Mohon tunggu...
Hutami Pudya
Hutami Pudya Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Semoga bermanfaat" ^_^

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gadget Dapat "Membunuh"

29 April 2014   19:08 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:04 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_305072" align="aligncenter" width="471" caption="Ilustrasi (Sumber foto: merdeka.com)"][/caption]

Mati gaya. Mungkin itu yang Anda alami jika tidak menyentuh gadget Anda seharian. Hal itu wajar saja terjadi di era sekarang yang hampir semua orang ketergantungan dengan gadget. Alasannya pun bermacam-macam. Seperti yang diutarakan oleh Mega Kirmasari (24) (Adik saya. Hehehe), salah satu pegawai bank swasta di Tangerang. Menurutnya, jika ia tak bertemu gadget satu hari saja, pekerjaannya akan terhambat dan ia akan kesulitan berkomunikasi dengan orang lain.

Namun, sebenarnya, fungsi gadget tidak hanya sebatas sebagai alat komunikasi jarak jauh atau alat yang dapat memudahkan suatu pekerjaan. Fungsi gadget lainnya adalah membunuh rasa bosan. Kerap kali kita menggunakan gadget di saat kita sedang menunggu, karena menunggu adalah pekerjaan yang paling membosankan. Salah satunya adalah menunggu antrean.

Kemarin, saya berkunjung ke rumah sakit di Jakarta untuk melakukan pemeriksaan. Seperti biasa, antrean di rumah sakit cukup banyak. Beberapa orang ada yang menunggu sambil menemani anaknya di area bermain yang telah disediakan rumah sakit, membaca koran, dan ada yang sibuk dengan gadget-nya.

Seperti yang tampak di hadapan saya saat menunggu antrean di depan ruang dokter. Ada sebuah keluarga, terdiri dari ayah, ibu, dan satu anak, yang juga sedang menunggu antrean. Awalnya mereka duduk manis di depan ruang dokter. Namun dalam hitungan detik, sang ayah dan sang ibu sama-sama mengeluarkan smartphone mereka. Mereka begitu asyik memainkan jari telunjuknya di layar sentuh handphone canggih mereka.

Adegan tersebut membuat saya tertarik untuk mengamati mereka diam-diam. Saya penasaran, apalagi yang akan dilakukan oleh kedua orangtua anak itu sesaat lagi. Apakah mereka hanya sebentar menggunakan handphone mereka, kemudian kembali mengobrol, terutama dengan anak mereka. Atau tetap memainkan gadget-nya sambil menunggu antrean.

Dan ternyata, setelah beberapa menit berlalu, mereka tetap sibuk dengan handphone mereka masing-masing. Si anak pun mulai jenuh. Sesekali ia memandangi kedua orangtuanya, dan bertanya, “Ayah ngapain?”.

“Ayah lagi balas e-mail dari teman Ayah, nak.” Jawab sang Ayah yang tetap menatap layar handphone.

Si anak cukup pengertian. Ia menunggu dengan tenang. Tidak rewel sama sekali. Usia anak itu kurang lebih 4 tahun. Tak lama, anak itu menyundul lengan ayahnya. Kelihatannya si anak ingin mengalihkan perhatian ayahnya yang sedari tadi sibuk dengan handphone-nya. Namun, sang ayah hanya berkata, “iya nak, sebentar.”, menatap anaknya beberapa detik, lalu kembali menatap layar telepon pintarnya.

Merasa bosan, si anak pun mencari kesibukan lain. Ia tak mau kalah dengan kedua orangtuanya yang sibuk dengan smartphone mereka masing-masing. Si anak membuka sepasang sandal yang ia gunakan, dan ia letakan di pangkuannya. Ia pun bermain dengan sepasang sandal tersebut.

Saya sendiri pernah melakukan hal tersebut, tenggelam dalam kesibukan “berinteraksi” dengan gadget, sehingga lupa dengan orang-orang di sekitar saya.

Suatu hari, saya, adik saya, dan kedua orangtua saya berencana untuk pergi makan di restauran favorit kami. Hal ini tentu membuat kami senang, sebab, kami sudah lama tidak makan bersama di luar. Sekalian refresing dan melepas rindu dengan mereka.

Sesampainya di restauran, kami pun memesan menu makanan. Sambil menunggu pesanan datang, tak sadar saya dan adik saya mengeluarkan handphone dan sibuk dengan handphone kami masing-masing. Tidak ada suara yang keluar dari saya dan adik saya. Ayah dan ibu kami, hanya menatap kami. Mungkin mereka tak berani mengganggu kami. Mungkin di benak mereka, apa yang kami lakukan adalah hal penting. Soal pekerjaan misalnya.

Ayah dan ibu kami tidak mengeluarkan handphone-nya untuk membunuh rasa bosan saat menunggu pesanan. Sebab, handphone mereka, handphone jadul (jaman dulu. red) yang hanya bisa digunakan untuk sms dan telepon. Ketika kami berniat membelikan mereka smartphone, mereka menolak. Alasannya, handphone tersebut terlalu rumit untuk digunakan.

Setelah pesanan datang, kami meletakan handphone kami di atas meja. Obrolanpun terjadi. Namun, obrolan tersebut tetap diselingi “interaksi” dengan gadget.

Saya menyadari kesalahan saya, ketika melihat si anak itu di rumah sakit, saat mengunggu antrean. Saya membayangkan si anak itu, adalah kedua orangtua saya. Betapa bodohnya saya mengacuhkan orang yang saya kasihi karena gadget.

Gadget, apapun jenisnya, memang sangat dibutuhkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun, kita harus tahu, kapan memakainya. Saat bersama orang yang kita kasihi, kurangi pemakaian gadget. Kalau perlu, singkirkan dulu. Berinteraksilah dengan orang-orang yang kita kasihi dan mengasihi kita. Mereka nyata, di dekat kita. Kalau kita terlalu asyik “berinteraksi” dengan gadget, tidak hanya rasa bosan yang ia bunuh, tetapi juga kepekaan kita terhadap orang-orang sekitar. Jadi, bijaklah menggunakan gadget. @TamiPudya_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun