Mohon tunggu...
Tamariah Zahirah
Tamariah Zahirah Mohon Tunggu... Penulis - Guru di SMPN 3 Tambun Utara

Menulis salah satu cara menyalurkan hobi terutama dalam genre puisi dan cerpen. Motto : Teruslah menulis sampai kamu benar-benar paham apa yang kamu tulis!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Pendidikan Kecanduan Game

9 Oktober 2022   16:42 Diperbarui: 20 November 2023   18:29 2704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tema : Kesehatan Mental 

Judul : KECANDUAN GAME 

Karya : Tamariah Zahirah

#Cernak

Beberapa Minggu terakhir Bu Zahra mengamati Rafa, ada yang berbeda darinya. Rafa terlihat lesu dan tak bersemangat di kelas beberapa hari ini. Sementara anak-anak yang lain saling berbaur dan bersenda gurau, selepas menerima pembelajaran atau pun saat jam istirahat.

"Rafa, kenapa kamu diam? Coba lihat deh! Teman-temanmu semua asyik bermain bersama," sapa Bu Zahra, sambil mengarahkan telunjuknya pada sekumpulan anak-anak yang tengah bergembira. 

Rafa tersenyum tipis, tanpa sepatah kata keluar dari bibirnya. 

"Kamu sakit?" tanya Bu guru. Rafa hanya menggelengkan kepala.

"Ayo main sama ibu saja! Kira-kira main apa yah, yang asyik?" Bu Zahra memancing reaksi Rafa. 

Lagi-lagi Rafa tak merespon, justru dia malah menyembunyikan wajahnya di antara lipatan kedua tangan yang diletakkan di atas meja. 

Bu Zahra tak kehabisan ide. Terus berusaha bagaimana caranya agar Rafa mau berbicara. 

"Ouh iya ... ibu mau tunjukkan sesuatu sama Rafa, nih. Ada film kartun yang bagus di YouTube, loh," terang Bu Zahra penuh semangat. 

Bu Zahra duduk di sebelah Rafa, sambil membuka-buka handphone-nya, mencari tayangan kartun yang bagus, demi Rafa.

Perlahan-lahan Rafa menoleh ke arah Bu Zahra, rasa keingintahuannya mulai muncul saat tangan Bu Zahra lincah membuka satu persatu konten menarik di YouTube. 

"Mau yang mana, Rafa? Pilih sendiri saja," Bu Zahra menyodorkan handphone-nya untuk Rafa. 

Serta merta Rafa meraihnya dari genggaman Bu Zahra, sambil tersenyum semringah menatap lekat wajah Bu Zahra. Menyiratkan rasa terima kasih yang mendalam. 

Rafa pun dengan semangat membuka salah satu aplikasi game online pilihannya. Perubahan ekspresi wajahnya terlihat jelas dari  sebelumnya. 

Nidzar, teman sekelas Rafa menghampiri. Kemudian disusul beberapa teman yang lainnya. 

"Bu guru, kok Rafa boleh main handphone di dalam kelas?" tanya Nidzar polos. 

"Stttt ... jangan diganggu! Rafa sedang asyik dengan dunianya. Sejak tadi pagi bahkan beberapa hari terakhir, ibu perhatikan Rafa tak merasakan kebahagiaan seperti yang kalian rasakan," jelas Bu Zahra. 

"Ouh jadi, kalau orang ingin bahagia itu musti main handphone ya, Bu?" celetuk Fathir. Bu Zahra tersenyum simpul mendengar celoteh polos itu. 

"Fathir ... untuk mendapatkan kebahagiaan itu sebenarnya mudah, Sayang. Yang membuat sulit adalah jika kita merasa terbebani dengan apa yang kita lakukan. jika kita melakukan hal yang kita senangi dengan ikhlas, sudah tentu dengan sendirinya akan muncul respon positif dalam diri. Hanya saja, cara kita yang berbeda-beda," 

"Bu guru ... kalau aku bahagianya jika main sama teman-teman di sekolah. Kalau di rumah malah aku gak bahagia. Soalnya, Mama ga bolehin aku main handphone," ucap Rania yang sedari tadi ikutan nimbrung. 

"Justru itu bagus, Rania. Artinya orang tua kamu tidak ingin kamu menjadi korban kecanduan gadget. Karena itu sangat merusak mental anak-anak seusia kalian," Bu Zahra melirik Rafa yang sedang asyik bermain game online. 

***

Bel pulang sudah berbunyi. Anak-anak sudah boleh diizinkan  pulang oleh Bu Zahra. Hanya tinggal Rafa sendri. Sebelum pulang Bu Zahra memang berpesan kepada Rafa agar jangan pulang dulu, karena Bu Zahra ingin berbincang-bincang. 

"Rafa ... Bu Zahra sudah tahu masalah kamu sekarang. Kenapa kamu akhir-akhir ini tampak murung di sekolah. Kamu di rumah sering main game?"

"Iya, Bu," jawab Rafa, menganggukkan kepala. 

"Sampai jam berapa biasanya?"

"Setelah pulang sekolah sampai malam hari," jawab Rafa. 

"Ya Allah ... itu berlebihan, Sayang. Kalau seperti ini terus, kamu bisa kecanduan dan kesehatan mental kamu terganggu. Buktinya, tak ada satu pun yang bisa mengobati kegalauanmu kecuali ibu suguhkan handphone," sesal Bu Zahra. 

Tapi beberapa Minggu ini, handphone saya rusak. Jadi saya tidak bisa main game online lagi," keluh Rafa. Wajahnya tertunduk, kembali murung seperti sedia kala. 

"Pantes saja. Baiklah, ibu akan konsultasikan kepada guru BK. Setelah itu pihak sekolah mungkn akan memanggil orang tuamu, agar masalah kamu cepat terselesaikan," tegas Bu Zahra. 

"Iya, Bu."

"Asal kamu tahu, tadi ibu memberi kamu handphone bukan berarti di kelas boleh main game. Tapi cara ibu, agar mengetahui masalahmu dan membuat kamu terbuka." 

"Iya, Bu. Terima kasih."

"Semangat ya, Rafa. Kamu harus bangkit dari rasa candu game yang hampir merusak kesehatan mental kamu. Tanda-tanda itu sudah ada dalam diri kamu. Percayalah, cuma kamu yang bisa melawannya," pesan Bu Zahra menyentuh hati terdalam Rafa. Terlihat air mata membendung di pelupuknya. 

Bekasi, 05 Oktober 2022

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun