Mohon tunggu...
Tamara Palupi
Tamara Palupi Mohon Tunggu... Wiraswasta - owner of God's given so called positive vibes

i'm all about social media, internet, passion, sharing, living a life, architect, interior, decoration, graphic, color, travelling and writing for sure.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dia Lo Gue - All (But) Paper Exhibition

7 Desember 2010   08:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:56 2056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hello Apa kabar Guys?

Hari ini hari Libur ya…hari pertama dalam kalender Hijriyah tahun 1432. Sebelumnya saya ucapkan dulu, selamaaaaat untuk teman-teman Muslim.Walaupun bukan moment untuk dirayakan dengan gegap gempita, namun teriring doa semoga mulai detik ini hidup kita lebih barakah dan manfaat. Amiin.Kali ini saya akan membawa oleh-oleh dari hasil jalan-jalan saya dengan teman saya, Patrice.Jadwal kali ini adalah pameran All but Paper di Dia.Lo.Gue artspace.

Diawali dengan janjian lunch di Dijan’s (daerah Kemang Selatan, dekat dengan galeri yang akan kami tuju), sebuah restoran eksotik bergaya rumah dinas jaman Belanda.Restoran yang menyediakan makanan ala eropa dan a list of wine ini tampak sederhana dari fasadnya, bahkan benar-benar seperti rumah saja.Begitu pula ketika kita masuk, interior ruangannya menyambut kita dengan suasana “feels like home”.Area makan terdiri dari dua bagian, ada yang di dalam dan ada yang di luar (untuk area lantai 2 saya kurang tahu).Tentu saja, yang di dalam ber-AC dan yang di luar tidak, karena berhadapan langsung dengan backyard berumput hijau ala rumah tinggal.Kami lalu memilih area makan di dekat backyard karena tadinya kami kira ruang dalam adalah non-smoking area, dan yang di luar adalah smoking area. Ternyata belakangan waktu kami membayar di kasir kami melihat orang yang di dalam-pun ada yang merokok.

Singkat cerita, usai makan siang dan chit-chat cukup lama, kami menuju tempat selanjutnya yang merupakan tujuan utama kami, Dia.Lo.Gue artspace yang letaknya tidak jauh dari Dijan’s, hanya sekitar 4 atau 5 bangunan jauhnya (Dijan’s ini letaknya di sebelah Oenpao Kemang). Kami memutuskan berjalan kaki.

Setelah beberapa menit menapaki pedestrian yang sama sekali tidak dirancang dengan baik, akhirnya kami menemukan bangunan dengan logo yang unik ini, dia.lo.gue artspace. Namanya unik yah…bisa berarti dialog atau perbincangan dan bisa juga mewakili kata ganti orang pertama kedua dan ketiga, dia,lo dan gue.(bahasa slank Jakarta-red)

Sesuai dengan info yang kami dapat dari twitter, di galeri baru milik leboye ini sedang berlangsung pameran All but Paper.Pameran yang mengetengahkan karya-karya seni dengan media kertas.Awalnya sebenarnya kami agak “ragu” ketika mendapati bahwa fasad bangunan ini (yang memperlihatkan area shop dari luar) terlihat agak gelap,seperti sebuah bangunan yang belum “buka”.Namun kami tidak menghiraukannya dan tetap mengikuti path entrance yang ada untuk menuju ke dalam.

Sampai di dalam, memang benar sebagian besar ruangan masih gelap dalam arti yang sebenarnya.Begitu masuk, kami menjumpai area shop yang menjual beberapa barang unik dan etnik.Untung saja ada mba-mba petugas yang berjaga disana, sehingga kami bisa memastikan tentang berlangsungnya pameran yang kami maksud.Petugas tersebut membenarkan, tapi kami memutuskan untuk melihat-lihat barang di shop mereka terlebih dahulu.Dan benar, ketika saya amati lebih dekat sebenarnya ada lampu-lampu display di dalam shop tersebut tetapi tidak dinyalakan.Dan ini adalah salah satu “kasus” yang sering saya jumpai di Indonesia, lampu-lampu dimatikan dengan berbagai macam alasan mulai dari sebuah toko yang belum ‘grand-opening’ sampai dengan alasan ‘hemat energi’.Sayang sekali sebenarnya, mengingat fungsi lighting yang harusnya secara konsisten memperindah suatu object, justru malah “memberi jeda” kepada viewer untuk melihat bahwa object tersebut terlihat “biasa”.Correct me if I’m wrong.

[caption id="attachment_76662" align="aligncenter" width="475" caption="shop interior"]

12917072761475069921
12917072761475069921
[/caption] [caption id="attachment_76663" align="aligncenter" width="480" caption="yang merah di kanan itu celengan"]
1291707346574808358
1291707346574808358
[/caption] [caption id="attachment_76664" align="aligncenter" width="437" caption="barang-barang entik dan vintage"]
12917074411348577740
12917074411348577740
[/caption] [caption id="attachment_76665" align="aligncenter" width="362" caption="mug.nya lucu. harganya murah lagi"]
1291707500256722239
1291707500256722239
[/caption]

Setelah puas melihat barang-barang lucu, kami lalu menuju ke dalam galeri utama untuk melihat-lihat artwork yang terpajang disana (kali ini sebagian besar lampu sudah dinyalakan, tapi tetap…belum semua).Perjumpaan pertama, kami “disapa” oleh artwork Henricus Linggawidjaja berjudul “fully booked” yang menggambarkan sebuah koper yang menumpahkan isinya, beratus huruf.

[caption id="attachment_76666" align="aligncenter" width="576" caption="fully booked"]

1291707606260062647
1291707606260062647
[/caption]

Senyampang kami menuju beberapa artwork berikutnya, mba-mba petugas galeri memberikan kami (ini apa sebutannya ya, saya kurang tahu) sebuah buku kecil yang berisi penjelasan tentang pameran seni dan barang-barang yang ada di dalamnya.Ada yang tahu, buku seperti ini dalam pameran sebutannya apa?

[caption id="attachment_76667" align="aligncenter" width="480" caption="buku kurasi all but paper"]

12917076931684317350
12917076931684317350
[/caption] [caption id="attachment_76668" align="aligncenter" width="480" caption="buku kurasi all but paper"]
129170779397281121
129170779397281121
[/caption]

Satu-dua-lima dan beberapa karya selanjutnya sangat menarik dan punya cirri unik masing-masing. Kami membahasnya dengan cukup seru. Apalagi terdapat beberapa artist yang ternyata teman dari Patrice.Karya-karya tersebut memiliki ceritanya masing-masing, berniat menyampaikan beberapa pesan tertentu dibalik kesederhanaan tampilan maupun rumitnya teknik.Ya…seperti kata Picasso, “Painting is not done to decorate apartments. It is an instrument of war.”Menurut saya ungkapan tersebut berlaku general untuk semua artwork.

[caption id="attachment_76669" align="aligncenter" width="480" caption="AITTO: mandala karya Deden Hendan Durahman"]

1291707855134680082
1291707855134680082
[/caption]

[caption id="attachment_76670" align="aligncenter" width="398" caption="Legacy, karya Eric Widjaja"]

129170792982504616
129170792982504616
[/caption]

[caption id="attachment_76671" align="aligncenter" width="319" caption="Saya, dengan karya favorit dari Mendiola B. Wiryawan"]

12917080371102378889
12917080371102378889
[/caption]

Artwork favorit saya pada pameran kali ini adalah yang berjudul “Curtain of Question” karya Mendiola B. Wiryawan, mungkin karena memang pada dasarnya saya suka papercrafting. Kertas yang kira-kira seukuran A0 ini diukir membentuk lubang-lubang segitiga kecil yang berdekatan (dan rawan putus!)Awalnya, saya dan Patrice tidak mengerti, kenapa artwork ini dinamakan demikian.“Mungkin karena akan membuat kita menebak-nebak artinya kali ya…” pikir kami.Tapi, jawabannya lalu kami temukan ketika Patrice memotret saya di samping artwork ini.Jawabannya terpampang dengan cukup samar pada hasil foto yang dia bidik lewat kamera smartphone-nya. Ya…disana ada satu “tanda tanya” besar! (ternyata…)Itulah kenapa dinamakan curtain of question, karena memang rangkaian lubang-lubang segitiga kecil tadi, ada yang berkumpul membentuk satu question mark besar.Can you see that?

