Good governance pada dasarnya adalah konsep yang mengacu pada proses pembuatan keputusan dan bagaimana keputusan tersebut diimplementasikan sebagai cara mengelola urusan publik dan dapat dipertanggungjawabkan secara bersama oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta. Menurut United Nation Development Program (UNDP), Good Governance memiliki 8 (delapan) karakteristik utama :
1. Participation, setiap warga negara memiliki hak bersuara dalam membuat suatu keputusan yang mewakili kepentingannya.
2. Rule of Law, adanya kesamaan di mata hukum terutama dalam hal hak asasi manusia.
3. Transparency, adanya kebebasan untuk dapat mengakses informasi bagi siapapun.
4. Responsiveness, setiap lembaga yang melaksanakan proses penyelenggaraan pemerintahan harus memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap.
5. Consensus Oriented, pemerintahan yang baik berperan sebagai mediator bagi berbagai kepentingan untuk mencapai kesepakatan bersama.
6. Equity, setiap warga memiliki kesempatan yang sama baik dalam menjaga atau meningkatkan kesejahteraannya.
7. Effectiveness and Efficiency, proses pembentukan keputusan harus menghasilkan produk yang efektif dan efisien.
8. Accountability, keputusan yang dibuat oleh pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Pemerintahan yang bersih merupakan bagian dari pemerintahan yang baik (Good Governance) karena mencerminkan bagaimana pemerintah, swasta, dan masyarakat saling bersinergi. Indonesia sendiri mulai muncul Good Governance setelah era reformasi karena dilatarbelakangi tuntutan orde baru. Krisis ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia disebabkan oleh tata kelola pemerintahan yang buruk seperti maraknya KKN. Hal ini akan mengurangi rasa kepercayaan masyarakat kepada pemerintah karena dianggap sibuk memenuhi kepentingannya pribadi sehingga berdampak pada pembangunan, meningkatnya pengangguran dan kriminalitas dan masih banyak lagi.
Saat ini penerapan prinsip Good Governance di tingkat pemerintah pusat maupun daerah Indonesia tentunya telah mengalami banyak perkembangan.Transparansi meningkat karena adanya kemajuan teknologi dalam pemerintahan atau disebut e-government seperti pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (e-procurement). Hal ini ditunjukkan melalui elektronik, sehingga informasi terkait proses pengadaan barang/jasa dapat diperoleh secara terbuka dan mudah oleh pihak yang berkepentingan, yakni ULP, LPSE, auditor, PKK dan masyarakat umum. Namun, di beberapa daerah hal ini masih belum mencapai tujuan meningkatkan persaingan usaha yang sehat secara maksimal. Hal ini dikarenakan bahwa sesuai hasil penelitian, masih dapat diindikasikan terdapat peluang “main mata” (Nurchana et al., n.d).
Selain itu, di tingkat daerah pemerintah melibatkan masyarakat dalam penyusunan kebijakan seperti Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) sebagai bentuk partisipasi masyarakat. Hasil penerapan yang dilakukan oleh kecamatan dusun selatan dapat dikatakan sudah sesuai dengan aturan dan yang diharapkan oleh masyarakat, serta partisipasi masyarakat baik, hadir, dan aktif. (Wirawan et al., 2015) Oleh sebab itu, hal ini sangat baik untuk dipertahankan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerahnya masing-masing dan alangkah baiknya apabila masyarakat tetap dilibatkan sampai akhir perencanaan.
