Inflasi Juni 2018 dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran. Inflasi terutama bersumber dari komoditas daging ayam ras, cabai rawit, ikan segar, sayur-sayuran, kelapa, bawang merah, daging sapi, ayam hidup dan daging ayam kampung. Sementara komoditas telur ayam ras, cabai merah, beras dan bawang putih tercatat deflasi didukung stabilnya pasokan. Untuk menjaga kestabilan inflasi, perlunya koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah bersama dengan Bank Indonesia.
Sementara defisit transaksi berjalan (Current Accout Deficit/CAD) Kuartal I tahun 2018 tercatat sebesar USD 5,5 miliar atau 2,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) lebih rendah dari Triwulan sebelumnya yang mencapai 2,3 persen dari PDB.Â
Namun Bank Indonesia memperkirakan CAD kuartal II tahun ini bisa melebihi level 2,5 persen dari PDB yang disebabkan oleh defisit neraca perdagangan sektor migas ditambah harga minyak mentah yang terus meningkat. Meskipun CAD diperkirakan melebar, defisit Transaksi Berjalan posisi Kuartal II tahun 2018 masih dalam kategori aman karena masih berada dibawah 3% dari PDB.
Melihat indikator tersebut, secara keseluruhan sampai Kuartal I tahun 2018 indikator makro ekonomi domestik masih terjaga dan stabil. Meskipun demikian, pemerintah harus tetap waspada dan memperkokoh fondasi perekonomian domestik mengingat gejolak ekonomi global yang sangat spekulatif.Â
Langkah Kedepan
Agar mampu bertahan ditengah gejolak ekonomi global yang spekulatif dan mampu memperkuat stabilitas ekonomi domestik, langkah-langkah strategis pemerintah harus dilakukan pemerintah secara maksimal, yaitu : Pertama, perlunya memperkuat industri lokal, mengurangi permintaan impor dan meningkatkan ekspor yang berdaya saing dan diversifikasi negara tujuan ekspor. Terkhusus memperkuat sektor manufaktur dan pariwisata yang bertujuan meningkatkan devisa yang berkelanjutan dan memperkecil defisit transaksi berjalan.
Kedua, menekan defisit APBN melalui peningkatan penerimaan Negara atas pajak. Proyeksi pendapatan negara tahun 2018 sebesar Rp 1.894,7 triliun, target penerimaan perpajakan sebesar Rp1.618,1 triliun (85,40 persen).Â
Sementara Tax Ratio Indonesia saat ini masih rendah berada pada level 10,8 persen. Menurut International Monetary Fund (IMF) mensyaratkan suatu negara dapat melakukan pembangunan yang berkelanjutan apabila Tax Ratio nya minimal 12,5 persen.Â
Beberapa langkah strategis telah dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk meningkatkan penerimaan pajak, antara lain melalui Tax Amnesty, Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan dan upaya penerimaan pajak lainnya. Diatas semua itu, kesadaran masyarakat selaku Wajib Pajak (WP) untuk membayar pajak tepat waktu sangat perlu dan memang seharusnya  demikian.
Ketiga, melihat gejolak kurs yang begitu spekulatif, disarankan agar pelaku usaha memperkuat struktur keuangannya terutama yang menggunakan bahan baku impor tapi berorientasi penjualan di pasar domestik sehingga harus menerapkan kehati-hatian dalam mengelola kebutuhan dolar AS. Semoga. ***
Tamba Togap Tambun
Pegawai Perbankan
Alumnus Ekonomi Pembangunan FEB USU