Setelah selesai diperiksa, Erma segera antri untuk menunggu pengambilan obat dan menyelesaikan administrasi.Â
Dalam seminggu, Erma merasa sudah lebih baik kondisinya. Â Erma tidak ingin ketinggalan pelajaran di sekolah. Â Erma pun berangkat ke sekolah. Â Kali ini Erma sudah tidak sanggup lagi untuk membuat makanan kecil seperti biasanya untuk dititipkan di kantin sekolah.
Pada hari ke lima, Erma pingsan saat berbaris mengikuti upacara. Â Seketika petugas PMR bersigap menggotong Erma menuju UKS untuk mendapatkan pertongan pertama. Â Karena keadaan tidak membaik, akhirnya Erma dibawa ke rumah sakit terdekat. Â Guru kelas Erma langsung menghubungi orang tuanya dan menceritakan kejadian di sekolah.
"Bapak, aku dimana? Kenapa ada Bapak di sini?, "tanya Erma dengan suara lirih.
"Kamu di rumah sakit, Nak, tadi teman-teman dan Ibu Guru yang membawamu ke sini. Bapak juga dikabari saat kamu sudah di rumah sakit, "jawab Bapak.
"Bapak, aku lemas sekali dan pusing," kata Erma.
"Tenang Erma, yang sabar ya, kamu sedang mendapat ujian dari Allah semoga lekas sembuh," hibur Bapak.
Erma terbaring di ruang Flamboyan yang berukuran 2 m x 3m bercat putih dan berada di ujung lorong. Â Erma hanya sendirian melihat jarum jam dinding yang terus berjalan. Hanya ditemani suara cicak dan suara jam. Â Sementara Bapak saat siang hari masih bekerja untuk mencari uang menutup biaya pengobatan. Â Saat malam tiba, Bapak dan adiknya ke rumah sakit untuk menemani Erma. Â Sepulang sekolah teman-teman Erma pun menjenguk bergantian. Â Kedatangan mereka menjadi obat tersendiri dan memberikan semangat untuk melawan penyakit.
"Bapak, tolong ambilkan Al Quranku, aku sudah rindu sekali ingin membaca ayat-ayat cinta adari Allah, " kata Erma.
"Bapak bacakan saja ya," tanya Bapak.
"Tidak pak, aku baca ulang saja. Aku takut hafalanku akan hilang, " jawab Erma.