[caption id="attachment_76672" align="aligncenter" width="307" caption="“Rumah Untuk siapa”, Adi Purnomo"]

1291708099835910004
1291708099835910004
[/caption]

Salah satu nama yang membuat saya penasaran pada pameran kali ini adalah Adi Purnomo, seorang arsitek kenamaan yang kebetulan satu almamater dengan saya.Saya penasaran, apa karya yang akan beliau tampilkan pada karya seni kali ini.Dan ternyata memang tidak jauh-jauh dari latar belakang beliau sebagai arsitek yang terkenal idealis.Lewat karya seni ini, beliau menyampaikan kritik terhadap pemukiman murah yang sering kita dengar ditujukan untuk rakyat.Menurut keterangan yang saya baca, beliau menggunakan material kertas bekas (kertas koran) untuk mewakili kualitas perumahan untuk rakyat yang memang seringkali menggunakan bahan yang mutunya kurang terjamin.Lewat kertas koran bekas yang disusun seperti ini analogi yang ingin disampaikan adalah mewakili image kolektif, pembangunan masal yang disama-ratakan bentuknya, “murah” dan disposable. Waww…dalem yah…

[caption id="attachment_76674" align="aligncenter" width="466" caption="Unchained Melody"]

12917097731877287193
12917097731877287193
[/caption]

Nama lain yang ingin saya ketahui karyanya adalah Agan Harahap, salah satu fotografer berbakat dari Indonesia yang artworknya pertama kali saya kenal di forum deviantart, sekitar 5 tahun lalu.Kali ini Ia memamerkan karya “fenomenal”-nya yang berjudul Unchained Melody.Karya fotografi yang menggambarkan dua insan manusia berdansa dengan memakai masker gas.Dualisme ironis dan satir yang ingin diketengahkan oleh Agan diwakilkan dengan gerakan dansa yang seharusnya riang tapi juga penuh ketakutan.Hal yang sering terjadi di tengah masyarakat kontemporer pada umumnya.

[caption id="attachment_76675" align="aligncenter" width="300" caption="View dari area wastafel di toilet"]

129170981783848890
129170981783848890
[/caption]

Dasar namanya saja arsitek, kalau berkunjung kemanapun, pasti tidak akan terlepas dalam mengamati ruang, flow, dan keistimewaan-keistimewaan lain dalam sebuah bangunan.Satu hal yang selalu saya lakukan adalah, kemanapun saya pergi saya selalu ingin tahu desain toilet (restroom).Dan untuk kali kemarin, saya tidak salah berharap.Ada beberapa hal unik yang saya temukan di area restroom dia.lo.gue artspace.

Pertama kali masuk, suasana “dingin” bangunan yang tercipta oleh material beton ekspos abu-abu sangatlah kental.Seperti halnya restroom yang saya jumpai di Red Dot Museum Singapura, material yang digunakan di dia.lo.gue memang sengaja diekspos.Sengaja sebagian besar menampilkan bahan dan tekstur aslinya, tanpa finishing.Pintu cubicle toilet yang cukup berat, (dalam arti sebenarnya) nampak dilapisi bahan asbes.Jadi warna abu-abu tersebut sangat mendukung dengan elemen beton ekspos di sisi lain.Signage bilik laki-laki dan perempuan yang digunakan sangat unik, karena memakai logo siluet orang (sama seperti yang kita jumpai di bagian paling depan galeri ini).Dan ini yang membuat saya paling terkesan, terdapat kolam lengkap dengan sajian elemen air (dan dapat kita sentuh!) di sisi samping wastafel.Kolam ini memanjang dari sisi samping café di dalam galeri (dimana karya adi purnomo dipajang) sampai dengan sisi dalam restroom.Menurut saya ini menarik karena ide memasukkan elemen air ke dalam ruangan, membuat ruang dengan kesan dingin dan kaku menjadi lebih “sejuk”.

[caption id="attachment_76677" align="aligncenter" width="240" caption="saya menyebutnya greetings tree"]

12917100391566239473
12917100391566239473
[/caption]

Oke, sekarang mari kita lanjutkan tour ke bagian lain dari galeri ini, tepatnya ke area belakang galeri.Disana saya menjumpai sculpture unik yang saya sebut sebagai greetings tree karena menyerupai pohon dengan buah bola-bola kertas berisi tulisan ucapan selamat atas pameran all but paper.(saya melewatkan informasi nama karya dan artist yang membuat artwork ini, anyone?)Greetings tree ini terletak di sebuah hall yang menjadi intersection (dan mungkin lobby) antara area masuk kantor leboye dan dia.lo.gue artspace.Lobby hall setinggi kurang lebih 5 atau 6 meter ini menciptakan suasana “welcome” yang kental, dengan view bebas ke rumput hijau halaman belakang.Hall ini menggunakan prinsip cross ventilation, dimana angin dapat keluar masuk bebas dan mengalir dalam ruangan.Ya, ruang terbuka ini memang dirancang tidak memakai AC, melainkan hanya dengan kipas angin.

[caption id="attachment_76678" align="aligncenter" width="240" caption="Tangga menuju area kantor leboye"]

12917100901166628223
12917100901166628223
[/caption] [caption id="attachment_76679" align="aligncenter" width="240" caption="Elemen perulangan garis dalam hall"]
1291710114672161658
1291710114672161658
[/caption]

Hall ini juga merupakan area penerima yang mengarah pada kantor Leboye di lantai 2.Dengan susunan grid perulangan material kayu, kesan yang tampil adalah kesan kokoh sekaligus hangat.Ya…memang itulah salah satu ciri karya-karya yang dirancang oleh Andra Matin, kontinuitas rancangan tercermin dari elemen-elemen sederhana yang berulang dan menciptakan kesan tersendiri bagi pengguna maupun pengamat ruang.

[caption id="attachment_76680" align="aligncenter" width="240" caption="Signage kantor leboye"]

1291710190813022411
1291710190813022411
[/caption]

Dari hall inilah kami sebenarnya baru menyadari bahwa area masuk kantor leboye terletak di sisi samping bangunan.Jika entrance ke galeri dapat kita lihat dan temukanlangsung dari jalan raya, maka untuk mencapai entrance kantor kita harus masuk ke dalam gang di sisi samping bangunan.Gang tersebut sekaligus menjadi area parkir untuk karyawan Leboye.

1291710286142924209
1291710286142924209

Secara keseluruhan, dari hasil jalan-jalan kemarin, Saya dan Patrice merasa sangat puas (right, Pat? ;) ) Artwork yang dipamerkan cukup berhasil membuat kami merasa “bebas”.Bebas menerka-nerka apa yang ada dimaksudkan sang artist, sampai dengan menemukan beberapa fakta mengagumkan tentang kemungkinan suatu hal.Jika Anda penikmat seni, (yang penasaran dengan karya-karya unik yang tentu tidak terekam semua dalam tulisan ini), penikmat arsitektur atau seseorang yang membutuhkan ‘escape’ dari rutinitas sehari-hari, saya sarankan datanglah ke pameran ini.Nikmatilah artwork dan ruang-ruang dalam galeri ini.Jangan lupa ajaklah seseorang yang bisa diajak ‘seru-seruan’ membahas dan berkelana bebas dalam alam imajinasi karena menurut saya ruang dan content seperti inilah yang dibutuhkan Jakarta.Dan jika beruntung, siapa tahu Anda akan bertemu dan diajak ngobrol langsung oleh sosok sederhana dan bersahaja pimpinan Leboye, Bapak Hermawan Tanzil, seperti yang kami alami.Akhirnya, tulisan ini saya akhiri dengan satu kalimat yang sangat berkesan dalam benak saya, terpampang samar pada meja bar cafétapi begitu jelas masuk-terkunci dalam benak dan pikiran saya.Sebuah quote dari pelukis favorit, Pablo Picasso.“Art is a lie that makes us realize the truth”.Dan saya mengamini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun