Mohon tunggu...
Tamam Malaka
Tamam Malaka Mohon Tunggu... social worker -

pejalan yang menyukai sunyi tetapi pun menyenangi keramaian alam pikir umat manusia

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

"Soul Leadership" ala Risma

2 April 2015   11:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:38 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Memangnya Kenapa? Kenapa saya harus malu? Wong saya tidak mencuri kok. Halal kok apa yang saya lakukan! Benar tidak kan? Iya kan?!”

[caption id="attachment_407161" align="aligncenter" width="538" caption="pribadi"][/caption]

Kalimat di atas dilontarkan oleh Walikota Surabaya, Tri Rrismaharini, di hadapan ratusan anak-anak yatim dan dhuafa yang sedang diseleksi untuk masuk kelas Entrepreneur di KidsPpreneur Center, Al madina Surabaya, Minggu (15/3/2015. Suara Risma terdengar menyalak dan menggema di seluruh ruangan.

Ketika menyampaikan kalimat di atas, Risma sedang menceritakan dirinya saat masih mahasiswa. Saat itu, ia mencari penghasilan dengan cara blusukan hingga pelosok-pelosok terpencil di Surabaya. Hasil blusukan tersebut, lantas ia jadikan dalam bentuk gambar, yang setelah itu ia jual.

Bagi sebagian orang kerjaan semacam itu mungkin tidak istimewa dan tidak berkelas. Karena itu, tidak sedikit yang ogah dan merasa malu sebab tak ada nilai kerennya dan sensasi gengsinya. Bahkan juga banyak yang memaksakan dirinya tampil modis dan bergengsi, padahal uangnya pas-pasan.

“Misalnya, kalian bela-belain beli handphone atau baju baru, padahal uang kalian pas-pasan, hanya karena malu. Hanya karena minder?! Itu langkah yang sangat keliru!” tegas Risma. “Apakah kalau sudah punya handphone dan pake baju baru, lantas kalian bisa disebut sukses dan berhasil, begitu?”

Ratusan anak-anak yatim dan dhuafa yang berasal dari berbagai perwakilan panti asuhan di Surabaya tampak terhenyak. Tenggorakan mereka seakan tercekat. Sebenarnya bukan hanya anak-anak panti asuhan, bahkan penulis yang juga hadir di ruangan merasakan fenomena yang sama. Ya bagaimana, kadang-kadang ya saya juga seperti itu. Karena pengen dianggap keren, sukses, cakep dan tajir, suka main permak performance diri. Malu juga sih ketahuan belangnya, ihik ihik…

“Apakah untuk menjadi orang yang sukses dan berhasil itu perlu kaya dulu? Perlu kaya dulu? Apakah kesuksesan dan keberhasilan hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang kaya?” tambah Risma lagi. Ia beranjak dari depan, dan berjalan agar lebih dekat dengan semua anak-anak dan menanyainya. “Sukses dan berhasil itu, diperuntukkan bagi yang punya kemauan, tekad, bersungguh-sungguh dan mau belajar!”

Risma kemudian menjelaskan usahanya untuk menjadikan Kota Surabaya agar sejajar dengan kota-kota lain di dunia, nyatanya, Kota Surabaya mampu mengalahkah kota-kota elite di dunia. Kota Surabaya berhasil meraih nominasi sebagai kota terbaik dalam hal pengelolaan lingkungan.

“Itu semua bukan terjadi begitu saja lho. Itu karena diusahakan. Dan itu tidak mudah, banyak ujian yang harus dilalui. Butuh perjuangan. Lha, kalau nggak mau berjuang, mana bisa kita berhasil? Prinsipnya apa? Allah tidak akan mengubah sebuah kaum atau bangsa, jika dia sendiri tidak mau berubah. Kalian juga sama, hanya akan sukses dan berhasil sekiranya kalian mau! Kalau tidak mau dan mau begitu-begitu saja, ya sudah, seperti itu pulalah yang kita terima kelak,” katanya.

“Jadi, sekarang boleh-boleh saja saya tidak punya hape dan tidak pake baju baru, tapi besok saya akan membelikannya untuk orang lain, dan akan saya buat prabriknya. Setuju? Mau belajar dan berani punya tekad?” tegas Risma.

Intonasi Risma memang terdengar berapi-api, lantang, dan tanpa tedeng aling-aling. Tetapi sebenarnya yang paling membuat tercekat adalah konten yang diucapkannya. Begitu vulgar dan realistis dengan keadaan batin yang paling dirasakan oleh generasi yatim dan dhuafa tersebut. Kondisi di mana mereka selalu merasa malu dan minder. Merasa diri mereka sebagai pihak yang dipersepsikan orang sebagai yang paling lemah dan bodoh. Hidup dari hasil kedermawanan orang lain. Dan sisi itulah yang mungkin sedang ingin disentak Risma. Agar rasa percaya diri mereka bangun, dan mau bertempur dengan kehidupan nyata.

[caption id="attachment_407163" align="aligncenter" width="470" caption="pribadi"]

1427947296787998332
1427947296787998332
[/caption]

Soul Leadership
Penampilan Risma kali itu sungguh mengejutkan saya. Betapa tidak, Risma mampu memainkan performance dengan sangat baik. Di satu kesempatan, ia begitu lantang dan berkobar, di kali lain ia begitu hangat dan peduli. Tak saya sangka, Risma diam-diam bakat jadi trainer yang dahsyat.

14279473331817078573
14279473331817078573

Tetapi satu hal penting, berada di hadapan anak yatim dan dhuafa tersebut, sosok Risma sebagai walikota sama sekali tidak kelihatan. Bagi anak-anak yang belum mengenal Risma, mungkin Risma dianggap tidak jauh beda dengan ibunya, mbaknya, atau bahkan gurunya sendiri. Risma datang tanpa protokoler formal. Ia juga memakai kaos berkrah. Terlalu biasa untuk dilihat. Wajar, ia mampu membangun hubungan emosional yang cepat dengan mereka. Performance-nya yang sederhana, makin melunturkan kesan elitis, dan wibawa sebagai elite pejabat di hadapan anak-anak.

Bahkan, ketika diberi kesempatan bertanya, anak-anak tak sungkan menanyakan hal-hal yang tampaknya konyol untuk ditanyakan. “Bu, saya kan suka males belajar, apa ada cara menghilangkannya Bu?” tanya seorang anak. Ada juga yang bertanya jika ingin jadi walikota itu bagaimana. Tetapi reaksi Risma yang respek justru menjadikan beberapa anak maju ke depan mau ikutan bertanya sesuatu.

Soul leadership, barangkali itulah kalimat yang tepat saya sematkan pada model kepemimpinan seorang Risma. Ia bukan hanya mampu memberikan respek, apresiasi, dan kepedulian, tetapi juga ia terlebih dahulu menerapkan ke dalam dirinya sendiri. Ketika ia bicara di hadapan anak-anak yatim dan dhuafa, ia memosisikan dirinya sama saja dengan mereka. Baik bajunya, pengalamannya, dan apa yang dirasakan oleh mereka.

14279473481887638361
14279473481887638361

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun