Mohon tunggu...
Tamam Malaka
Tamam Malaka Mohon Tunggu... social worker -

pejalan yang menyukai sunyi tetapi pun menyenangi keramaian alam pikir umat manusia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ustad Gugel Wa Syndrom

5 Desember 2015   09:17 Diperbarui: 5 Desember 2015   09:17 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

"Laknatullah, oh pisbik, gugil wa tiblit! Duh pulsi. Pulsinyaaaahhh!!"

Seorang ibu gemetaran. Dari dalam kamar anaknya, kembali suara teriakan bergema. Berkali-kali. Ini bukan yang pertama anaknya tiba-tiba suka teriak histeris dari dalam kamarnya. Ini sudah hampir seminggu anaknya seoalah sedang kesambet. Dua dukun sudah didatangkan. Anaknya malah tambah ngamuk.

Dua dukun tersebut lari terbirit-birit sebelum sempati mengobati sang anak. Begitu pintu dibuka, sepatu, tas, buku dan celengan duit langsung melesat menimpa apa saja yang mencoba masuk.

Seorang psikiater juga sudah didatangkan. Hasilnya sama. Lari tunggang-langgang sebelum sempat masuk kamar. Beberapa rongsokan mainan, jam dinding dan tumpukan kulit kacang goreng berhamburan terlempar sesaat setelah pintu mau dibuka.

"Apa nggak sebaiknya kita panggil ustad Fulan yang ngajar ngaji di musolla sebelah?" ucap tetangga menyarankan.

"Waduh. Masak ustad kece begitu bisa ngobatin orang kesambet?" kata si ibu ragu, namun karena sudah putus asa, si ibu mengiyakan saja.

"Dia jadi begitu, sejak sebulan lalu dia minta uang ustad, buat beli handphone. Ukurannya lumayan besar sih ustad," kata si ibu bercerita, begitu ditanya sang ustad. "Seminggu ini anak saya itu jarang keluar kamar. Apa mungkin hp besar itu buat pacaran ya pak ustad?"

"Lha, memangnya anak sampean punya pacar?'

"Ya nggak tahu sih saya. Tapi buktinya, kalo histeris dia selalu nyebut-nyebut nama gugil dan tiblit pak ustad? Jangan-jangan si tiblit itu pacarnya, terus direbut sama si gugil? Makanya anak saya jadi stres begitu?"

Pak Ustad tersenyum simpul.

"Lha terus si pulsi itu siapa bu?"

"Ya nggak tahu ustad. Mungkin teman-temannya??"

Kembali pak ustad tersenyum simpul. Beberapa saat kemudian pak ustad menuju pintu kamar sang anak. Mengetuk pintunya tiga kali.

"Dik? Boleh buka pintunya?" kata pak ustad dari luar kamar. Pak ustad menjauhi pintu satu langkah begitu terdengar kaki digesek lantai. Pintu pun terbuka perlahan. Seorang anak laki-laki berdiri. Matanya kosong. Di tangannya tampak dua gagang sapu sudah siaga. Pak ustad tersenyum hangat. Ia mengeluarkan kartu kecil dari sakunya.

"Apa kuotamu sudah habis dik?" Kata pak ustad sembari menyodorkan kartu kecil itu. "Ambil buatmu. Itu isi kuotanya lumayan. 15 GB..."

Si anak menatap ragu. Tiba-tiba ia melempar gagang sapu ke samping. Berlari cepat menuju pas ustad. Dan memeluknya dengan sangat erat. Tangisnya bercucuran.

"Ampun pak ustad. Tolongin saya. Saya tak kuat lagi ustad..." Katanya meratap. "Saya ini sudah bosan berdebat. Tapi isi kepala saya ini selalu saja ramai pak ustad, saya jadi susah tidur pak ustad, hiks hikss..."

Pak ustad dengan haru mengelus rambutnya. Si anak lantas masuk ke kamar. Ia kembali demgan membawa handphone besarnya.

"Tablet ini buat pak ustad saja. Saya ingin mondok saja pak ustad. Biar ketagihan saya buka-buka gogel dan pisbuk hilang..."

Pak ustad menghembuskan napas. Mengucap hamdalah. Merasa lega. Si ibu memandang keduanya dengan bingung.

"Kok tumben. Anak saya tiba-tiba pengen mondok?" gumamnya. Bingung tujuh putaran kereta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun