Mohon tunggu...
Wenseslaus Tama
Wenseslaus Tama Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hola! It's me,Tama. Disini aku akan berbagi pengetahuan, pemikiran, dan pengalaman yang jelas sangat terbatas. Kita nggak akan tahu kapan ilmu itu berguna dan terpakai. Semoga konten disini sedikit bermanfaat sekiranya saat lagi dibutuhkan di kolom pencarian.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahaya Intelektualisme Zaman Now

12 Maret 2024   20:40 Diperbarui: 14 Maret 2024   09:42 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan adalah komponen dasar bagi individu dalam mewujudkan generasi yang cerdas dan berkualitas. Sebab itu, setiap generasi penting untuk menyadari cita-cita luhur dari proses pendidikan itu sendiri. Di samping itu, potensi tenaga pengajar juga sangat esensial agar kegiatan belajar-mengajar dapat berjalan efektif dan efisien. 

Idealnya, berdasarkan UURI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, dikatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar. Jauh daripada itu, peserta didik secara aktif juga dapat  mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Terlepas dari gagasan tersebut, pada praktiknya sering kali usaha yang sadar dan terencana tersebut tidak diindahkan. Sehingga, suasana belajar yang tercipta hanya sebatas formalitas di kelas tanpa menyentuh sasaran dimensi afeksi peserta didik. Fenomena ini dapat disebut juga sebagai praktik intelektualisme.

Dikutip dari Cambridge University, Intelektualisme adalah kemampuan memikirkan atau mendiskusikan suatu subjek secara mendetail dan cerdas, tanpa melibatkan emosi atau perasaan. Sederhananya, intelektualisme dapat diartikan sebagai praktek sharing intelektual tanpa adanya pendekatan emosional. Ini sebenarnya mau mengatakan bahwa selain peningkatan secara akademis, pendidikan juga harus melibatkan sasaran aspek kejiwaan individu. Hal ini bila kurang diperhatikan dapat menimbulkan gejala yang menghambat proses pengembangan diri individu. Tentu tujuan output pendidikan akan kurang berhasil karena 3 komponen dasar individu (kognitif, afektif, dan konatif) tidak terpenuhi dengan baik.

Jadi, seorang tenaga pengajar sebaiknya mengenali gejala intelektualisme dalam praktik mengajar. Selain itu, hendaknya guru juga memahami bahwa karakteristik setiap peserta didik berbeda-beda, sehingga memerlukan penanganan yang berbeda-beda pula dalam menghadapinya. Setiap tingkat jenjang pendidikan memiliki kompleksitasnya masing-masing, sehingga hal ini perlu dipahami agar kegiatan belajar mengajar tetap bisa sejalan dengan tujuannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun