Pada salah satu kelas dalam perkuliahan, seorang dosen mewajibkan setiap mahasiswanya untuk membuka kelas dengan sebuah cerita. Tema dan genre bebas, fiksi maupun non-fiksi. Pengalaman pribadi ataupun cerita karangan. Diawal perkuliahan, beberapa anak merasa itu berat. Kenapa? Beberapa menganggap bahwa cerita adalah sesuatu yang harus di konsepkan dengan banyak persiapan. Akan tetapi, setelah penjelasan panjang lebar dari dosen pengampu mata kuliah tersebut, para mahasiswa mulai memahami arti dan konsep utama dari sebuah cerita. Di perkuliahan minggu selanjutnya, beberapa mahasiswa mulai membuka presentasi dengan cerita versi masing-masing.Â
Mengapa seseorang tertarik mendengarkan cerita? Mengapa seseorang bahkan bisa menyampaikan cerita tanpa persiapan sama sekali? Alasannya karena cerita dapat membuat orang terhibur dan terhanyut di dalamnya. Dan jika yang menyampaikan cerita tersebut adalah orang yang pandai memainkan suasana, cerita tersebut dapat memberi efek magis yang mampu membuat seseorang seolah tersihir untuk mendengarkan cerita tersebut secara terus -menerus. Selain itu, ternyata mendengarkan cerita memiliki manfaat positif terhadap diri seseorang seperti melindungi ingatan hingga memebrikan efek healing (menyembuhkan). Nyatanya, hampir semua orang suka dan menikmati aktivitas bercerita maupun mendengarkan cerita yang disampaikan oleh orang lain. Dalam buku psikologi sastra karya Ahmad Ahmadi, dijelaskan tentang psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang perilaku dan pemikiran manusia. Melalui psikologi, seseorang dapat memahami manusia yang lain. Oleh karena itu, ilmu psikologi kemudian masuk ke wilayah studi yang lainnya, termasuk juga sastra. Psikologi sendiri tidak terlepas dari sastra dan begitupun sebaliknya.Â
Berkaitan dengan hubungan antara psikologi dan sastra, Wellek & Warren memberikan batasan bahwa dalam sastra, psikologi terbagi menjadi empat kajian, antara lain: studi tentang proses kreatif sang pengarang/penulis, studi pengarang, studi tentang hukum psikologi dalam karya sastra tersebut, dan studi tentang pembaca sastra. Studi pertama, yakni studi psikologi sastra merupakan studi yang melibatkan dunia dalam atau internal dari dalam diri seseorang. Dengan kata lain, dalam hal ini lebih banyak mengandalkan kemampuan dari seseorang yang menyampaikan cerita tersebut dalam menginterpretasikan dan merekonstruksi seseorang dalam hal psikologisnya melalui sastra. Dalam studi yang dipublikasikan oleh The Ohio State University dan University of Oregon, pada Februari 2021 menyebutkan bahwa aktivitas otak ketika membaca cerita menarik menjadi lebih aktif. Dalam penelitian tersebut, para peneliti mengamati kinerja otak dari fans serial HBO yang berjudul "Game of Thrones" saat menghubungkan antara karakter dalam cerita dengan diri sendiri. Hasilnya, orang yang benar-benar meresapi setiap jalan cerita dari GoT memiliki aktivitas otak yang cenderung lebih aktif. Hal ini terutama saat mereka melakukan refleksi diri terkait dengan karakter favorit mereka dalam film tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini, dengan kata lain, dalam menikmati alur dari suatu cerita, otak akan membuat dirinya seakan-akan hampir menjadi karakter dari cerita yang mereka dengarkan atau film yang di tonton dan juga otak dapat begitu tertarik pada narasi yang terdapat dalam sebuah cerita. Ini jugalah yang menjadi alasan mengapa cerita fiksi disebutkan bisa menjadi hal yang menggugah bagi sebagian orang. Dalam hal kaitannya dengan psikologi, cerita atau narasi yang terdapat di dalam sebuah cerita, dapat memberikan dampak yang efektif pada diri seseorang.Â
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bagaimana cerita mampu membuat seseorang terhanyut dalam imajinasi yang diciptakan oleh seorang penulis, dikarenakan otaknya sedang dalam keadaan aktif. Selain mendengarkan cerita, menyammpaikan cerita kepada orang lain juga merupakan aktivitas dari cerita. Dapat diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari, kita tentunya tidak asing dengan aktivitas curhat atau berbagi cerita. Menyampaikan curahan hati sendiri merupakan salah satu upaya dalam menjaga kesehatan mental. Yang mana, hak yang dilakukan yaitu dengan bercerita, menyampaikan apa saja yang dirasakan, sampai meminta pandangan atau pendapat tentang sesuatu yang sedang dirasakan. Biasanya, kita memilih seseorang yang kita rasa memahami kondisi psikologis kita untuk menyampaikan cerita ini. Seperti orangua, teman, sahabat, ataupun anggota kelauarga lainnya. Hal ini mungkin terlihat menyultkan, akan tetapi mampu memberikan efek yang bertolak belakang apabila memilih seseorang yang salah untuk itu. Atau bahkan memendamnya sama sekali malah bisa membuat perasaan menjadi tidak menentu bahkan beresiko memberikan efek yang kurang baik terhadap mental. Umumnya, orang akan merasa sulit saat harus menyampaikan apa yang dirasakan saat mengalami masalah, terlebih jika dia adalah seorang yang tidak enakan, dan merasa mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Banyak yang tidak memahami manfaat dari bercerita dengan orang lain.Â
Umumnya, saat seseorang sedang merasa tertekan atau mengalami suatu masalah, sangat normal jika dia memilih untuk menarik diri dan menjadi lebih diam dari biasanya. Namun, perlu diketahui bahwa hal ini malah bisa membuat keadaan menjadi semakin buruk, terutamaterhadap kesehatan mental. Bercerita memberikan efek healing utamanya bagi psikis seseorang. Karena bagaimanapun, menyampaikan cerita adalah salah satu bentuk sharing dan charging untuk seseorang yang membagi maupun yang menerima cerita tersebut. Selain untuk sekedar berbagi agar mendapatkan perasaan lega, berikut ini beberapa manfaat dari bercerita atau curhat dengan teman kepada psikologi seseorang:Â
a. Memberikan rasa tenang,Â
b. Tidak merasa sendirian,Â
c. Terasa mendapat dukungan dari orang sekitar,Â
d. Mencegah membuat kondisi menjadi lebih buruk,Â
e. Menemukan bantuan dan perawatan yang tepat untuk mengatasi masalah tanpa mengganggu kesehatan mental, sertaÂ
f. Menemukan solusi dari orang sekitar yang mungkin pernah mengalami hal serupa.Â
Sebelum bercerita, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk kenyamanan. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menemukan teman atau seseorang yang bisa dipercaya. Kategori teman yang baik disini biasanya adalah teman yang akan selalu bersikap jujur, memberi support saat dibutuhkan, merupakan pendengar yang baik, serta pastinya bisa dipercaya. Kamu mungkin sudah memilikinya, coba ingat lagi saat terakhir kamu mengalami masalah. Siapa yang ada untuk mendengarkannya? Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H