[caption id="attachment_177443" align="aligncenter" width="640" caption="Suasana evakuasi jenazah korban Sukhoi warga padati area (Sumber: sragenpos.com)"][/caption] [caption id="attachment_177444" align="aligncenter" width="640" caption="Warga tampak menikmati "]
Jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet (SSJ 100) di Cidahu, Gunung Salak, Bogor, begitu menyita perhatian publik. Bahkan kabar jatuhnya pesawat buatan Rusia tersebut, sudah mendunia.
Tidak ada yang menyangka, pesawat super canggih, memiliki peralatan lengkap dan fasilitas yang sangat bagus, akhirnya berakhir naas. Pesawat tersebut harus “bertekuk lutut” dengan Gunung Salak yang menjulang.
Hanya penumpang khususlah yang memiliki kesempatan mengikuti demo flight SSJ 100. Bangga. Mungkin perasaan itulah yang mereka rasakan saat tahu bahwa mereka memiliki kesempatan terbang bersama SSJ 100. Namun, tidak lama, kebanggaan tersebut, berubah menjadi duka.
Pesawat yang diterbangkan oleh Alexander Yablontsev mengantarkan mereka semua ke gerbang kematian. Keluarga korban pun sangat terpukul mendengar sanak keluarganya harus pergi meninggalkan mereka selamanya.
Posisi jatuhnya pesawat dan cuaca yang tidak menentu, membuat evakuasi jenazah korban berjalan lamban. Hal ini membuat keluarga korban harus bersabar menunggu sambil terus memanjatkan doa.
Tragedi SSJ 100 memang begitu dramatis, membuat warga dunia berempati, termasuk warga Indonesia. Banyak cara yang dilakukan warga Indonesia untuk menunjukkan rasa empati, beberapa di antara mereka menggelar doa dan solat ghaib bersama atau turun langsung membantu TNI dan Tim SAR mencari jenazah korban yang sudah tak utuh lagi.
Setiap kali saya menonton berita tentang upaya evakuasi jenazah korban di televisi, warga sekitar selalu memenuhi area evakuasi. Mereka ingin menyaksikan secara langsung evakuasi jenazah korban yang begitu dramatis dan menegangkan.
Dari sekian banyak warga yang datang, pasti ada saja warga yang hanya berniat untuk menyaksikan secara langsung tanpa memberi bantuan apapun. Bahkan hanya bisa memberi komentar-komentar empati. Apakah hal tersebut menunjukkan bahwa mereka benar-benar empati? Atau hanya “berwisata” empati?
Tak sepantasnya momen yang memilukan tersebut menjadi tujuan “wisata” empati. Datang hanya ingin melihat tanpa memberikan bantuan, malah justru memperlambat proses evakuasi. Lebih baik tak usah datang kalau hanya merepotkan Tim SAR, TNI, dan relawan yang akan mengevakuasi jenazah korban.
Masih banyak cara yang bisa dilakukan untuk menunjukkan rasa empati kita terhadap tragedi Sukhoi, misalnya dengan memanjatkan doa untuk para korban dan doa agar proses evakuasi dan identifikasi jenazah cepat selesai. Kalau memang ingin menyumbangkan tenaga untuk membantu mengevakuasi jenazah korban, lakukan. Jangan hanya datang, lalu merepotkan. @TamiPudya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H