Sebutir nasi yang tersisa di piring, dan dibuang, akan menjadi food waste atau sampah makanan, lho. Bayangkan saja jika ada jutaan orang yang menyisakan sebutir nasi di piringnya, lalu dibuang juga. Nah, itu baru dari sebutir nasi. Belum lagi jika ada sayur dan lauknya juga yang tersisa dan ikut dibuang. Tahu nggak sih, tumpukan sampah makanan ini memiliki dampak yang sangat buruk, tak hanya terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia, namun juga bagi lingkungan. Â Â Â
Mirisnya, Indonesia termasuk dalam deretan negara penyumpang sampah makanan terbesar di dunia. Berdasarkan data WHO tahun 2022, Indonesia menghasilkan 20,93 juta ton sampah makanan setiap tahunnya. Jika dikonversikan, sampah makanan ini berpotensi merugikan negara sekitar 213 triliun rupiah per tahun, atau setara dengan 4% dari angka PDB Indonesia. Kontribusi sampah makanan tersebut berasal dari sektor restoran, industri makanan, perhotelan, hingga limbah makanan rumah tangga.
Health Collaborative Center (HCC) pernah melakukan studi yang masih terkait dengan permasalahan ini. Dari studi tersebut ditemukan bahwa keinginan masyarakat Indonesia untuk menerapkan pola makan berkelanjutan terbilang masih rendah. Ini artinya, masih banyak orang yang memiliki kecenderungan untuk membuang sisa makanannya, termasuk bahan makanan. Alasannya bermacam-macam, di antaranya bahan makanan yang rusak karena cara penyimpanan yang kurang baik, kekenyangan karena mengambil makanan berlebihan, makanannya tidak enak atau tidak suka, dan lain sebagainya.
Gerakan Gastronomi Indonesia yang Bijak dan Berkelanjutan
Sebagai komunitas yang fokus terhadap makanan, khususnya kuliner nusantara, Indonesian Gastronomy Community (IGC) pun tergerak untuk mencanangkan sebuah gerakan "Gastronomi Indonesia yang Bijak dan Berkelanjutan". Gerakan untuk public awareness tersebut disampaikan di Zivaa Resto Kemang, Jakarta Selatan pada hari Selasa, 18 Juni 2024, bertepatan dengan peringatan Sustainable Gastronomy Day atau Hari Gastronomi Berkelanjutan Sedunia yang diinisiasi oleh WHO.
Ria Musiawan selaku Ketua IGC mengatakan bahwa gastronomi berkelanjutan memainkan peran penting dalam memerangi limbah makanan. Di Hari Gastronomi Berkelanjutan Sedunia ini merupakan kesempatan baik bagi IGC untuk menyebarkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap limbah makanan, sekaligus mempromosikan penggunaan bahan pangan yang ramah lingkungan. "Hari ini IGC ingin mengajak seluruh unsur masyarakat untuk bergabung, dan bersama-sama mendukung gastronomi berkelanjutan. Harapannya kini, generasi kita, generasi emas yang akan datang, kita semua akan lebih baik lagi".
Gastronomi berkelanjutan merupakan pendekatan dalam seni gastronomi yang mengutamakan keseimbangan antara kebutuhan gastronomi dan kelestarian lingkungan, kesejahteraan sosial, serta keberlanjutan ekonomi. Hal ini mencakup penggunaan bahan-bahan makanan yang diproduksi secara ramah lingkungan, mendukung petani dan produsen lokal, serta meminimalkan limbah makanan, penggunaan sumber daya alam secara bijaksana, serta memperhatikan jejak karbon dari proses produksi hingga konsumsi.
Selanjutnya Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH yang merupakan Sekjen IGC menjelaskan bahwa sifat bijak itu merujuk pada perilaku manusia. Sehingga untuk bisa mewujudkan gastronomi yang bijak, sehat, dan berkelanjutan harus di awali dari diri kita sendiri. "Jadi agent of change untuk berperilaku bijak itu adalah diri sendiri. Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah, dan makanan yang mudah didapatkan, mungkin ini salah satu hal yang menyebabkan orang Indonesia gampang buang-buang makanan," ujarnya.
Tak heran dengan perilaku kurang bijak ini, Indonesia menyandang predikat sebagai negara penyumbang sampah makanan terbesar ketiga di dunia. Untuk itulah mengapa gastronomi berkelanjutan sangat penting digaungkan di negara ini. Menurut dr. Ray lagi, sampah makanan merupakan hal yang paling bisa dicegah, misalnya dengan menerapkan teknologi pangan yang efektif, yang dapat membantu mengurangi sampah makanan.
5 Prinsip Utama Gastronomi Berkelanjutan
Sumber Bahan Baku
Mengutamakan bahan makanan yang dihasilkan secara lokal dan musiman untuk mengurangi jejak karbon, dan mendukung ekonomi lokal.
Teknik Produksi
Menggunakan metode produksi dan persiapan makanan yang ramah lingkungan, seperti pertanian organik, dan teknik memasak tradisional yang hemat energi.
Kesejahteraan Sosial
Memastikan bahwa seluruh rantai pasok makanan adil dan mendukung kesejahteraan semua pihak yang terlibat, termasuk petani, nelayan, dan pekerja restoran.
Pengelolaan Limbah
Mengurangi limbah makanan melalui pemanfataan seluruh bagian bahan makanan, composting, dan daur ulang.
Kesehatan Konsumen
Menyediakan makanan yang sehat dan bergizi untuk mendukung kesehatan konsumen. Â
Di Indonesia, praktik gastronomi berkelanjutan ini sudah mulai diterapkan, di antaranya Pertanian Organik di Bali, Program 'Urban Farming' di Jakarta, Festival Makanan Tradisional di Yogyakarta, promosi Sarapan Tinutuan (Bubur Manado) di Minahasa-Sulawesi Utara, serta menghidupkan ide Gastronomi di Relief Candi Borobudur melalui kegiatan Gastronosia. Sejauh ini IGC sudah meluncurkan 3 program yang bertujuan mempromosikan gastronomi berkelanjutan dan antilimbah makanan, yaitu Program Gastronosia, Edukasi Perilaku Makan, dan Petualangan Gastronomi Nusantara.