“Boleh saja, lagipuula tidak terlalu jauh.”
Aku teringat sosoknya dengan jelas, kakekku dia orang yang begitu memanjakan cucunya. Memberi uang sering ia lakukan, bahkan di usianya yang sudah lanjut ia masih mengingat beberapa cerita masa lalu, dan dengan fasihnya menceritakan kepada cucu-cucunya.
Suara jangkrik bersautan. Seorang hamba Allah beristirahat setelah mengadakan pertemuan. Negitulah kiranya kakekku mendeskripsikan suasana zaman dahulu dan kisah yang dilalui oleh seorang ulama pahlawan bangsa.
“wuusss..” angin pun bertiup kencang. Daerah yang sungguh sunyi dan penuh kedamainan. Begitulah suasana yang dirasakan oleh hamba sang maha damai yang telah mengembara dari pesantren ke pesantren di pulau Jawa.
Sang hamba Alllah merupakan nasionalis sejati. Kiai Muhammad Hasyim asy’ari ulama yang tak mau sekalipun tunduk pada para penjajah. Dan dengan tipu muslihat para kolonial itu mengiming-imingi sang hamba Allah dengan bevberapa gelar. Dan dengan liciknya para pencuri itu berusaha menghancurkan harga dirinya dengan memfitnah, dan memporak porandakan pesantren yang baru berdiri 10 tahun silam.
Namun sang hamba allah tidak tinggal diam, dia tidak segampang yang para penjahat itu kira.
“Perang melawan para kolonial adalah jihad, jangan takut kepada para penjahat licik itu.”
Kiai Muhammad Hasyim Asy’ari pun menghramkan untuk pergi berhaji menggunaklan pesawat Belanda. Seruan itupun membuat sang kolonial panas dan kembali melakukan serangan ke pondok pesantren ulama itu. Namun bak karma yang tidak bisa dicegah, sang kolonial menyerah kepada Jepang 5 tahun kemudian.
Jepang musuh selanjutnya
Jauh sebalum kapal negara samurai itu mendarat di tanah air. Slogan “Jepang adalah cahaya asia, jepang adalah Pemimpin asia dan Jepang pelindung asia.” Merupakan propaganda yang memberikan hawa baru bagi bangsa yang sedang terjajah. Bak angin segar yang datang begitu damai mereka memberi harapan kepada kami yang sudah muak akan kolonialisme tiga setengah abad berturut-turut.
Jepang datang, Belanda meradang. Konfrontasi tentara bermata sipit itu membuat penjajah berkulit putih ketar-ketir. Berita dari Kalijati yang memporak-porandakan pertahanan sang kolonial berdarah biru. Kabar itupun membuat semangat membara seluruh bangsa Indonesia, bahwasannya gerbang kemerdekaan sudah terlihat.