Mohon tunggu...
Tamam Malaka
Tamam Malaka Mohon Tunggu... social worker -

pejalan yang menyukai sunyi tetapi pun menyenangi keramaian alam pikir umat manusia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ajaibnya Seekor Kucing

11 September 2015   18:08 Diperbarui: 12 September 2015   10:36 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="pribadi"][/caption]

Beberapa pekan ini binatang bernama kucing membuat saya merasakan sisi lain bernama keajaiban Tuhan. Selama ini barangkali keajaiban macam itu bagaikan mitos belaka dari yang pernah saya dengar dan saya baca sejak usia kanak.

Kejadian ini bermula dari datangnya satu ekor kucing ke kantor. Kucing tersebut rupanya menarik perhatian anak-anak yang tinggal di yayasan. Entah karena sifat dasar manusia yang penyayang, anak-anak tersebut kerap menyisakan tulang ikan dan makanan pada  kucing ini. Kadang mereka sembari mengelus-ulusnya.

Maka kucing itu pun senang bercanda dengan anak-anak. Suatu saat datanglah satu ekor kucing lagi. Hanya selang beberapa minggu kucing yang tiba belakangan tersebut hamil. Saat melahirkan ia mencari tempat yang nyaman. Ndilalahnya yang ditempati malah lemari baju anak-anak. Pengurus membuatkan tempat kardus yang diberi kain. Tetapi si induk memindah-mindahkannya. Terakhir ia pindah di ruang kosong yang berada di belakang kantor.

Kejadian berikutnya, anak-anak kucing tersebut ada yang mengambil. Entah siapa. Sisa dua kucing saja. Si induk sepertinya alami stres. Ia meninggalkan sisa anaknya begitu saja. Beberapa hari lamanya si kucing kecil yang masih fase menyusu itu hidup tanpa induk. Mereka kebingungan. Teriakan meongnya tak berhenti. Hal ini kembali menarik perhatian sejumlah anak. Ada yang menimang-nimangnya. Ada juga yang membagikan sisa ikan yang mereka miliki. Tapi si meong selalu ogah. Ya maklum mereka tahunya kalo makan ya menyusu.

Saya tak berhenti mengamati segala suasananya. Salah seorang teman lantas membuatkannya tempat yang nyaman dan memberikan susu. Lahap sekali anak-anak kucing tersebut meneguknya.

Saya mencobanya memberikan ikan laut. Dia tidak tertarik. Dan kembali meongnya keras terdengar.
"Ibunya lari. Dia tak bertanggung jawab mas," kata anak-anak. Logatnya terasa lucu. Saya terbahak.

Tapi memang kasihan. Dua anak kucing tersebut masih belajar berjalan. Juga belum mengenal caranya makan selain susu ibunya. Meski sudah disuapi ia tetap emoh. Ia baru mau makan setelah benar-benar kelaparan. Mula-mula ia sekedar menyesapnya, baru setelah itu ia telan.

Dua hari kemudian, dua ekor kucing ini sudah mau belajar makan ikan. Meski beberapa kali lewat, namun si induk seolah sama sekali tidak menggubris keberadaan anak-anaknya.
Seminggu saya memberinya makan ikan yang dicampur nasi.

Di kala haus, baru anak kucing ini mau minum. Saya arahkan mulutnya mencicipi air. Lama-lama mereka jadi tahu kalau haus ya harus mendatangi wadah air minum yang saya taruh di dekat mereka tidur. Demikian juga, mereka mulai mengerti kalau lapar harus mendatangi ikan yang saya taruh. Cukup seminggu mereka sudah menguasai begini lho kalau haus dan lapar, maka minum dan makanlah, ha ha.

Sehari selanjutnya, saya lihat ada anak kucing satu lagi. Usianya kira-kira masih sebaya. Heran juga darimana datangnya. Meongnya lumayan keras. Cukup bikin gemes juga. Lucu dan imut. Bulunya hitam, dominan warna kuning.

Nah. Masalah muncul ketika datang hari Minggu. Tentu anak-anak kucing ini tidak ada yang ngurus memberinya makan dan minum.
Bingung juga saya. Saya putuskan menaruh sejumlah ikan dan wadah air yang cukup di dekat mereka. Minimal mereka mampu bertahan sehari-semalam.

Senin pagi, setiba di kantor saya tengok mereka di halaman belakang. Raib. Anak-anak kucing itu raib dari tempatnya. Waduh, batin saja. Kemana mereka? Meski begictu saya sudah mengajarinya cara bertahan hidup. Meski saya memberinya makan, zebisa mungkin saya melatihnya gaya kucing jalanan. Ya karena mereka nantinya pasti akan berada di jalan sebagaimana induknya. Saya berharap anak-anak kucing itu sudah bisa mencari makan sendiri.

Tetapi kejadian berikutnya cukup ajaib. Saya menemukan anak-anak kucing tersebut tertidur pulas di lokasi lain. Dipeluk erat induknya lagi!

Ketika bangun, dua ekor kucing itu matanya sangat bersih berikut bulu-bulunya. Gerakannya lincah. Induknya melonggarkan dua kaki depannya, meraih dua anaknya. Dipeluknya mesra. Seakan tak mau dilepasnya lagi. Keduanya lantas menyusu. Saya geleng-geleng kepala.

Gesekan kaki saya yang menabrak batu mengagetkan mereka. Dua anaknya melepas susuan. Mereka mengamati saya. Celingak-celinguk memandang saya dari atas sampai bawah. Dan, ajaib!

Begitu melihat saya, keduanya sontak berlompatan berlarian menghampiri saya. Busyet. Mereka juga melompat berusaha naik melalui kain celana. Cakarnya kuat memegang kain. Dan, berhasil. Berhasil melompat ke tas dan duduk di situ, sembari mengeluarkan suara meong yang cukup khas.

Saya langsung tertawa. Tingkahnya di luar dugaan. Kucing-kucing kecil yang luar biasa. Apalagi ketika meong lirihnya diikuti tatapan mata yang lucu. Seakan memberitahu rasa gembira. Saya taruh kembali ke induknya. Mereka kembali menyusu.

Yang menarik adalah perlakuan si induk pada si kuning. Meski bukan anak kandungnya, si induk justru memperlakukan sama dengan anaknya yang lain. Bahkan, beberapa kali si induk menggotongnya kembali ke pangkuannya. Ini terjadi ketika si kuning berjalan agak jauh, dia meong keras. Rupanya ia masih panik. Begitu didekap si induk, suara meongnya pun mereda. Luar biasa, meski bukan anak sendiri, tetapi si induk begitu penuh perhatian. Sedang anak-anaknya bebas bermain. Tak alami kondisi panik seperti si kuning, mungkin kehadiran si induk membuatnya merasa aman dan tenang. Apalagi memang ia sudah kenal lingkungannya, sedang si kuning belum sama sekali. Maka tiapkali berjalan agak jauh dia langsung celingak celinguk kebingungan.

Halaman belakang kebetulan juga berdekatan dengan masjid warga. Tiap sore ramai anak-anak belajar ngaji. Suara meong anak-anak kucing menarik perhatian mereka juga. Sering mereka mengajak bercanda si kucing kecil.

"Hoi, awas. Lihat itu di belakangmu, ntar keinjek!" Begitu kadang suara yang terdengar dari mereka. Tak jarang di antara mereka memarahi temannya yang berlebihan. "Ojo ngawur kon. Mau dibawa kemana? Balikin ke tempatnya. Kan kazihan dicari-cari sama mboke!"

Ha ha ha. Saya ngakak sendiri dengan polah polos anak-anak itu.

Saya bukanlah pecinta binatang. Tetapi melihat bayi kucing yang masih sama sekali belum mandiri bertahan hidup, membuat saya tak ingin melihatnya mati begitu saja. Kadung ada di hadapan mata ada kejadian macam itu. Saya juga teringat, kucing termasuk binatang kesayangan Nabi saya, Rasulullah Muhammad Saw. Karena itu, saya berusaha merawat sebusa mungkin. Minimalnya, jika sudah cukup usianya, yaitu usia mereka sudah tahu caranya bertahan hidup. Saya amati mereka punya cara sendiri dalam bertahan.

Beberapa hal istimewa saya catat dari pengalaman bersama kucing tersebut; pertama, kembalinya sang induk. Saya menduga, di hari Minggu yang tak ada orang, dan tak tersedia makanan sama sekali anak-anak kucing itu pastilah kelaparan.

Bisa saja, suara-suara lapar mereka mampu memancing naluriah keibuan sang induk. Dan pastinya juga mampu memulihkan kesedihan kehilangan beberapa anaknya.

Kedua, kepedulian besar sang induk pada anak yang bukan kandungnya, yaitu si kuning. Bahkan tiap kali si kuning panik dan bingung, si induk segera bergegas, dan membawanya ke dalam dekapannya. Sungguh ajaib. Hewan pun naluri keibuannya luar biasa peka!

Ketiga, perhatian anak-anak kecil juga sama ajaibnya bagi saya. Kepedulian dan empatinya itu lho. Kuat. Saya jadi sadar fitrahnya manusia ya cinta. Kasih dan sayang pada semua makhluk. Allahu Akbar

 

[caption caption="pribadi"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun