Mohon tunggu...
Dewi Sulistiawaty
Dewi Sulistiawaty Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Make it simple!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Perlunya Waktu Kerja Fleksibel dan Dukungan Fasilitas Laktasi bagi Pekerja yang Menyusui

12 Agustus 2024   09:14 Diperbarui: 12 Agustus 2024   13:52 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: @oksana shufrych/EyeEm

Bulan Agustus menjadi bulan yang spesial bagi bangsa Indonesia dan juga masyarakat di dunia. Banyak momentum penting yang diperingati pada bulan ini, salah satunya adalah World Breastfeeding Week atau Pekan Menyusui Sedunia, yang diperingati setiap tanggal 1 hingga 7 Agustus. Tahun ini tema yang diusung adalah "Closing The Gap" atau "Menutup Kesenjangan untuk Kesuksesan Menyusui".

Walaupun momentum peringatan Pekan Menyusui Sedunia 2024 sudah usai, namun dukungan untuk memberikan ASI secara eksklusif kepada buah hati terus didorong, terutama bagi ibu pekerja yang mengalami berbagai kendala dalam memberikan ASI kepada bayinya. Padahal ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi agar dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. ASI menjadi salah satu investasi terbaik bangsa untuk dapat menghasilkan generasi mendatang yang cerdas dan berkualitas.

Peringatan Pekan Menyusui Sedunia tahun ini menjadi lebih bermakna karena bersamaan dengan disahkannya Undang Undang Kesejahteraan Ibu Anak (UU KIA), yang telah mengatur bahwa pekerja perempuan berhak mendapatkan cuti melahirkan dan menyusui selama 6 bulan. Namun begitu, sejumlah pakar sepakat bahwa cuti 6 bulan yang diperoleh ibu pekerja harus didukung pula dengan waktu kerja yang fleksibel, serta dukungan fasilitas dan konselor laktasi di tempatnya bekerja.

Sumber gambar: pribadi
Sumber gambar: pribadi

Hal ini diungkapkan oleh Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH selaku Ketua Health Collaborative Center, dan dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, MARS yang merupakan Pakar Kesehatan Anak pada hari Minggu, 11 Agustus 2024 di Restoran Beautika, Jakarta. Menurut Dr. Ray, berdasarkan penelitian, cuti 6 bulan bisa lebih ideal dalam konteks memberikan manfaat kesehatan maksimal bagi ibu dan anak, terutama jika cuti tersebut dibayar dan didukung oleh tempat bekerja.

"Cuti 6 bulan memang lebih ideal bahkan kalau bisa lebih dari 6 bulan. Namun saat cuti, income-nya jadi terganggu, karena gaji yang diterima tidak full. Sehingga ada kemungkinan terjadi gangguan terhadap pemenuhan nutrisi. Ibu pekerja memiliki peran ganda, yaitu sebagai wanita karir sekaligus tanggung jawabnya terhadap keluarga. Jadi apabila memungkinkan, ibu untuk tetap produktif di tempat kerja sambil merawat anak. Ini yang harus diatur di juknis," ungkap Dr. Ray.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pekerja yang memiliki kesempatan bekerja dengan waktu yang fleksibel saat pandemi kemarin, ditemukan hasil bahwa hampir 90 persen ibu pekerja yang bekerja di rumah memiliki kualitas produksi yang baik. Selain itu, hasil penelitian dari pakar kedokteran komunitas dan kedokteran kerja FKUI tentang Penerapan Model Promosi Laktasi yang berbasis waktu kerja fleksibel, dukungan konselor laktasi, dan fasilitas pendukung terbukti 2 hingga 3 kali lipat meningkatkan kesuksesan menyusui dan produktivitas ibu pekerja.

Dukungan dari perusahaan bagi pekerja perempuan selama masa menyusui juga diperlukan, seperti menyediakan fasilitas laktasi dan konselor laktasi yang akan memberikan pendampingan serta motivasi bagi ibu pekerja. Menurut Dr. Ray, konselor laktasi tidaklah harus dari tenaga kesehatan, namun bisa diperoleh dari SDM yang ada di perusahaan, yang telah diberikan pelatihan terkait laktasi. Penelitian pun sudah banyak yang membuktikan bahwa peran pendampingan dan motivator laktasi di tempat kerja sangat efektif dalam meningkatkan perilaku latkasi pekerja.     

Berdasarkan penilaian dan observasi klinis yang dilakukan oleh dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi atau yang akrab disapa Dokter Tiwi pun menegaskan bahwa dukungan keluarga dalam bentuk berbagi peran juga terbukti dapat meningkatkan kesuksesan menyusui dan kualitas pengasuhan. Selain dukungan dari anggota keluarga, misalnya suami, kesenjangan pendidikan yang terjadi pada tenaga kesehatan pun perlu diminimalisir.

"Saya rasa ada kesenjangan pendidikan di tenaga kesehatan kita. Jadi bukan hanya obgyn dan dokter anak saja, namun juga bidan dan perawat. Proses menyusui itu tidak akan bisa berjalan jika hanya berasal dari dokternya saja. Bidan dan perawat yang hampir 80 persen berada di rumah sakit juga memegang peranan yang sangat penting dalam proses menyusui," ungkap Dokter Tiwi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun