Mohon tunggu...
Talolo Muara
Talolo Muara Mohon Tunggu... Konsultan - Media Analyst - Binokular Media Utama

Analisis dan Opini tentang Suatu Isu Pemerintahan, Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Potensi dan Penyelesaian Konflik Laut China Selatan dari Perspektif Geopolitik dan Sea Power

16 Mei 2024   15:03 Diperbarui: 16 Mei 2024   21:35 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta, 16 Mei 2024


Oleh: Talolo Muara Purba

Indonesia menghadapi tantangan geopolitik dari upaya China dalam mengklaim Laut China Selatan (LCS). Berdasarkan data dari Kedutaan Besar dan Konsulat Amerika Serikat di Indonesia, China mengklaim kedaulatan atas LCS berdasarkan 4 kategori maritim yaitu kedaulatan atas fitur-fitur maritim, garis pangkal lurus, zona maritim, dan hak historis di LCS. Namun demikian, keempat kategori tersebut tidak sesuai dengan Hukum Internasional.

Penulis berpandangan China mengklaim LCS sebagai upaya mewujudkan Sea Power. Alfred T. Mahan mengatakan bahwa penguasaan perairan tidak hanya berimplikasi kepada militer semata tetapi menguasai geoekonomi sebuah negara yang menjadi target untuk dikuasai. Terdapat beberapa aspek strategis dari LCS yaitu: i) wilayah strategis jalur perdagangan dan jalur transportasi yang dilewati berbagai negara; ii) terdapat cadangan minyak dan gas; dan iii) kekayaan ikan dan terumbu karang. Untuk melakukan penguatan militer dan geopolitik, China memperkuat militer di LCS serta menerapkan sistem one country and two system (model ekonomi mengadopsi dan berperilaku kapitalisme sedangkan sistem politik menerapkan komunisme).

Peradaban generasi dari perang konvensional ke perang asimetris tidak serta merta menghilangkan pentingnya peranan kecanggihan teknologi alutsista sebagai detterens bagi kedaulatan negara. Pada aspek militer, China memperkuat Angkatan Lautnya dengan cara memperbesarkan armadanya untuk meraih Blue Water Navy, pengembangan peralatan militer secara kualitatif dan kuantitatif, serta penerapan doktrin String of Pearls. Merespon hal tersebut, dalam 5 tahun terakhir, Indonesia melalui TNI AL juga melakukan latihan militer di perairan Natuna diantaranya Latihan Guspurla Koarmada I TNI AL tahun 2020, Latihan Operasi Laut Gabungan TNI AL tahun 2021, dan Latihan Bersama Angkatan Laut Singapura pada tahun 2023. Disamping itu, TNI AL juga memerlukan beberapa alutsista untuk pengamanan perairan Natuna diantaranya penyelesaian Minimum Essential Force (MEF) dan sistem deteksi bawah air di titik-titik yang rawan khususnya perairan bawah laut sempit (choke point).  

Konflik Indonesia dan China seringkali terjadi di perairan Natuna terkait pengeksploitasian ikan di perairan Natuna. Sebagai contoh, pada tahun 2020, kapal nelayan China dikawal 5 Cost Guard Angkatan Laut China saat mengambil ikan di perairan ZEE Natuna Utara. Merespon tindakan tersebut, pemerintah Indonesia berulang kali meminta penjelasan China terkait basis hukum internasional yang memasukkan wilayah ZEE Indonesia pada nine dash line. Selain itu, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (Panglima TNI) juga memerintahkan TNI AU melakukan Operasi Lintas Elang untuk pengamanan di perairan Natuna tersebut.

Indonesia memegang peranan penting dalam percaturan dunia dengan menjadi Presidensi G20 Tahun 2022 dan Keketuaan ASEAN 2023. Pemerintah Indonesia memanfaatkan momentum tersebut sebagai langkah diplomasi penyelesaian konflik LCS untuk menjaga kedaulatan NKRI serta menjaga kestabilan kawasan dan perekonomian. Presiden  Joko Widodo menegaskan satu-satunya jalan agar stabilitas dan perdamaian terjaga adalah menghormati hukum internasional terutama UNCLOS 1982. Selain itu, ASEAN dan China juga telah sepakat menyelesaikan perundingan pedoman tata perilaku (Code of Conduct/ CoC) untuk pihak-pihak yang bersengketa di Laut China Selatan.

Penyelesaian konflik Laut China Selatan sangat penting untuk menjaga kedaulatan NKRI serta stabilitas kawasan dan perekonomian. Namun disisi lain, China memandang LCS menjadi kawasan strategis dalam mewujudkan Sea Power dan kekuatan geopolitiknya. Oleh karena itu, Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki kepemimpinan strategis di ASEAN memegang peran kunci untuk menyelesaikan konflik di LCS. Adapun upaya strategis yang dapat dilakukan Indonesia untuk mewujudkan penyelesaian konflik LCS yaitu perwujudan MEF untuk menciptakan detterens, penyelesaian Code of Conduct (CoC), dan mendorong kepatuhan pihak yang bersengketa di LCS terhadap hukum internasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun