok, lebih terlihat difoto. @TamiPudya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun