Mohon tunggu...
Tamam Malaka
Tamam Malaka Mohon Tunggu... social worker -

pejalan yang menyukai sunyi tetapi pun menyenangi keramaian alam pikir umat manusia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ajaibnya Seekor Kucing

11 September 2015   18:08 Diperbarui: 12 September 2015   10:36 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nah. Masalah muncul ketika datang hari Minggu. Tentu anak-anak kucing ini tidak ada yang ngurus memberinya makan dan minum.
Bingung juga saya. Saya putuskan menaruh sejumlah ikan dan wadah air yang cukup di dekat mereka. Minimal mereka mampu bertahan sehari-semalam.

Senin pagi, setiba di kantor saya tengok mereka di halaman belakang. Raib. Anak-anak kucing itu raib dari tempatnya. Waduh, batin saja. Kemana mereka? Meski begictu saya sudah mengajarinya cara bertahan hidup. Meski saya memberinya makan, zebisa mungkin saya melatihnya gaya kucing jalanan. Ya karena mereka nantinya pasti akan berada di jalan sebagaimana induknya. Saya berharap anak-anak kucing itu sudah bisa mencari makan sendiri.

Tetapi kejadian berikutnya cukup ajaib. Saya menemukan anak-anak kucing tersebut tertidur pulas di lokasi lain. Dipeluk erat induknya lagi!

Ketika bangun, dua ekor kucing itu matanya sangat bersih berikut bulu-bulunya. Gerakannya lincah. Induknya melonggarkan dua kaki depannya, meraih dua anaknya. Dipeluknya mesra. Seakan tak mau dilepasnya lagi. Keduanya lantas menyusu. Saya geleng-geleng kepala.

Gesekan kaki saya yang menabrak batu mengagetkan mereka. Dua anaknya melepas susuan. Mereka mengamati saya. Celingak-celinguk memandang saya dari atas sampai bawah. Dan, ajaib!

Begitu melihat saya, keduanya sontak berlompatan berlarian menghampiri saya. Busyet. Mereka juga melompat berusaha naik melalui kain celana. Cakarnya kuat memegang kain. Dan, berhasil. Berhasil melompat ke tas dan duduk di situ, sembari mengeluarkan suara meong yang cukup khas.

Saya langsung tertawa. Tingkahnya di luar dugaan. Kucing-kucing kecil yang luar biasa. Apalagi ketika meong lirihnya diikuti tatapan mata yang lucu. Seakan memberitahu rasa gembira. Saya taruh kembali ke induknya. Mereka kembali menyusu.

Yang menarik adalah perlakuan si induk pada si kuning. Meski bukan anak kandungnya, si induk justru memperlakukan sama dengan anaknya yang lain. Bahkan, beberapa kali si induk menggotongnya kembali ke pangkuannya. Ini terjadi ketika si kuning berjalan agak jauh, dia meong keras. Rupanya ia masih panik. Begitu didekap si induk, suara meongnya pun mereda. Luar biasa, meski bukan anak sendiri, tetapi si induk begitu penuh perhatian. Sedang anak-anaknya bebas bermain. Tak alami kondisi panik seperti si kuning, mungkin kehadiran si induk membuatnya merasa aman dan tenang. Apalagi memang ia sudah kenal lingkungannya, sedang si kuning belum sama sekali. Maka tiapkali berjalan agak jauh dia langsung celingak celinguk kebingungan.

Halaman belakang kebetulan juga berdekatan dengan masjid warga. Tiap sore ramai anak-anak belajar ngaji. Suara meong anak-anak kucing menarik perhatian mereka juga. Sering mereka mengajak bercanda si kucing kecil.

"Hoi, awas. Lihat itu di belakangmu, ntar keinjek!" Begitu kadang suara yang terdengar dari mereka. Tak jarang di antara mereka memarahi temannya yang berlebihan. "Ojo ngawur kon. Mau dibawa kemana? Balikin ke tempatnya. Kan kazihan dicari-cari sama mboke!"

Ha ha ha. Saya ngakak sendiri dengan polah polos anak-anak itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun