Mohon tunggu...
Tamariah Zahirah
Tamariah Zahirah Mohon Tunggu... Penulis - Guru di SMPN 3 Tambun Utara

Menulis salah satu cara menyalurkan hobi terutama dalam genre puisi dan cerpen. Motto : Teruslah menulis sampai kamu benar-benar paham apa yang kamu tulis!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu dan Hujan

13 September 2023   08:02 Diperbarui: 13 September 2023   08:24 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Vina tahu alasan Asha menolak karena ia tak dibekali uang jajan. Vina rencananya mau traktir Asha hari ini makan sepuasnya di kantin, karena Asha berulang tahun. Kondisi ini memang berbanding terbalik, lazimnya siapa yang berulang tahun dialah yang harus traktir teman-temannya, sebagai bentuk wujud syukur dengan cara berbagi. 

Vina memahami kondisi Asha, tanpa seorang ayah di sampingnya itu sangat berat. Sang ayah telah lama pergi meninggalkan Asha dan ibunya, tanpa sebuah alasan. Ibunya sudah cukup memberikan banyak cinta, perhatian yang begitu besar. Asha tak butuh figur ayah, karena bagi Asha ayahnya sudah mati. 

"Selamat ulang tahun, Asha. Semoga kamu selalu bahagia. Izinkan aku memberikan kebahagiaan di hari spesialmu," ucap Vina dengan wajah semringah sambil mengulurkan tangannya, berharap Asha menyambutnya. 

"Masyaallah, Vin. Kamu ternyata ingat hari ulang tahunku," sahut Asha dengan mata berkaca-kaca. Menyambut hangat tangan Asha dan mereka saling berpelukan.

"Ya, ingatlah. Masa aku lupa, setiap tahun ini menjadi perayaan istimewa sekalipun dalam kesederhanaan. Karena kamu sahabat terbaikku, Asha." 

***

Jam istirahat telah tiba, bel berbunyi kencang. Semua anak berhamburan menuju kantin untuk membeli jajanan. Namun Asha tetap di kelas, ia meraba tasnya mencari bekal makan yang disiapkan ibu untuknya setiap hari. Asha terlihat panik, sampai mengeluarkan seisi tasnya. Tetap saja yang ia dapati hanya lembaran buku-buku lusuh di dalam tas yang sudah terlihat pudar warnanya. 

"Hadeuh, ternyata aku lupa memasukan bekal makan yang sudah ibu siapkan. Bagaimana nih? bisa-bisa nanti aku kelaparan," sesal Asha. 

Asha berniat pulang saat jam istirahat, namun tiba-tiba langit mendung. Padahal tadi cuaca sangat terik, mungkin ini salah satu keberkahan yang Allah kirimkan lewat hujan. Setelah sekian lama kekeringan dan banyak lahan yang mati karena gersang. 

Hujan memang selalu menghadirkan kerinduan bagi jiwa-jiwa yang haus akan keteduhan. Dalam gigil pun hujan mampu menghadirkan ketenangan ketika raga dibalut kehangatan dari tangan-tangan keikhlasan. Selayaknya ibu yang begitu sigap menemani di setiap suka dan duka, tangannya yang kekar mampu merengkuh sedu dan tangis kala hujan badai menghampiri. 

Oh, Ibu, cintanya terlampau ruah, seperti hujan yang turun ke bumi membasahi tanah-tanah gersang. Kasihnya sebening derai yang jatuh di pelaratan hening, lalu menyuarakan pesan indah tentang sebuah kesetiaan. Kesetiaan yang tak pernah purna meski melewati jutaan purnama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun