"Kita kembali ke titik 0, setuju?" Menegaskan kembali.Â
"Aku gak tahu dinda, gak bisa beri solusi," ucap kak Sari pasrah.
"Aku mau hidup tenang, tanpa terbebani tanggung jawab di CF. Mau cari apa lagi coba? Seandainya mau menerbangkan sayap literasi, biarkan aku bebas sesuka hati, insyaallah aku telah jauh lebih kuat dari pada sebelumnya. Mungkin admin yang lain pun akan bersikap sama," tegasku.Â
"Kita lihat aja nanti Zahirah seiring berjalannya waktu mungkin aku pun suatu saat sama seperti kalian. Biarkan untuk sementara waktu, begini adanya. CF dibekukan saja, kalau mau tengok ya tak apa-apa," sambung Kak Nisa.Â
"Mungkin di sisi lain kita jenuh namun di sisi lain kita juga berat meninggalkan CF, bagaimana pun perjuangan kita untuk CF perlu kita hargai," balas Kak Sari berusaha menguatkan.
"Baiklah, kita berjalan apa adanya saja. Kalau seandainya bisa respon silakan, jika tidak jangn dipaksakan."Â
Keputusan bulat kami sepakati, dengan harapan yang sama semoga CF masih berjaya.Â
"Iya, Zahirah, mengingat perjuangan kita dari waktu, tenaga, materi, dan sebagainya, sungguh sangat disayangkan pokoknya. Jikalau mungkin tinggal aku atau beberapa orang biarkan tetap ada CF meskipun senyap. Selain banyak kenangan juga ada rasa bangga bisa mengayomi/membuat/mewujudkan mimpi literasi meski sesaat .
Intinya kita pernah ada di dalamnya," pesan kak Nisa yang membuat langkahku kembali bersemangat.Â
***
Kidung senja menggema, menyuarakan kedukaan pada jiwa-jiwa yang hampa selepas kemarau uji datang merenggut asa. Tangis, bahagia, suka duka, amarah dan benci kerap mewarni sepanjang waktu menemani seumpama nyanyian hati yang memuisikan bait-bait rasa. Semua adalah bagian kisah yang menjadi sejarah tak terlupakan hingga nanti. Di titik perhentian senja yang menjingga pun kita menggenggam lelah, meski pada akhirnya ketulusan cinta merekat kembali kebersamaan kita.Â