[caption id="attachment_369116" align="aligncenter" width="300" caption="Foto : www.a-girl-and-all-her-books.tumblr.com"][/caption]
Semua orang pasti ingin menjadi seorang yang pintar. Memiliki otak  yang pandai sehingga bisa mencapai impian dalam hidup dengan mudah. Pintar bukan hanya dalam hal akademis tapi juga dalam pengetahuan-pengetahuan lain yang bersifat non akademis. Contohnya seperti pintar dalam musik, olahraga, teknologi, teatrikal, pintar dalam berbicara di depan publik atau bahkan pintar dalam pergaulan.
Sejak kecil kita disekolahkan dan dididik oleh guru-guru yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing. Mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan sampai masuk di dunia perkuliahan. Tapi semua itu belum cukup untuk menjanjikan seorang tersebut bisa menjadi pribadi yang pintar. Mengapa ? Karena tidak semua ilmu yang kita butuhkan kita dapat dari bangku sekolah dan kuliah. Bisa dikatakan itu hanya sebagiannya saja. Sisanya, ilmu-ilmu tersebut bisa kita dapatkan dari mambaca dan praktek langsung dalam kehidupan sehari-hari atau pengalaman.
Membaca pun bukan berarti hanya buku-buku pelajaran saja, tapi juga bahan bacaan lainnya seperti novel, komik, koran, majalah, dll. Ketika kita mulai membaca maka otak kita akan bekerja, semakin terus kita sering membaca maka semakin sering otak kita terasah untuk bekerja. Sehingga kita bisa menyaring ilmu baru yang kita butuhkan dari apa yang kita baca tersebut. Seorang penulis pun bisa menjadi penulis yang handal karena dia rajin membaca. Dari kebiasaannya membaca itulah dia belajar bagaimana bentuk tulisan yang baik dan benar.
Sayangnya saat ini generasi muda Indonesia semakin terkikis budaya membacanya. Salah satu penyebabnya adalah efek dari modernisasi yang menyebabkan anak-anak zaman sekarang lebih senang untuk bermain seharian dengan gadgetnya daripada asyik dengan buku bacaannya. Buku seolah tersingkirkan dari daftar kebutuhan anak. Itu juga yang menyebabkan masyarakat kita bisa jauh tertinggal dari bangsa lain.
Kebiasaan buruk  dari kurangnya membaca juga menjadi penyebab timbulnya banyak masalah. Contohnya seperti :
- Tidak membaca rambu-rambu lalu-lintas ketika berkendara sehingga menyebabkan kecelakaan.
- Salah paham oleh satu berita, karena hanya membacanya sekilas dan tidak menyeluruh.
- Tidak bisa mengoperasikan benda baru karena malas untuk membaca keterangan cara pakainya.
Dan masih banyak lagi contoh-contoh akibat buruk dari kurangnya membaca.
Kebanyakan dari kita lebih sering bertanya dan bertanya daripada mencari tahu lebih dulu dengan cara membaca. Orang-orang seperti itu adalah orang-orang yang hanya ingin instan dalam memenuhi kebutuhannya. Maka tak salah jika mereka belum bisa disebut sebagai orang yang pintar meskipun mereka hidup di zaman yang sangat canggih.
Maka dari itu, untuk menjadi seorang yang pintar, pandai dan cerdas kita harus lebih banyak dan lebih sering lagi untuk membaca. Membaca banyak referensi tentang apa saja yang belum kita ketahui. Karena ilmu tak akan ada habisnya selama kita terus mencari dan menggali. Ilmu yang kita dapatkan akan membuat otak kita semakin bertambah dan dipenuhi oleh hal-hal yang sangat bermanfaat. (Nitami Adistya Putri)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H