Saya gosok-gosok wajah saya yang bengkak & bibir meradang akibat pukulan bertubi-tubi. Betapapun saya masih hidup. Pada saat itu tidak ada perasaan lain kecuali mencoba agar tidak gugup selama pemeriksaan. Walaupun hati terasa terbakar dalam api, kepala harus tetap dingin & tidak kehilangan pikiran. Saya tidak ingin mati sekarang, meski saya harus melewati kehidupan penuh siksaan.(Sudjinah, tahanan Gerwani di Bukitduri)
Salah seorang pemimpin wanita menceritakan segalanya tentang kerja bawah tanah kelompok-kelompoknya, bahkan nama-namanya dengan jelas. Ah, betul dugaanku. Ada pengkhianat di dalam gerakan kami. Saya benar-benar terpukul, tiba-tiba saya tidak bisa menggerakkan lengan & tangan kanan saya. Kekecewaan itu merupakan puncak dari semua kecewa yang saya alami... Namun di atas segalanya, kami tetap tak berputus asa.(Sudjinah, tahanan Gerwani di Bukit Duri)
Dua puluh tahun bukanlah waktu yang singkat... sepertiga kehidupan manusia yang sedang berkembang. Bayangkan, betapa orang-orang muda belia harus hidup di penjara, terpisah dari keluarga, anak, suami, kekasih, saudara, masyarakat, tertutup dari semua keindahan alam, sawah ladang, gunung sungai, bulan bintang dan tangis bayi, rintihan keluarga yang menanggung beban, serta kicau burung tiap pagi. (Sulami, tahanan Gerwani di Bukit Duri)
Saya terperanjat. Membuka mata karena mendengar gertakan, angin menyapu muka, sementara ujung pistol menodong dahi, Sebelum malam petaka itu, sudah saya dengar, bahwa siksa & dera akan ditimpakan oleh tentara anggota ABRI... Saya mengerti, bahwa setumpuk soal organisasi telah ditimpakan pada saya. Banyak orang mencari bobot paling ringan untuk dirinya. Baik. Itu resiko perjuangan.(Sulami, tahanan Gerwani di LP Bukitduri dan Tangerang)
Tak pernah kami mengajarkan hal-hal jahat. Pengurus Gerwani mengajar anggotanya berjuang meningkatkan martabat & keterampilan, agar bisa mandiri. Juga mendorong anak-anak rajin belajar & bekerja, menolong sesama, mencintai kehidupan & kerja... sejak 17th saya telah ikut berjuang dlm revolusi kemerdekaan. Tidak mungkin saya mengajak dan menyuruh mereka berbuat jahat.(Sulami, tahanan Gerwani di LP Bukitduri dan Tangerang)
Dalam catatan sejarah, dari ribuan perempuan yang ditangkap pasca G30S/1965, hanya empat perempuan itulah (foto diatas) yang dibawa ke meja hijau. Sudjinah di jatuhi hukuman 18 tahun penjara, Sulami 20 tahun penjara dan Sri Ambar serta Suharti Harsono masing-masing 15 tahun penjara.
Sudjinah menghirup udara bebas pada 17 Agustus 1983 setelah 16 tahun meringkuk dalam penjara. Namun ia masih berada dalam pengawasan ketat selama dua tahun lagi untuk menggenapi vonis hukumannya selama 18 tahun. Ia diwajibkan lapor ke Kodim setempat sekali dalam sepekan. Jika ia ketahuan melarikan diri dalam rentang waktu dua tahun tersebut, maka keluarga atau kerabat yang ia tinggali harus menjadi gantinya untuk ditahan.
Setelah bebas, Sudjinah bekerja sebagai interpreter dan guru bahasa Inggris serta beberapa buku juga berhasil ditulisnya ketika masih didalam penjara. Namun malang bagi Sudjinah, ketika ia bebas dari penjara, Sudjinah ditolak oleh keluarganya di Solo dan kemudian hidup dengan teman-temannya di panti jompo di Jakarta sampai akhir hayatnya menutup mata di Jakarta pada 6 September 2007.
Sekarang Sudjinah memang sudah tiada, Dara Cantik selebriti kiri Indonesia itu memang wanita yang tangguh dan seorang pejuang perempuan sosialis yang menghabiskan seluruh hidupnya untuk menebus pembebasan Negara dan rakyat pekerja dari penjajahan Kolonialis-Fasis-Imperialis namun berujung pada penghancuran atas diri, organisasi dan gerakannya oleh tangan bangsanya sendiri.
Orde Baru memang bisa memenjarakan tubuh Sudjinah dan kawan-kawan, tetapi Orde Baru ternyata telah gagal membunuh semangat, keberanian dan keyakinan Sudjinah dan para pejuang lainnya, Mereka semua yang telah tiada sangat yakin bahwa api dari generasi yang lahir setelah masa porak poranda itu akan terus hidup dan menginspirasi perjuangan generasi berikutnya, sebuah generasi yang sadar bahwa selama ini telah dipecundangi oleh kekuasaan yang membungkam suara rakyatnya.