Pengaruh partisipasi masyarakat di tingkat nasional juga dapat dilihat melalui dunia pendidikan. Kurangnya partisipasi warga sekolah, khususnya guru dan masyarakat, dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini. Partisipasi guru dalam mengambil keputusan sering kali diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan akan sangat bergantung pada guru. Selama ini partisipasi hanya dalam bentuk dana, sedangkan dukungan seperti pemikiran, moral kurang diperhatikan. Salah satu upaya konkret untuk mendongkrak mutu pendidikan adalah dengan penguatan partisipasi masyarakat, dengan mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan menggali potensi masyarakat untuk menjamin demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas. (Budimansyah, 2008)
Satu karakteristik lagi yang mungkin akan dibahas adalah terkait kepastian hukum melalui penerapan Online Single Submission (OSS) di Indonesia. Kebijakan ini tentunya membawa beberapa kemajuan penting terutama dalam hal mempercepat dan menyederhanakan proses perizinan usaha. Pelaku usaha juga memiliki kepastian hukum yang jelas karena semua terekam digital dan dapat diakses. Namun, masih ada sejumlah tantangan yang membuatnya belum sepenuhnya optimal seperti sulitnya akses masuk pada website OSS pasca Launching, kurangnya pemahaman pelaku usaha pada informasi baru, minimnya akses internet di Indonesia bagian timur, kendala penggunaan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan terdapat pelaku usaha yang tidak melakukan pemenuhan komitmen. (Assegaf et al., n.d.,)
Terakhir, hal lain yang masih menjadi kelemahan Indonesia dan menghambat tercapainya Good Governance adalah kasus KKN terutama korupsi. Kasus korupsi masih sering terjadi baik di tingkat pusat maupun daerah. Kasus viral yang belum lama seperti kasus tambang timah yang merugikan negara mencapai Rp 271 Triliun, kemudian penyaluran anggaran pendidikan yang tidak sampai ke bawah karena di korupsi. Oleh sebab itu, perlu ada penegakkan hukum dan sanksi yang tegas bagi para koruptor dan meningkatkan pengawasan serta pemeriksaan keuangan.
Secara keseluruhan, penerapan prinsip Good Governance di tingkat pusat dan daerah di Indonesia menunjukkan kemajuan yang signifikan, meski masih dihadapkan dengan berbagai tantangan. Di tingkat pusat, langkah-langkah seperti penguatan transparansi melalui digitalisasi layanan publik serta pengawasan keuangan semakin meningkatkan kualitas tata kelola. Namun, di tingkat daerah, penerapan prinsip-prinsip tersebut belum merata, dengan variasi dalam kapasitas, komitmen, dan sumber daya yang mempengaruhi kinerja pemerintah daerah. Masalah seperti korupsi, birokrasi yang lambat, dan minimnya partisipasi publik masih menjadi hambatan dalam mencapai tata kelola yang baik. Keberhasilan penerapan Good Governance di Indonesia membutuhkan sinergi yang lebih kuat antara pusat dan daerah, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, serta komitmen bersama untuk mewujudkan pemerintahan yang sesuai dengan karakteristik Good Governance.
Daftar Pustaka
Assegaf, M. I., Juliani, H., & Sa'adah, N. (n.d.). PELAKSANAAN ONLINE SINGLE SUBMISSION (OSS) DALAM RANGKA PERCEPATAN PERIZINAN BERUSAHA DI DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (DPMPTSP) JAWA TENGAH. DIPONEGORO LAW JOURNAL, 8(2). https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/article/view/24582/22745
Budimansyah, D. (2008, Januari). Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penguatan Partisipasi Masyarakat. 2(1). http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/EDUCATIONIST/Vol._II_No._1-Januari_2008/7_ Dasim_Budimansyah_rev.pdf
Budisetyowati, D. A. (n.d.). PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PELAYANAN PUBLIK.
Nurchana, A., Haryono, B., & Adiono, R. (n.d.). EFEKTIVITAS E-PROCUREMENT DALAM PENGADAAN BARANG/JASA (Studi terhadap Penerapan E-Procurement dalam Pengadaan Barang/Jasa di Kabupaten Bojonegoro). Jurnal Administrasi Publik (JAP), 2(2), 355-359.
Raditya, A. A. (2023, April 12). 5 (Lima) Prinsip Good Governance dalam Pengurusan Piutang Negara. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/16062/5-Lima-Prinsip-Good-Governanc e-dalam-Pengurusan-Piutang-Negara.
Wirawan, R., Mardiyono, & Nurpratiwi, R. (2015). PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH. JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 4(2)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H