Mohon tunggu...
Tami Nur Herawati
Tami Nur Herawati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Statistika Universitas Padjadjaran

Mahasiswa Statistika Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ketika Si Idealis Menjadi Realistis

13 Juli 2021   13:01 Diperbarui: 11 November 2022   23:44 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi seseorang yang memiliki begitu banyak mimpi dan ekspektasi yang ditata sedemikian rapi adalah sebuah anugerah sekaligus tantangan yang menguras begitu banyak tenaga dan emosi. Menetapkan begitu banyak target,ide ataupun dream list yang tersusun rapi dalam selambar kertas yang tertempel erat di dinding kamar, memantapkan diri sebagai seorang visioner dengan rencana terstruktur akan segala target yang ingin di capai.

Lantas apakah Si idealis akan selalu menggapai yang ia inginkan?

Dengan hanya berdasarkan pada kalimat "semua akan tercapai jika kita mau berusaha",

Lalu ia lupa bahawa ada pepatah lain yang mengatakan bahwa "ada saat dimana realita tidak selalu seindah dengan ekspektasi yang kita harapkan."

Lantas apakah menjadi seorang idealis salah?

Tentu tidak. Memiliki banyak mimpi dengan ide ide hebat dan harapan baik adalah hak semua orang, begitupula dengan usaha dan perjuangan yang menyertai di dalamnya pun merupakan kewajiban ia demi menggapai apa yang ia impikan. 

Namun, yang menjadi keliru adalah ketika kita hanya menganggap impian,ide atau jalan yang kita inginkan adalah satu satu nya jalan yang terbaik bagi kita, menganggap bahwa pilihan kita adalah tolak ukur kesuksesan dan kesempurnaan, seolah kita menutup mata akan segala kemungkinan lain yang ternyata memiliki peluang lebih besar untuk terjadi.

Menjadi seorang idealis juga pernah dialami olehku, ada satu impian yang selama 3 tahun terakhir ini aku perjuangankan dengan begitu hebat mengorbankan segala hal, materi, waktu dan tenaga. Namun, nyatanya waktu menjawab semua perjuangan itu bahwa semuanya hanya akan menjadi sebuah pengalaman dan pembelajaran bagiku tanpa harus mendapatkan hasil yang selama ini menjadi target utamaku.

Menyesal? Tentu tidak. Aku bersyukur setelahnya, sebab ternyata aku menyadari bahwa aku menjadi lebih kuat dan lebih berani dari apa yang aku bayangkan selama ini.

Sebab aku menjadi belajar akan satu hal, bahwa tidak semua mimpi ditunjukan untuk menjadi sebuah kenyataan. Aku belajar bahwa melihat peluang dan segala kemungkinan pun penting di lakukan dari sekedar menetapkan target dan impian. 

Disaat itulah aku mulai membagi porsi ku menjadi seorang yang berfikir rasional dan realistis, tidak terlalu memaksakan apa yang mungkin mustahil untuk di dapatkan, bukan berarti menjadi seorang pestimistis. Hanya saja saat ini aku pun tidak terlalu menyimpan ekspektasi berlebihan akan segala hal yang belum terjadi. 

Bukankah menjadi dewasa juga sudah cukup banyak hal yang perlu di pikirkan ? kebanyakan mereka tidak lagi membahas apa yang mereka mimpikan selama berada di bangku sekolah, melainkan bagaimana caranya bertahan hidup dengan segala cara dan kemampuan yang kita bisa. Sebab berusaha untuk tidak menjadi beban keluarga juga sudah cukup sulit dan melelahkan bukan?

Ada satu kalimat yang aku pelajari dalam kegiatan perkuliahan saat sesi diskusi bersama dosen,

"Sebenarnya baik idealis dan realistis tidak ada yang lebih baik diantara keduanya, semua tergantung setiap orang yang menyikapinya. Seseorang yang lahir dari keluarga serba ada dimana semua keluarganya adalah dokter, maka ia akan memiliki keinginan menjadi seorang dokter pula meskipun banyak biaya yang harus ia keluarkan demi mimpinya. Lain lagi jika kita sebagai seorang sarjana dengan disiplin ilmu yang berbeda, mungkin selepas lulus kuliah ia akan melakukan pekerjaan apapun yang ada hanya untuk alasan bertahan hidup, meskipun melakukan hal diluar ilmu yang ia dapatkan selama berkuliah. Ia menjadi lebih realistis sebab mimpinya saat itu hanyalah sebatas untuk bertahan hidup."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun