Mohon tunggu...
Tamam Malaka
Tamam Malaka Mohon Tunggu... social worker -

pejalan yang menyukai sunyi tetapi pun menyenangi keramaian alam pikir umat manusia

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kangen Dengar Lagu-Lagu Khusus Anak-Anak, Bung Admin ...

3 Januari 2014   16:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:12 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini saya terus gelisah. Trenyuh. Membuat saya merasa harus lakukan sesuatu. Betapa ironi dan kalut jika menyimak anak-anak kecil menyanyikan lagu-lagu yang bernuansa dewasa di televisi, di jalan-jalan, hingga di pekarangan rumah sendiri.

[caption id="attachment_313321" align="alignnone" width="276" caption="doc | thebestmother.wordpress.com "][/caption]

Apakah memang kita ini sudah kehabisan stock lagu-lagu buat anak-anak? Ataukah kita makin tak mampu membedakan mana jiwa anak dan jiwanya orang dewasa? Atau, bagaimana sebenarnya? Saya sebenarnya ingin menutup kuping, juga menutup mata tiap kali ada anak kecil dengan nyanyian jiwa orang-orang dewasa. Tapi itu tak bisa dilakukan. Miris dan melesak dalam pikiran. Masih untung jika lagu tersebut menyimpan makna-makna mendalam. Masalahnya, kebanyakan konten lagu-lagu yang dibawa anak-anak kecil itu rata-rata kosong dan hambar dari makna. Bahkan memiliki ciri khas lagu-lagu dengan konten labil, asmara-percintaan, pacaran, dan yang sejenisnya. Anak-anak ini seperti dipaksa menyelami kejiwaan orang dewasa yang belum sepantasnya mereka selami. Saya tak paham, apakah memang para musikus kita sudah kehilangan fokus perhatian pada kalangan anak-anak? Apakah mereka tak tersentuh, atau setidaknya merasa miris ketika mereka menyaksikan anak-anak kecil dipaksa menyanyikan lagu-lagu dewasa di layar televisi? Padahal, menurut Sigmund Freud, bapak psikologi modern, pengalaman masa kecil yang berkesan akan masuk dan tersimpan ke dalam bawah sadar, dan akan membentuk kejiwaan (identitas/kepribadian) seseorang kala sudah dewasa. Bayangkan, jika lagu tersebut temanya soal perselingkuhan? Kemudian setiap hari dinyanyikan oleh buah hati? Lama-lama konten lagu tersebut terbenam di alam pikiran bawah sadar mereka. Jika ini dibiarkan, jangan heran jika sudah tiba saat mereka memimpin bangsa, akan muncul fenomena selingkuh itu adalah indah. Selingkuh adalah kewajaran. Adalah kebutuhan. Adalah keindahan hidup yang terselubung. Oh Mbak Ellen, and Pakdhe, kali ini Anda benar, eh, ups! Bung Admin, Jika Saja Disayembarakan... Catatan miris seperti ini, sebenarnya sudah banyak ditulis di internet, termasuk di Kompasiana. Tanggapannya beragam. Rata-rata merasakan keprihatinan yang sama. Dan itu malah semakin membuat jiwa ini tambah resah. Sebab, banyaknya pernyataan keprihatinan di banyak tempat, tak lantas memudarkan kebiasaan meminta anak menyanyikan lagu orang-orang dewasa. Lebih-lebih jika itu sampai tayang di televisi. Berapa ribu anak yang kemudian akan ngefans sama lagu tersebut? Saya amat gelisah. Tetapi buat apa juga sebuah kegelisahan macam ini, yang bak debu ditiup angin kembara? Kadang-kadang, terlintas dalam benak ini, tindakan kecil-kecilan, yang barangkali dapat saya lakukan. Misalnya saja, mengusulkan kepada Bung Admin yang terkasih, bagaimana sekiranya mengadakan sayembara bikin lagu-lagu khusus anak? Ah, ini hanyalah usulan dan harapan saja. Siapa tahu menarik perhatian. Jika tidak, ya mending bikin lagu-lagu anak sendiri, he he he, misalnya: satu lagu jelek yang saya orat-oret buat anak saya beberapa hari lalu. Tak apalah meski jelek, itung-itung sambil belajar menata ulang. Hadiah Ayah Hai, hai, hai... Senang, senang, oh senangnya hati dapat dari ayah hadiah saku berupa buku karena ku bisa membaca Hai, hai, hai.. Bagus sampulnya. Asyik isinya Lihat di sana, kubaca cerita Tentang Bung Karno dan Bung Hatta Rela dipenjara, demi bangunkan bangsa Ada juga cerita, Panglima Sudirman Demi masa depan, gagah berani, tenteng senapan Usir musuh sampai jauh di mata Oh, juga tentang cerita Kepal tangan Bung Tomo Gelegar suaranya, hancurkan meriam Hai, hai, hai Hebat sekali. Oh, hebat sekali Gagal berkali-kali, tak hentikan mereka Bangga sekali, ingin serupa mereka Pantang ke belakang, selalu senang belajar, hai hai hai.. Ada Bung Karno, Ada Bung Hatta, Ada Juga Panglima Sudirman Oh, juga Bung Tomo, haiii... [caption id="attachment_313322" align="alignnone" width="480" caption="doc | www.mf-abdullah.com "]

13887403311402886569
13887403311402886569
[/caption]

Oh, Bung Rhoma. Andaikata kita bersepakat, ihik ihik...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun