Mohon tunggu...
Badrut Tamam
Badrut Tamam Mohon Tunggu... profesional -

Berusaha Mempersembahkan yang Terbaik dalam Setiap Proses...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemilau Colza di Bumi Prancis (4)

5 Februari 2016   09:18 Diperbarui: 7 Februari 2016   22:29 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

DI JALAN INI KUTEMUKAN MAKNA

Orang-orang Eropa kebanyakan menggunakan Camping Car selama liburan. Tidak hanya fasilitas dalam rumah tangga yang ada didalam mobil ukuran jumbo ini, dibelakangnya juga terdapat tempat untuk menggantung sepeda ontel. Jika sang pemilik ingin jalan santai disuatu tempat maka dia cukup menggunakan sepeda itu. Maklum masa liburan disebagian besar Negara Eropa 4 bulan dalam setiap tahunnya.

Keluar dari bandara Paris-Charles de Gaulle langsung menuju tol. Pembayaran tol menggunakan elektrik, begitu sampai diloket 1 tombol ditekan otomatis tiket diprint. Palang pintu tol kemudian terbuka. Di pintu keluar tol, hal yang sama dilakukan, tapi kali ini dengan memasukkan kartu kredit. Mesin mengidentifikasi pembayaran melalui kartu kredit. Setelah semuanya valid baru palang pintu tol terbuka.

Kecepatan maksimal di 130 km/ Jam. Lalu-lintasnya tidak sepadat di Indonesia. Mobil melaju lurus ke arah Rouen. Rouen merupakan kota yang terletak di Perancis bagian utara. Penduduknya berjumlah 105.000 jiwa (2005). Di sini juga adalah tempat di mana Jeanne d'Arc meninggal. Jeanne d'Arc Di Perancis ia dijuluki La Pucelle yang berarti "Sang Dara" atau "Sang Perawan". Ia mengaku mendapat suatu pencerahan, yang dipercayainya berasal dari Tuhan, kemudian menggunakannya untuk membangkitkan semangat pasukan Charles VII untuk merebut kembali bekas wilayah kekuasaan mereka yang dikuasai Inggris dan Burgundi pada masa Perang Seratus Tahun[i].

Jadi teringat film 99 Cahaya di Langit Eropa. Film yang diinspirasi dari novel Hanum Salsabiela Rais ini menjelaskan banyak peninggalan Islam di Negara-negara Eropa. Salah-satunya adalah Arc de Triomphe[ii] merupakan salah satu monumen paling terkenal di kota Paris yang menjadi latar belakang ansambel perkotaan di Paris. Terletak di bukit Chaillot yang tepat berada di tengah konfigurasi persimpangan jalan raya berbentuk bintang lima.

Pembangunan monumen ini telah direncanakan sejak 1806 oleh Napoleon setelah kemenangannya di Pertempuran Austerlitz. Proses penyelesaian konstruksi fondasi dasar monumen ini memakan waktu selama 2 tahun pengerjaan. Ketika Napoleon memasuki kota Paris dari barat bersama Archduchess Marie-Louise dari Austria pada tahun 1810, ia sudah bisa melihat monumen ini terbentuk dr kontruksi kayunya.

Arsitek dari monumen ini, Jean Chalgrin meninggal pada tahun 1811. Pengerjaan pembangunannya dilanjutkan oleh Jean-Nicolas Huyot. Selama masa restorasi Bourbon di Perancis, pembangunan monumen ini sempat dihentikan dan tidak dilanjutkan sama sekali sampai masa pemerintahan Raja Louis-Philippe pada tahun 1833-1836.

Tol yang menjulur di bawah Menara ini bila ditarik lurus katanya menuju Ka’bah (wallahua’lam). Menjadi salah-satu alasan klaim muslim pada diri Napolean setelah dia menaklukkan Mesir. Walaupun status muslimnya ini masih menjadi perdebatan para ilmuwan tapi setidaknya sudah dua buku yang menyebutnya sebagai seorang muslim yakni Le Moniteur Universel terbit pada tahun 1789-1868 dan Satanic Voices, Ancient and Modern karya David Musa Pidcock.

Perjalanan kami dari bandara sudah sekitar 1,5 jam. Tapi masih juga belum sampai tujuan. Sementara kecepatan masih sekitar 130 km/ jam. Kemudian kami tanya mengapa kecepatannya tidak ditambah: Mengingat jalanan sepi, mobilnya juga memungkinkan diatas kecepatan 140 km/ Jam. Dengan tersenyum teman kami Vincent yang sekaligus sebagai driver menjawab: “Kecepatan tidak boleh diatas 130 km/ jam. Lihat itu…”. Katanya sambil menunjuk kamera. Ternyata setiap kecepatan kendaraan di jalan ini dikontrol oleh kamera yang terintegrasi dengan pos polisi.

Rouen masih sekitar 1 jam lagi. Kami mampir di rest area, sudah di propinsi Haute-Normandie. Minum kopi, teh dan makan kue-kue yang dibawakan oleh Catherine Lemonnaire salah-satu teman kami yang sempat tinggal di Indonesia selama 1 bulan.

Anginnya sangat kencang dan berpasir. Kata Catherine cuaca di Normandie tidak menentu. Kadang dingin, kadang tiba-tiba bersalju. Jika saat salju turun aktifitas bisa lumpuh total. Karena semua jalan tertutup oleh salju, diperkuat lagi dengan hembusan angin yang kencang. Sehingga salju bisa terbang kemana-mana. Mengganggu mata pengendara.

Dengan menggebu-gebu Catherine bercerita, saat salju turun orang-orang berkumpul di suatu bangunan yang khusus dan kuat menahan salju. Bagi mereka yang kebetulan di Lycee (SMK) mereka menetap diisana sampai salju reda. Alias tidak bisa pulang.

Di salah satu pojok jalan ada papan nama penunjuk arah. Istimewanya di papan itu terdapat peta wilayah terdekat. Seorang teman dari Batam Pak Junaidi nyeletuk: “Kayaknya lebih tenang disini saya dari pada di Malang…”. Maksudnya, dia tidak terlalu kuatir jika sewaktu-waktu harus bepergian sendiri di Prancis, karena setiap public area sudah tersedia map. Pengalamannya di Malang selama masa intensif persiapan dan seleksi untuk keberangkatan program ini 1 bulan yang lalu.

Tidak lama kemudian kami melanjutkan perjalanan. Tepat di depan kami ada Camping Car. Sebuah mobil khusus untuk perjalanan selama liburan dan rekreasi. Didalamnya sudah lengkap kamar tidur, dapur dan peralatan rumah tangga lainnya. Menurut Vincent mobil-mobil seperti itu akan tampak di hari-hari libur musim panas dan musim dingin.

Orang-orang Eropa kebanyakan menggunakan Camping Car selama liburan. Tidak hanya fasilitas dalam rumah tangga yang ada didalam mobil ukuran jumbo ini, dibelakangnya juga terdapat tempat untuk menggantung sepeda ontel. Jika sang pemilik ingin jalan santai disuatu tempat maka dia cukup menggunakan sepeda itu. Maklum masa liburan disebagian besar Negara Eropa 4 bulan dalam setiap tahunnya.

Camping Car tidak ubahnya seperti rumah berjalan.  Bisa satu keluarga penuh. Atau hanya berdua saja. Tidak hanya keliling wilayah Prancis. Mereka juga menembus wilayah negara. Terutama yang tergabung dalam Schengen. Tanpa visa. Semua negara Eropa masuk dalam wilayah Schengen, kecuali: Inggris, Irlandia, Siprus, Bulgaria, Rumania dan Kroasia.

Schengen adalah nama sebuah desa di Luksemburg. Merupakan tempat perjanjian yang dibuat oleh sejumlah negara Eropa untuk menghapuskan pengawasan perbatasan diantara mereka. Termasuk kebijakan ijin tinggal dalam jangka pendek: visa.

Sumber :
[i] [ii]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun