Mohon tunggu...
Tamba Togap Tambun
Tamba Togap Tambun Mohon Tunggu... Pegawai Perbankan -

Lakukan yang terbaik selagi kita bisa

Selanjutnya

Tutup

Financial

Menjaga Stabilitas Ekonomi Domestik

30 Agustus 2018   13:57 Diperbarui: 30 Agustus 2018   14:45 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
keywordsuggest.org/

Perang dagang antara AS dengan Tiongkok juga menimbulkan dampak ekonomi di seluruh dunia, termasuk Indonesia yang menimbulkan ketidakpastian global. Ini merupakan perang dagang terbesar dalam sejarah perekonomian. 

Per tanggal 06 Juli 2018, Donald Trump memberlakukan kenaikan tarif impor terhadap produk dari Tiongkok senilai 34 miliar dolar AS dengan tarif sebesar 25 persen. 

Tujuannya adalah untuk menghambat impor barang dan jasa yang berasal dari Tiongkok dan mungkin kebijakan ini berimpas pada negara lain. Kebijakan proteksionisme AS dengan menutup akses perdagangan dengan dunia luar sesuai dengan visi dan misi "Make America Great Again". Bagi sebagian ahli, kebijakan ini diyakini dapat merugikan rakyat AS terkhusus yang memiliki mitra dagang dengan dunia luar.

Sementara itu, strategi yang dilakukan Tiongkok adalah dengan mengkampanyekan visi dan misi terbarunya yaitu "Made in Tiongkok 2025" dengan membuka diri terhadap investor asing untuk berinvestasi di negaranya. 

Tiongkok juga melakukan devaluasi mata uang Yuan yang menjadikan mata uang ini semakin murah dan dolar AS semakin kuat. Tujuannya membuat produk dari Tiongkok akan membludak di pasar global karena harga yang lebih murah yang dapat menguntungkan negara lain yang mengimpor dari Tiongkok. Faktor lainnya penyebab ketidakpastian global dikarenakan meningkatnya ketegangan geopolitik antara AS dan Iran yang memicu kenaikan harga minyak dunia. 

Secara keseluruhan, meskipun pengaruh ketidakpastian global tidak terlalu signifikan saat ini terhadap perekonomian Indonesia, namun pemerintah harus tetap siaga dan perlu perhatian serius agar volume ekspor Indonesia tidak terganggu.

Stabilitas Domestik

Stabilitas makro merupakan bagian terpenting dalam perekonomian Indonesia sebagai fondasi untuk menopang gejolak-gejolak yang terjadi di pasar keuangan domestik maupun akibat ketidakpastian global. Ada 3 (tiga) indikator utama untuk melihat kestabilan makro ekonomi, antara lain: Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Inflasi dan Defisit Transaksi Berjalan. 

Tingkat pertumbuhan ekonomi Kuartal I tahun 2018 sebesar 5,06 persen secara year to year (yoy) yang mengalami peningkatan dibandingkan pertumbuhan  ekonomi Kuartal I tahun 2017 sebesar 5,01 persen (yoy). 

Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,06 persen ini sebenarnya masih sedikit berada dibawah perkiraan sebelumnya sekitar 5,1 persen. Salah satu komponennya penyebabnya adalah konsumsi rumah tangga yang pertumbuhannya masih dibawah 5 persen, hanya tumbuh sekitar 4,95 persen (yoy). Sangat diharapkan sebenarnya pertumbuhan konsumsi semakin tinggi lagi agar dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Nasional.

Disisi lain, tingkat inflasi juga masih terkendali atau berada pada kisaran target, sebesar 3,5 lebih kurang 1 persen (yoy). Menurut data Bank Indonesia, tingkat inflasi pada Juni 2018 sebesar 0,59 persen secara month to month (mtm) atau sebesar 3,12 persen (yoy), lebih rendah dari inflasi bulan-bulan sebelumnya, posisi April sebesar 3,41 persen dan Mei sebesar 3,23 persen (yoy). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun